- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Belajar dari Penolakan Berharga Pendiri WhatsApp


TS
rendymyid
Belajar dari Penolakan Berharga Pendiri WhatsApp

Dream - “Ditolak kantor Twitter. Tak apa. Akan menjadi perjalanan panjang.” Kalimat itu diunggah akun @brianacton. Tertanggal 23 Mei 2009.
Empat bulan berselang, akun itu kembali berkicau. Nadanya sama. Soal penolakan kerja. Tapi kali ini bukan Twitter, melainkan Facebook yang menolak.
“Facebook menolakku. Ini kesempatan besar untuk bertemu orang-orang hebat. Menatap ke depan untuk perjalanan hidup berikutnya.” Kala itu, 3 Agustus 2009.
Pemilik akun yang bercuit tentang penolakan kerja itu adalah Brian Acton. Banyak orang mahfum, dia adalah bekas petinggi Yahoo. Di perusahaan mesin pencari ini, dia menjabat wakil presiden bidang teknik.
Pengalaman itu ternyata bukan jaminan. Dua perusahaan beken di Silicon Valey itu tak menyediakan tempat untuk Acton. Meski status lulusan ilmu komputer Stanford University ini mentereng. Bekas orang besar ke-44 di Yahoo.
Siapa tak kenal perusahaan mesin pencari di internet itu. Menjadi raja dunia maya di masanya. Tapi curriculum vitae itu ternyata tak berlaku bagi Twitter dan juga Facebook.
Bagi sebagian orang, mungkin merasa sesak menerima kenyataan itu. Tapi tidak bagi Acton. Pria kelahiran Michigan, Amerika Serikat, 27 Februari 1972, ini tetap optimis. Sejak penolakan itu dia terus berusaha, menata hidup baru.
***
Acton luntang-lantung sejak mundur dari Yahoo tahun 2007. Sembilan tahun dia lewatkan di perusahaan ini. Sejumlah posisi dia jabat, termasuk di Yahoo Shopping. Posisi terakhir wakil presiden bidang teknik.
Selama di Yahoo, dia mengurusi banyak hal. Semua tak ada masalah. Tapi ada satu yang mengganggu. Dia tak suka melihat iklan yang bertebaran di laman itu.
Rasa bosan memuncak. Tepat 31 Oktober 2007 Acton mundur. Dia tak sendiri. Satu karibnya, Jan Koum, juga keluar dari Yahoo.
Acton bergabung dengan Koum yang membangun aplikasi dengan modal uang tabungan US$ 400 ribu atau sekitar Rp 5 miliar. Perusahaan yang dibangun pada 24 Februari 2009 itu diberi nama WhatsApp.
Acton dan Koum mewujudkan idealisme. Membangun aplikasi tanpa gangguan iklan. Acton bahkan menulisi dinding kamar dengan cita-cita aplikasi tanpa iklan.
“Tanpa Iklan! Tanpa Permainan! Tanpa Gimmick!” tulis Acton.
Saat awal, mereka berjibaku merawat perusahaan aplikasi yang berbasis California itu. Tanpa gaji. WhatsApp masih seumur jagung. Masih bayi. Belum bisa menghasilkan apa-apa.
Saat itu, aplikasi Twitter dan Facebook tengah berkembang pesat. Sehingga Acton tergiur melamar untuk mendapat pemasukan. Namun gagal. Dia tak diterima. Nasib serupa juga dialami Koum.
Tak ingin larut dalam kegagalan, keduanya kembali fokus menghidupi WhatsApp. Segala upaya mereka kerahkan demi terciptanya perpesanan tanpa iklan dan nyaman bagi penggunanya.
Kegagalan demi kegagalan mereka alami. Aplikasi WhatsApp masih jauh dari beres. Dalam beberapa kali percobaan, mengalami crash dan gagal diaktivasi.
Koum bahkan berniat menutup perusahaan itu. Dia ingin mencari pekerjaan lain. Tapi Acton mendorongnya untuk tetap bertahan beberapa bulan lagi.
Setelah ditolak oleh Twitter dan Facebook, Acton dan Koum melempar WhatsApp ke App Store milik Apple. Kepercayaan diri mereka bertambah. Acton dan lima mantan pegawai Yahoo! menanamkan investasi di perusahaan.
Januari 2010, WhatsApp masuk ke pasar sistem operasi Blackberry. Masih di tahun yang sama, tepatnya di bulan Agustus, WhatsApp melenggang di toko Android, Play Store.
Brian dan Koum meraih jalan melanjutkan misi, aplikasi tanpa iklan. Demi membangun infrastruktur dan komponen jaringan, mereka mengubah status gratis ke berbayar bagi pengguna WhatsApp. Pilihan yang sebetulnya berisiko.
Tapi, berbagai keunggulan WhatsApp membuat pengguna ponsel cerdas kepincut. Perusahaan pemodal Sequoia Capital bahkan menawarkan investasi US$8 juta pada awal 2011.
Sejak menerima tawaran itu, WhatsApp tidak membuka investasi baru. Perusahaan yang bermarkas di Mountain View, California, Amerika Serikat, itu mampu menghasilkan uang dari layanannya.
Perhitungan mereka terbukti ampuh. Februari 2013, pemakai aktif WhatsApp mencapai angka 200 juta. Angka ini membengkak dua kali lipat pada bulan Desember dan naik lagi menjadi 500 juta pengguna pada April 2014. Puncaknya, September 2015, pemakai aktif tercatat sebanyak 900 juta.
Pesatnya pertumbuhan itulah yang membuat bos Facebook, Mark Zuckerberg, tergila-gila. Gayung bersambut, WhatsApp Inc menerima tawaran Facebook dengan mahar sebesar US$ 19 miliar atau setara Rp 258 triliun.
Acton mendapat US$ 3 miliar atau sekitar Rp 40 triliun dari total nilai investasi yang dia tanam. Angka itu terus melonjak, seiring kemajuan WhatsApp. Forbes mencatat, kekayaan Acton kini mencapai Rp 67 triliun.
Ya, Acton –dan juga Koum– dulu memang pernah ditolak oleh Facebook. Tapi kemudian mereka kembali datang, bukan melamar kerja, tapi sudah naik kelas. Sebagai bos.
Ditolak kerja, bukan akhir dari kehidupan. Bahkan bisa jadi awal kesuksesan. Dan Acton menjadi salah seorang yang telah membuktikn takdir itu. Penolakan itu ternyata "berharga".

Dikutip dari Dream.co.id
Diubah oleh rendymyid 29-05-2016 10:11
0
1.6K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan