- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pakar Hukum: Keputusan Ahok Soal Reklamasi Bukan Diskresi


TS
kritikusulung
Pakar Hukum: Keputusan Ahok Soal Reklamasi Bukan Diskresi
Pakar hukum tata negara dari Universitas Airlangga, Harjono, mengatakan putusan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama soal pembangunan fasilitas umum dengan kontribusi tambahan proyek reklamasi di Teluk Jakarta tidak tepat disebut sebagai diskresi.
Merujuk pada definisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Harjono justru menilai pengambilan keputusan tersebut sebagai keputusan manajerial yang memang melekat pada jabatan. "Kenapa bukan diskresi? Karena kalau diskresi keputusannya satu pihak saja. Sedangkan yang dilakukan (Basuki) itu keputusan yang diambil berdasarkan pada perjanjian," kata Harjono saat dihubungi Tempo, Ahad, 22 Mei 2016.
Menurut dia, yang jadi ukuran Doelmatigheid (ketercapaian tujuan) adalah untuk keuntungan siapa. Ia justru mengapresiasi langkah Ahok karena ketentuan tidak mewajibkan, tapi justru pihak swasta memilih untuk terlibat. "Kalau ada masalah, semestinya swasta yang berkeberatan dan melakukan permohonan pembatalan,” katanya.
Doelmatig, kata Harjono, merupakan suatu putusan yang tak hanya berdasarkan pada hukum, tapi juga berdasarkan pada tujuan hukum, yaitu mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat. Berbeda dengan Rechtmatig (keabsahan), suatu putusan yang hanya mengandalkan hukum dan perundang-undangan saja.
Di kalangan hakim Indonesia, Harjono mengatakan, Rechtmatig masih lebih sering digunakan dibanding Doelmatig. Hal ini, menurut dia, terjadi karena, dari segi pertanggungjawaban, risikonya lebih kecil dalam menerapkan Rechtmatig ketimbang Doelmatig. Selain itu, sistem pengajaran di fakultas hukum cenderung menekankan pada Rechtmatig saja.
“Pembangunan fasilitas umum sebagai kontribusi tambahan proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang tertuang dalam perjanjian tertulis antara Pemprov dan swasta justru menjadi bukti kuat untuk tidak adanya upaya pemerasan,” mantan Hakim Konstitusi itu bertutur.
Harjono mengatakan prinsip hukum ketika terjadi pertentangan antara keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, yang harus diprioritaskan secara berurutan adalah keadilan, kemudian kemanfaatan, dan terakhir barulah kepastian.
Walau begitu, Harjono mengingatkan adanya penjelasan penyalahgunaan wewenang pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang membuat penyidik dan penuntut umum tindak pidana korupsi eks Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, kerap menafsirkan pengertian dan istilah Penyalahgunaan Wewenang.
Hal tersebut akan membuat mudah penuntutan dan pembuktian tindak pidana korupsi oleh Penyelenggara Negara atau pegawai negeri lain atau aparat penegak hukum.
Jika kondisi tersebut terjadi, Harjono mempersilakan Ahok untuk melihat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan untuk mengajukan permohonan ke Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) demi membuktikan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
"Apabila putusan hakim menyatakan tidak ada penyalahgunaan wewenang, pejabat tersebut telah terhindar dari sanksi pidana akibat tindak pidana korupsi, yang selama ini menjadi opini Komisi Pemberantasan Korupsi dan diutarakan ke media massa," kata Harjono.
INI SUMBERNYA DARI TEMPO LHO...!!
Alasan DISKRESI yang dikatakan Ahok sebenarnya hanya bualan belaka
lebih tepatnya itu UANG PELICIN
KPK harus Mengkap Ahok
AHOK dan SANUSI tidak jauh beda
sama-sama nerima suap dari Pengembang reklamasi
#KPKTangkapAhok
Merujuk pada definisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Harjono justru menilai pengambilan keputusan tersebut sebagai keputusan manajerial yang memang melekat pada jabatan. "Kenapa bukan diskresi? Karena kalau diskresi keputusannya satu pihak saja. Sedangkan yang dilakukan (Basuki) itu keputusan yang diambil berdasarkan pada perjanjian," kata Harjono saat dihubungi Tempo, Ahad, 22 Mei 2016.
Menurut dia, yang jadi ukuran Doelmatigheid (ketercapaian tujuan) adalah untuk keuntungan siapa. Ia justru mengapresiasi langkah Ahok karena ketentuan tidak mewajibkan, tapi justru pihak swasta memilih untuk terlibat. "Kalau ada masalah, semestinya swasta yang berkeberatan dan melakukan permohonan pembatalan,” katanya.
Doelmatig, kata Harjono, merupakan suatu putusan yang tak hanya berdasarkan pada hukum, tapi juga berdasarkan pada tujuan hukum, yaitu mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat. Berbeda dengan Rechtmatig (keabsahan), suatu putusan yang hanya mengandalkan hukum dan perundang-undangan saja.
Di kalangan hakim Indonesia, Harjono mengatakan, Rechtmatig masih lebih sering digunakan dibanding Doelmatig. Hal ini, menurut dia, terjadi karena, dari segi pertanggungjawaban, risikonya lebih kecil dalam menerapkan Rechtmatig ketimbang Doelmatig. Selain itu, sistem pengajaran di fakultas hukum cenderung menekankan pada Rechtmatig saja.
“Pembangunan fasilitas umum sebagai kontribusi tambahan proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang tertuang dalam perjanjian tertulis antara Pemprov dan swasta justru menjadi bukti kuat untuk tidak adanya upaya pemerasan,” mantan Hakim Konstitusi itu bertutur.
Harjono mengatakan prinsip hukum ketika terjadi pertentangan antara keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, yang harus diprioritaskan secara berurutan adalah keadilan, kemudian kemanfaatan, dan terakhir barulah kepastian.
Walau begitu, Harjono mengingatkan adanya penjelasan penyalahgunaan wewenang pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang membuat penyidik dan penuntut umum tindak pidana korupsi eks Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, kerap menafsirkan pengertian dan istilah Penyalahgunaan Wewenang.
Hal tersebut akan membuat mudah penuntutan dan pembuktian tindak pidana korupsi oleh Penyelenggara Negara atau pegawai negeri lain atau aparat penegak hukum.
Jika kondisi tersebut terjadi, Harjono mempersilakan Ahok untuk melihat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan untuk mengajukan permohonan ke Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) demi membuktikan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
"Apabila putusan hakim menyatakan tidak ada penyalahgunaan wewenang, pejabat tersebut telah terhindar dari sanksi pidana akibat tindak pidana korupsi, yang selama ini menjadi opini Komisi Pemberantasan Korupsi dan diutarakan ke media massa," kata Harjono.
INI SUMBERNYA DARI TEMPO LHO...!!
Alasan DISKRESI yang dikatakan Ahok sebenarnya hanya bualan belaka
lebih tepatnya itu UANG PELICIN
KPK harus Mengkap Ahok
AHOK dan SANUSI tidak jauh beda
sama-sama nerima suap dari Pengembang reklamasi
#KPKTangkapAhok








0
1.6K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan