Ahok Minta Kontribusi Pengembang itu Tidak Bisa Dipidana
TS
eneng.munaroh
Ahok Minta Kontribusi Pengembang itu Tidak Bisa Dipidana
Ahok Tidak Bisa Dipidana Mengenai Kontribusi Pengembang Reklamasi Kecuali Menerima Suap dari Pengembang
Akhir-akhir ini sedang ramai mengenai Reklamasi Teluk Jakarta di berita-berita. Pembahasan berita mengenai ini banyak mencuat ketika terjadi operasi tangkap tangan terhadap salah satu pengembang reklamasi yang melakukan suap terhadap oknum DPRD DKI Jakarta.
Terakhir berita terhangat yang membuat banyak orang tertarik adalah disangkutkannya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai pihak yang menerima keuntungan dari Kontribusi Pengembang Proyek Reklamasi Jakarta.
Sebetulnya, Kebijakan Ahok yang disebut Diskresi Gubernur DKI Jakarta perihal kontribusi pengembang reklamasi dinilai tidak bisa dipidana. Pasalnya, diskresi tersebut termasuk dalam kebijakan dan untuk mengatasi stagnansi. Dan yang terpenting adalah memberikan manfaat yang besar bagi warga DKI Jakarta. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Bidang Studi Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Dian Simatupang.
APA ITU DISKRESI?
Sebelum kita bahas lebih jauh, pasti banyak yang belum tahu apa itu “Diskresi” dan kenapa itu dimasalahkan di media-media.
Spoiler for DEFINISI DISKRESI:
Istilah diskresi dapat kita temukan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014)”. Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari laman resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, kehadiran UU yang terdiri atas 89 pasal ini dimaksudkan untuk menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan, menciptakan kepastian hukum, mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, menjamin akuntabilitas badan dan/atau pejabat pemerintahan, memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintahan, melaksanakan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan dan menerapkan azas-azas umum pemerintahan yang baik (AUPB), dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada warga masyarakat.
Menurut Pasal 1 Angka 9 UU 30/2014, diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
Menggunakan diskresi sesuai dengan tujuannya merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh pejabat pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan. Demikian yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e jo ayat (1) UU 30/2014.
Lalu siapa yang dimaksud dengan pejabat pemerintahan di sini? Untuk menjawabnya, kita mengacu pada definisi pejabat pemerintahan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 3 UU 30/2014:
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.
Hal-hal penting menyangkut diskresi yang diatur dalam UU 30/2014 antara lain:
1. Diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang [Pasal 22 ayat (1)]
2. Setiap penggunaan diskresi pejabat pemerintahan bertujuan untuk Pasal 22 ayat (2) dan penjelasan]:
a. melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;
b. mengisi kekosongan hukum;
c. memberikan kepastian hukum; dan
d. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum. Adapun yang dimaksud dengan stagnasi pemerintahan adalah tidak dapat dilaksanakannya aktivitas pemerintahan sebagai akibat kebuntuan atau disfungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan, contohnya: keadaan bencana alam atau gejolak politik.
3. Diskresi pejabat pemerintahan meliputi [Pasal 23]:
a. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan Keputusan dan/atau Tindakan;
b. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur;
c. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan
d. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.
4. Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat [Pasal 24]:
a. sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2);
b. tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB);
d. berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
e. tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan
f. dilakukan dengan iktikad baik.
5. Penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh persetujuan dari atasan pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan dimaksud dilakukan apabila penggunaan diskresi menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani keuangan negara [Pasal 25 ayat (1) dan (2)]
Sumber : hukumonline.com
Nah itu dia pengertian lengkap mengenai “Diskresi” atau yang secara singkatnya Diskresi adalah :
Quote:
Diskresi merupakan keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Namun, penggunaannya harus oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan tujuannya.
Pejabat pemerintahan yang dimaksud yaitu unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.
DISKRESI AHOK UNTUK MEMINTA KONTRIBUSI PENGEMBANG DALAM PROYEK REKLAMASI MENURUT AHLI HUKUM ADMINISTRASI TIDAK BISA DIPIDANA DAN TIDAK SALAH
Lalu apa diskresi yang dibuat oleh Ahok dalam Proyek Reklamasi Jakarta ini? Ahok dalam kebijakannya mengenai Proyek Reklamasi mewajibkan kepada para pengembang untuk memberikan kontribusi sebesar 15% untuk pengembangan beberapa proyek yang bermanfaat untuk warga Jakarta.
Diskresi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok perihal kontribusi pengembang reklamasi dinilai tidak bisa dipidana. Pasalnya, diskresi tersebut termasuk dalam kebijakan dan untuk mengatasi stagnansi.
Quote:
"Jadi suatu kebijakan karena wewenang sendiri enggak bisa (dipidana). Kecuali kebijakan itu dilatarbelakangi pidana yang bisa dibuktikan dengan penerimaan suap,"
Ketua Bidang Studi Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Dian Puji Simatupang
Quote:
Suap dalam hal ini merupakan pendapatan keuntungan dari kebijakan untuk kantong pribadi dalam bentuk apa pun. Namun, kebijakan Ahok soal kontribusi pengembang reklamasi dimanfaatkan untuk fasilitas umum. Sepanjang hasil kontribusi itu dipakai untuk fasilitas umum, dibuatkan laporan pertanggungjawaban keuangan daerah, Dian menilai tindakan Ahok bukanlah gratifikasi ataupun suap.
"Tapi bagian dari konsensi, perjajian yang disepakati ada dasar hukumnya," kata Dian.
Diskresi Ahok soal kontribusi pengembang reklamasi juga dinilai tepat. Pasalnya, belum ada regulasi yang mengatur soal itu. Diskresi Ahok dikakukan pada Maret 2014, sedangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah baru disahkan pada Oktober 2014. "Oleh sebab itu, prosedurnya enggak harus melalui itu (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014), bisa langsung. Kalau secara prosedur dia harus melapor ke Presiden, Mendagri dan Menteri Kelautan. Tapi karena belum ada, dia mengambil keputusan sendiri karena melekat wewenangnya," kata Dian.
Bahkan dalam UU Administrasi Pemerintah disebutkan bahwa diskresi adalah wewenang yang melekat pada PNS dan pejabat negara. Diskresi dibuat untuk mengatasi kebuntuan, persoalan yang mengandung hukum dan menghindari adanya kriminalisasi.
"Tapi itu bukan untuk orang-orang dia berniat jahat, tapi berniat baik mengambil kebijakan," kata Dian.
DIBUTUHKAN PERAN BPKP DAN BPK
Quote:
Kendati demikian, untuk menilai kebijakan Ahok salah atau tidak, sebetulnya instasi Badan Pengawasan dan Keuangan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa turun tangan. Pemeriksaan itu bisa diminta oleh Ahok dan hasilnya bisa diberikan langsung pada presiden. Kewenangan itu tertuang dalam Pasal 20 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
Jadi BPKP atau BPK melakukan penilaian apakah ini kesalahan administrasi atau kesalahan administrasi yang berujung pidana
Jika BPKP tak menemukan kesalahan administrasi yang menimbulkan kerugian negara, maka dalam waktu 10 hari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Gubernur mengganti kerugian.
Jika keberatan, dapat mengajukan permohonan ke PTUN. Berbeda apabila BPKP hanya menyatakan ada kesalahan administrasi dan tidak ada kerugian negara. Aparat penegak hukum, menurut Dian, tidak bisa masuk dan memprosesnya lagi.
Oleh sebab itu cara yang tepat menurut saya, diskresi tersebut dilaporkan kepada Presiden sebagai pejabat atasan sesuai prosedur dalam UU Adpem
Quote:
Nah dari penjelasan Ahli Hukum Administrasi Negara UI kita bisa lihat bahwa “Diskresi” Ahok untuk meminta kontribusi pengembang bukanlah hal yang salah, kecuali ada penyimpangan dari penggunaan kontribusi tersebut atau ada suap yang diberikan pengembang kepada Ahok.