BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
(Jangan) Melupakan lumpur Lapindo

10 tahun Lumpur Lapindo, ganti rugi belum beres, sumur baru siap dibor
Tabur bunga di titik 71 Desa Ketapang, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, dilakukan sekitar 100 orang warga Senin (30/5/2016). Ini adalah salah satu cara masyarakat setempat untuk mengenang tragedi semburan lumpur Lapindo 10 tahun lalu.

Perayaan yang lain dilakukan dengan orasi warga menolak rencana pengeboran sumur baru oleh perusahaan yang sama. Selain itu masih ada sejumlah penyintas yang menuntut pelunasan ganti rugi yang tak juga beres dalam satu dasawarsa.

Warga Porong tidak akan lupa 29 Mei 2006, perut bumi menyemburkan lumpur panas setelah PT Lapindo Brantas Inc. melakukan pengeboran gas di situ. Peristiwa yang kemudian dikenal dengan sebutan tragedi lumpur Lapindo itu, menenggelamkan 640 hektare lahan.

Seluas 362 hektare sawah terdampak, 11.241 bangunan amblas,10.641 kepala keluarga (39.700 jiwa) jadi korba. Sebanyak 30 pabrik berhenti berproduksi karena terendam lumpur dan 1.873 pekerja kehilangan pekerjaan. Biaya ekonomi langsung yang ditimbulkan sebesar Rp19,89 triliun dan yang tidak langsung Rp7,4 triliun.

Namun Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah, malah meminta warga korban lumpur Lapindo melupakan tragedi tersebut. Ia meminta warga yang masih belum selesai urusan ganti rugi menyelesaikan secara damai, jika tidak selesai lakukan secara hukum. Pemkab, siap melakukan mediasi, terhadap penyelesaian ganti rugi.

Saiful menganggap belum selesainya pelunasan ganti rugi, bukan kesalahan PT Lapindo Brantas. Tapi karena berkas yang tidak lengkap atau ditemukan ketidaksesuaian data antara berkas warga dengan kenyataan di lapangan.

Permintaan Bupati Saiful Ilah, tentu bukan hal mudah dilakukan oleh warga. Bagaimana mungkin bisa lupa. Saat ini saja menurut data Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) masih ada 800 berkas ganti rugi yang belum tuntas. Nilainya sekitar Rp400 miliar. Selain itu masih ada 31 pengusaha yang belum mendapatkan ganti rugi.

Artinya, meski tragedi itu terjadi 10 tahun yang lalu, namun sampai sekarang penderitaan warga masih berlangsung. Padahal tahun lalu, pemerintah sudah mencairkan dana talangan sebesar Rp827 miliar kepada Lapindo, untuk penyelesaian ganti rugi.

Entah berapa tahun lagi waktu yang dibutuhkan oleh Lapindo Brantas untuk menuntaskan kewajibannya terhadap masyarakat yang menjadi korban.

Soal penyelesaian ganti rugi ini menjadi sebuah ironi Sebab, meski tanggung jawabnya terhadap korban belum diselesaikan, PT Lapindo Brantas, ternyata telah mendapatkan izin untuk mengebor sumur baru.

Lapindo mengklaim sudah mendapat izin dari Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Timur, Bupati Sidoarjo, Badan Lingkungan Hidup Sidoarjo, dan SKK Migas.

Itulah sebabnya pada Januari lalu, Lapindo sudah melakukan tahap pengurukan atau drill site preparation (DSP). Kegiatan itu dikawal oleh 500 polisi dan tentara sebagai antisipasi bila ada perlawanan warga.

Sumur baru tersebut terletal di Desa Kedungbanteng. 2,5 kilometer dari pusat semburan gas dan lumpur. Di lahan seluas 4000 meter persegi dari lahan 1 hektar yang dibebaskan, rencananya akan dibor dua Sumur: Tanggulangin 1 dan Sumur Tanggulangin 2.

Targetnya, dua sumur baru tersebut akan menghasilkan gas masing- masing 5 MMSCFD (million standard cubic feet per day) atau juta standar kaki kubik per hari. Bila pengeboran berhasil, produksi gas dari dua sumur tersebut akan menambah produksi gas Lapindo Brantas di Sidoarjo sebanyak 10 MMSCFD untuk jangka waktu 10 tahun ke depan.

Saat ini, Lapindo mengelola 30 sumur gas yang tersebar di Kecamatan Tanggulangin, Krembung, dan Porong. Namun, dari 30 sumur itu, hanya 14 sumur yang masih produktif. Yaitu sebanyak 11 sumur berada di lapangan Wunut, Kecamatan Porong, dengan produksi gas total 3 MMSCFD.

Sedang yang berada di Kecamatan Tanggulangin dengan produksi gas mencapai 5 MMSCFD. Produksi gas PT Lapindo Brantas tinggal 8 MMSCFD. Sebelumnya, produksi gas dari seluruh lapangan di Sidoarjo 80 MMSCFD.

Persiapan pengeboran itu memunculkan penolakan dari warga, karena warga masih trauma dengan musibah luapan lumpur Lapindo. Meski begitu Lapindo mengklaim 90 persen wagra Desa Kedungbanteng, warga sudah setuju. Indikasi persetujuannya? Diterimanya kompensasi paket sembako oleh warga.

Beberapa pihak memang mendukung Lapindo untuk melakukan pengeboran sumur baru. Wakil Presiden Jusuf Kalla, misalnya ia mendukung pengeboran, karena menganggap dengan cara itu Lapindo bisa punya uang untuk melunasi dana talangan pemerintah.

Namun banyak pihak yang menentang pengeboran sumur baru tersebut. Pusat Studi Kebumian Bencana dan Perubahan Iklim dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), misalnya. Lembaga ini menyarankan Lapindo tidak meneruskan rencana pengeboran. Alasannya lantaran area eksplorasi merupakan jalur sesar Watukosek atau patahan tanah memanjang dari Watukosek, Mojokerto, hingga Madura.

Jika eksplorasi tetap dilakukan, peristiwa semburan lumpur panas di Porong pada 2006 silam kemungkinan bakal terjadi lagi.

Di tengah polemik soal sumur baru tersebut, Direktur Jenderal Migas, IGN Wiratmaja Puja, menegaskan, pihaknya belum memberikan persetujuan keselamatan kerja pemboran dan spud in inspection. Selanjutnya, setelah berkoordinasi dengan SKK Migas, persiapan pengeboran tersebut dihentikan sementara.

Masalahnya sampai kapan penghentian dilakukan? Ini yang tidak jelas. Penghentian sementara, ini sesungguhnya bukanlah solusi. Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah persoalan ganti rugi selesai.

Pemerintah bisa menjadikan penyelesaian ganti rugi baik terhadap masyarakat dan pengusaha, sebagai syarat untuk mengajukan izin baru. Bila ganti rugi tidak rampung, berarti tidak ada izin pengeboran baru.

Tragedi lumpur Lapindo adalah pelajaran yang sangat mahal. Yang mesti diingat kehadiran industri migas di mana pun, seharusnya untuk menyejahterakan masyarakat, bukan untuk menyengsarakan.

Artinya evaluasi pemberian izin, tak bisa hanya fokus pada persoalan teknis dan geologis semata. Ada persoalan non teknis dan sosial yang harus ikut dipertimbangkan. Misalnya, traumatik masyarakat terhadap musibah lumpur yang berlarut-larut penyelesaiannya.

Yang terpenting ada kepastian bila peristiwa luapan lumpur tidak terulang, dan kesengsaraan masyarakat pun tak berlanjut.


Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...lumpur-lapindo

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
15.2K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan