- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Perppu Kebiri Sudah Disahkan, Beberapa Pasal ini Menarik untuk Dibahas


TS
ibnutiangfei
Perppu Kebiri Sudah Disahkan, Beberapa Pasal ini Menarik untuk Dibahas
Quote:
Quote:
Halo gansis semua, ketemu lagi dengan ane setelah beberapa hari tidak meluncurkan trit baru
Tema yang akan ane angkat kali ini adalah seputar Perppu Perlindungan Anak atau lebih populer disebut Perppu Kebiri
yang belum lama ini ditandatangani oleh Presiden Jokowi. Sebenarnya perppu ini sudah menjadi bahasan jauh-jauh hari sebelum kasus Yuyun mencuat. Namun sejauh itu pula terjadi tarik ulur atau kembang kempis antara yang pro dengan yang kontra, sehingga perppu tersebut belum bisa di gol-kan
Barulah setelah muncul kasus Yuyun, perppu tersebut mulai berdengung kembali
Terlebih, ditambah lagi dengan kasus pembunuhan sadis menggunakan cangkul
beberapa saat setelah kasus Yuyun. Berangkat dari kasus-kasus heboh tadi, berbagai pihak pun mendesak pemerintah segera mengesahkan Perppu Kebiri. Mengapa disebut Perppu Kebiri? Ane yakin ente semua sudah mengetahuinya
Karena di dalam perppu tersebut memuat beberapa hukuman tambahan terhadap pelaku kejahatan seksual. Dan salah satunya adalah hukuman kebiri. Kebiri disini maksudnya disuntik dengan cairan kimia tertentu untuk mengurangi atau menghilangkan nafsu seksual si pelaku lho gansis, bukannya dipotong itunya
Meskipun hukuman yang diterapkan adalah kebiri secara kimiawi, namun nyatanya masih saja ada beberapa pihak yang menentangnya
dengan berbagai alasan. Entah itu tidak manusiawi-lah atau melanggar ham-lah, itu jika dilihat dari sisi pelakunya. Coba jika dilihat dari sisi korbannya, mungkin pandangan mereka akan berubah
Mungkin lho gansis
Tapi, ah sudahlah, yang terpenting untuk saat ini perppu tersebut sudah terbit dan tinggal menunggu untuk diterapkan pada kasus-kasus yang berkaitan dengan perppu tadi. Harapan ane sih, setelah perppu ini muncul, sudah tidak ada kasus kejahatan seksual yang menimpa anak-anak. Semoga saja
Biar tidak terlalu panjang lebar, mari kita langsung bahas beberapa pasal yang ada di Perppu Kebiri atau Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak. Ane tidak membahas semua pasalnya ya gansis
alasannya entar bakal kepanjangan nih trit, alasan kedua ane bukan pakar hukum. Jadi di sini ane berusaha membahas sebisa atau sepanjang pengetahuan ane. Dan mohon maaf jika dalam pembahasan nanti ada salah penafsiran pasal dan ane mohon untuk diluruskan. Terimakasih
Pasal-pasal yang akan dibahas disini adalah pasal yang ane anggap cukup menarik dan mungkin bisa memicu kontroversi gansis



Barulah setelah muncul kasus Yuyun, perppu tersebut mulai berdengung kembali




Meskipun hukuman yang diterapkan adalah kebiri secara kimiawi, namun nyatanya masih saja ada beberapa pihak yang menentangnya




Biar tidak terlalu panjang lebar, mari kita langsung bahas beberapa pasal yang ada di Perppu Kebiri atau Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak. Ane tidak membahas semua pasalnya ya gansis



Sebelumnya, inilah isi dari Perppu Kebiri selengkapnya
Spoiler for PERPPU NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK:
Quote:
PERPPU NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
1. KETENTUAN PASAL 81 DIUBAH SEHINGGA BERBUNYI SEBAGAI BERIKUT:
Pasal 81
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.
(5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan cip.
(8) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
(9) Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.
2. DI ANTARA PASAL 81 DAN PASAL 82 DISISIPKAN 1 (SATU) PASAL YAKNI PASAL 81A YANG BERBUNYI SEBAGAI BERIKUT:
Pasal 81A
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok.
(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.
(3) Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. KETENTUAN PASAL 82 DIUBAH SEHINGGA BERBUNYI SEBAGAI BERIKUT:
Pasal 82
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
(6) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan cip.
(7) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
(8) Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.
4. DI ANTARA PASAL 82 DAN PASAL 83 DISISIPKAN 1 (SATU) PASAL YAKNI PASAL 82A YANG BERBUNYI SEBAGAI BERIKUT:
Pasal 82A
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) dilaksanakan selama dan/atau setelah terpidana menjalani pidana pokok.
(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
1. KETENTUAN PASAL 81 DIUBAH SEHINGGA BERBUNYI SEBAGAI BERIKUT:
Pasal 81
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.
(5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan cip.
(8) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
(9) Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.
2. DI ANTARA PASAL 81 DAN PASAL 82 DISISIPKAN 1 (SATU) PASAL YAKNI PASAL 81A YANG BERBUNYI SEBAGAI BERIKUT:
Pasal 81A
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok.
(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.
(3) Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. KETENTUAN PASAL 82 DIUBAH SEHINGGA BERBUNYI SEBAGAI BERIKUT:
Pasal 82
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
(6) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan cip.
(7) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
(8) Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.
4. DI ANTARA PASAL 82 DAN PASAL 83 DISISIPKAN 1 (SATU) PASAL YAKNI PASAL 82A YANG BERBUNYI SEBAGAI BERIKUT:
Pasal 82A
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) dilaksanakan selama dan/atau setelah terpidana menjalani pidana pokok.
(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berikut adalah dua pasal yang berkaitan dengan Perppu di atas, yakni UU NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
Spoiler for UU NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK:
Quote:
Pasal 76D
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 76E
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 76E
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Pasal-pasal apa saja yang akan dibahas? Inilah dia

Quote:
Pasal 81
(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
Quote:
Ente masih ingat dengan kasus pembunuhan sadis menggunakan cangkul beberapa waktu yang lalu? Pada era modern seperti sekarang ini, peran medsos sudah sedemikian dahsyatnya. Sampai-sampai wajah para tersangka pembunuhan tersebut sudah tersebar secara meluas kemana-mana. Secara blak-blakan dan tanpa sensor
Tidak hanya medsos saja, berbagai media online juga turut berpartisipasi menyebarkan wajah para tersangka. Bahkan media online-lah yang ditengarai sebagai biak kerok tersebarnya wajah para tersangka pembunuhan
Melihat dari pasal 81 ayat 6 tadi, ‘pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku’, agak terasa lucu juga gansis
Karena ternyata, sebelum di sah-kannya perppu tadi, secara beramai-ramai masyarakat sudah mengumumkan wajah para pembunuh tadi
Mungkin karena didorong oleh rasa marah masyarakat. Meski baru sebatas wajah, namun hal itu bisa menjadikan hukuman sosial di masyarakat. Dan ane yakin yang di maksud pengumuman identitas pelaku pada ayat tersebut tidak hanya sebatas wajah saja. Namun juga nama pelaku, alamat bahkan mungkin nama kedua orangtua
sebagai bentuk pelajaran agar para orangtua benar-benar memperhatikan dan mendidik putra-putri mereka
Setuju?






Quote:
Pasal 81
(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan cip.
(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan cip.
Quote:
Nah ini dia nih yang menurut ane paling menarik
dan sudah ditunggu oleh jutaan pemirsa dari seluruh Indonesia
Apalagi kalo bukan hukuman kebiri kimia. Dengan tambahan hukuman semacam itu, diharapkan bisa menjadi efek jera bagi para pelaku. Sehingga mereka tidak akan mengulangi perbuatan serupa ke depannya. Benarkah demikian? Ane terus terang agak kurang yakin gansis. Di beberapa negara dunia, sudah lebih dahulu menerapkan hukuman kebiri kimia ini. Namun entah mengapa di antara negara-negara tadi justru angka kejahatan seksual seperti pemerkosaan masih relative tinggi. Dari kejadian ini mungkin bisa diambil pelajaran bahwa hukuman kebiri kimia tidaklah cukup untuk menekan angka pemerkosaan. Harus ada langkah-langkah lain yang berjalan beriringan dengan hukuman tadi, misalnya dengan pembinaan spiritual dan juga emosional kepada para pelaku
Sehingga bisa memperbaiki moral dan akhlak mereka. Kalo masalah pemasangan cip, mungkin supaya mudah dideteksi saat selesai menjalani pidana pokok (tertera di pasal lainnya)



Quote:
Pasal 81
(9) Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.
(9) Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.
Quote:
Nah ini dia gansis, ayat yang ane rasa cukup mengundang kontroversi. Di mana pelaku anak masih terkesan dilindungi oleh perppu ini. Mungkin memang karena perppu ini ditujukan untuk perlindungan anak
Padahal untuk masa sekarang ini yang sarat berbagai serbuan pengaruh budaya-budaya asing, secara tidak langsung turut mempercepat kedewasaan anak-anak. Coba kita perhatikan di sekitar kita, sudah berapa banyak contoh kasus anak-anak di bawah umur sudah mengerti begituan
Dan ujung-ujungnya perut membuncit, sehingga mereka dengan terpaksa dikeluarkan dari sekolah. Dari kasus-kasus semacam itu tidak tertutup kemungkinan bahwa pelaku kejahatan seksual adalah anak-anak di bawah umur yang notabene masih usia sekolah. Memang rasanya tidak adil jika yang disalahkan hanya anak-anak saja, peran dari didikan dan bimbingan orangtua, guru atau tenaga pendidik serta masyarakat juga penting sekali untuk mengarahkan anak-anak agar tidak salah jalan



Beberapa pasal yang berkaitan dengan ayat di atas, terdapat dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Spoiler for UU NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK:
Quote:
Pasal 59
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak.
(2) Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
a. Anak dalam situasi darurat;
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
f. Anak yang menjadi korban pornografi;
g. Anak dengan HIV/AIDS;
h. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;
i. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;
j. Anak korban kejahatan seksual;
k. Anak korban jaringan terorisme;
l. Anak Penyandang Disabilitas;
m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan
o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya.”
Pasal 59A
Perlindungan Khusus bagi Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dilakukan melalui upaya:
a. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;
b. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;
c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan
d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.”
Pasal 60
Anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. Anak yang menjadi pengungsi;
b. Anak korban kerusuhan;
c. Anak korban bencana alam; dan
d. Anak dalam situasi konflik bersenjata.”
Pasal 64
Perlindungan Khusus bagi Anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b dilakukan melalui:
a. perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b. pemisahan dari orang dewasa;
c. pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d. pemberlakuan kegiatan rekreasional;
e. pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya;
f. penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup;
g. penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
h. pemberian keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
i. penghindaran dari publikasi atas identitasnya.
j. pemberian pendampingan Orang Tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
k. pemberian advokasi sosial;
l. pemberian kehidupan pribadi;
m. pemberian aksesibilitas, terutama bagi Anak Penyandang Disabilitas;
n. pemberian pendidikan;
o. pemberian pelayanan kesehatan; dan
p. pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak.
(2) Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
a. Anak dalam situasi darurat;
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
f. Anak yang menjadi korban pornografi;
g. Anak dengan HIV/AIDS;
h. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;
i. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;
j. Anak korban kejahatan seksual;
k. Anak korban jaringan terorisme;
l. Anak Penyandang Disabilitas;
m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan
o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya.”
Pasal 59A
Perlindungan Khusus bagi Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dilakukan melalui upaya:
a. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;
b. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;
c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan
d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.”
Pasal 60
Anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. Anak yang menjadi pengungsi;
b. Anak korban kerusuhan;
c. Anak korban bencana alam; dan
d. Anak dalam situasi konflik bersenjata.”
Pasal 64
Perlindungan Khusus bagi Anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b dilakukan melalui:
a. perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b. pemisahan dari orang dewasa;
c. pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d. pemberlakuan kegiatan rekreasional;
e. pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya;
f. penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup;
g. penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
h. pemberian keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
i. penghindaran dari publikasi atas identitasnya.
j. pemberian pendampingan Orang Tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
k. pemberian advokasi sosial;
l. pemberian kehidupan pribadi;
m. pemberian aksesibilitas, terutama bagi Anak Penyandang Disabilitas;
n. pemberian pendidikan;
o. pemberian pelayanan kesehatan; dan
p. pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Coba ente fokuskan ke pasal 64 yang poin a, e, f, dan i
Mungkin hukuman kebiri itu dirasa kejam dan tidak manusiawi bagi anak-anak
Dan juga yang poin i, khusus untuk anak-anak tidak boleh dipublikasikan identitasnya
Menurut ente gimana nih?



Quote:
Pasal 81A
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok.
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok.
Quote:
Dari ketentuan pasal 81A di atas, dapat dipahami bahwa hukuman tambahan berupa kebiri kimia dan pemasangan cip dilaksanakan setelah terpidana pelaku kejahatan seksual selesai menjalankan masa hukuman penjara
Dengan kata lain hukuman tambahan tadi dilakukan terhadap mantan napi yang sudah bebas dan kembali di tengah-tengah masyarakat
Menurut data yang ane baca, hukuman kebiri yang akan diterapkan berupa suntikan kimia tertentu yang berfungsi menghilangkan nafsu seksual. Namun ternyata suntikan tadi ada masa berlakunya gansis, jadi tidak sekali pakai lalu untuk selamanya
Ibarat kita membeli paket internet dengan jangka waktu tertentu. Setelah lewat masa aktifnya, nanti tinggal mau diperpanjang atau dihentikan
Sama seperti suntikan kebiri ini, setelah jangka waktu pengaruh kimianya habis, ya nanti tinggal diperpanjang atau dihentikan
tergantung putusan hakim sebelumnya. Sayangnya dalam pasal tadi tertera jangka waktu maksimal hanya dua tahun gansis. Menurut ane sih kurang lama
coba seandainya hukuman kebiri tadi dibuat maksimal 20 tahun misalnya. Tidak terbayang selama itu si terhukum tidak mempunyai nafsu begituan
menurut ente bagaimana?







Quote:
Secara garis besar sih, ane mendukung perppu ini
Dan semoga benar-benar mampu sebagai efek jera bagi pelaku kejaharan seksual. Cuman masalahnya menurut ane beberapa pasal yang sekiranya perlu direvisi atau dibenahi atau mungkin dibuat pasal pengecualian, seperti pasal 64 tadi agar rasa keadilan dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Baik di pihak pelaku, lebih-lebih di pihak korbannya. Terimakasih danh mohon maaf bila ada salah-salah kata
Updatenya menyusul



Diubah oleh ibnutiangfei 28-05-2016 15:52
0
7.7K
Kutip
33
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan