Sampai kapankah kasus pajak PT Bank BCA akan terus terabaikan? Hingga hari ini sudah 2 tahun lebih kasus penetapan Hadi Poernomo sebagai tersangka oleh KPK. Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka kasus pajak PT Bank BCA 2003-2004 lalu, ketika Hadi Poernomo menjabat sebagai Dirjen Pajak. Hadi Poernomo dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3, Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp. 1 M.
KPK menuding Hadi Poernomo menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya ketika menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak dan mengurus masalah wajib pajak PT Bank BCA tahun 1999 di Direktorat Jenderal Pajak pada 2003-2004. Ketika itu, PT Bank BCA mengajukan surat keberatan transaksi non-performance loan (NPL) atau kredit macet sebesar Rp. 5,7 T kepada Direktur PPh Ditjen Pajak pada 17 Juli 2003.
Kasus yang berawal dari PT B Bank BCA mengajukan keberatan pajak atas transaksi non performance loan (kredit bermasalah) sekitar 17 Juli 2003. Nilai transaksi bermasalah PT Bank BCA sebesar Rp. 5,7 T. Pasca melakukan kajian selama hamper satu tahun saat itu, pada 13 Maret 2004, Direktorat PPh menerbitkan surat yang berisi hasil telaah mereka atas keberatan pembayaran pajak yang diajukan PT Bank BCA. Surat tersebut berisi kesimpulan PPh bahwa pengajuan keberatan pajak PT Bank BCA harus ditolak.
Akan tetapi, 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak ketika itu justru memerintahkan Direktur PPh untuk mengubah kesimpulan. Melalui nota dinas tertanggal 18 Juli 2004, Hadi Poernomo meminta Direktur PPh untuk mengubah kesimpulannya sehingga keberatan pembayaran pajak yang diajukan PT Bank BCA diterima seluruhnya.
Sehingga, Hadi Poernomo langsung mengeluarkan surat keputusan ketetapan wajib pajak nihil yang isinya menerima seluruh keberatan pajak PT Bank BCA selaku wajib pajak. Dengan demikian, tidak ada lagi waktu untuk Direktorat PPh dalam memberikan tanggapan yang berbeda atas putusan Dirjen Pajak tersebut.
Selain itu, Hadi Poernomo diduga mengabaikan adanya fakta materi keberatan yang diajukan bank lain yang memiliki permasalahan sama dengan PT Bank BCA. pengajuan keberatan pajak yang diajukan bank lain tersebut ditolak. Namun, pengajuan yang diajukan PT Bank BCA diterima, padahal kedua bank itu memiliki permasalahan yang sama.
Pada kasus tersebut, PT Bank BCA sebagai pihak yang diuntungkan tentu menimbulkan kecurigaan. Betapa tidak, pasalnya besar kemungkinan bahwa Hadi Poernomo telah terima gratifikasi dari pihak PT Bank BCA, ditambah adanya fakta dalam pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara, tahun 2010 Hadi Poernomo memiliki harta senilai Rp. 38,8 M dan memiliki banyak tanah, termasuk tanah di Los Angeles, California, Amerika Serikat.
Hadi Poernomo tercatat pertama kali melaporkan hartanya pada tanggal 6 Juli 2001. Ketika itu, Hadi Poernomo baru menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak. Total kekayaan yang dimiliki ialah Rp. 13. 855.379.000 dan US$ 50.000. akan tetapi, tanggal 14 Juni 2006, ketika Hadi Poernomo sudah tidak lagi mejabat sebagai Dirjen Pajak, kekayaannya justru melonjak menjadi Rp. 26. 061. 814.000 dan US $50.000.
Namun, pada kenyataannya setelah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 21 April 2014 lalu, Hadi Poernomo belum sekalipun menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Ada apa gerangan dengan KPK? Apakah penetapan Hadi Poernomo sebagai tersangka dan keputusan KPK mengangkat kembali penyidikan terhadap kasus PT Bank BCA semata-mata hanya untuk mempolitisasi kasus terkait kepentingan Abraham Samad di Pilpres 2014 lalu? Sebaiknya dalam menangani kasus ini, pengadilan maupun KPK harus independen menyelesaikan kasusnya. Jangan memihak siapapun. Untuk apa KPK mengajukan penyidikan tetapi hasilnya hingga sekarang masih nihil.
Sumber:
https://nasional.tempo.co/read/news/...pencucian-uang
http://news.okezone.com/read/2015/05...-hadi-poernomo
http://nasional.kompas.com/read/2014....Hadi.Poernomo