- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
159.000 Balita di Kabupaten Bogor Berfisik Pendek


TS
heavenisnomore
159.000 Balita di Kabupaten Bogor Berfisik Pendek
INILAH, Bogor - Sebanyak 27 persen dari 530 ribu atau 159.000 jiwa jumlah anak-anak di Kabupaten Bogor mengalami stunting (pendek) akibat kekurangan gizi berulang dari mulai janin hingga bayi berusia dua tahun.
"Jumlah angka anak stunting atau kekurangan gizi berulang dari mulai janin hingga bayi berusia dua tahun di Kabupaten Bogor mencapai 27 persen dari jumlah anak 530.000 jiwa," ujar Kabid Bina Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Devy Siregar.
Ia menambahkan anak stunting ada di empat puluh kecamatan di bumi tegar beriman, karena di setiap kecamatan ada kantung-kantung kemiskinan.
"Penyebarannya ada di setiap kecamatan. Anak stunting ini terjadi selain karena kurang gizi juga adanya pernikahan dini di bawah usia 20 tahun. Ada kaitan antara pernikahan dini dengan anak stunting, karena jika wanita menikah di usia dini, kondisi kandungan atau rahimnya belum siap," tambah Devy.
Untuk mencegah anak atau bayi mengalami stunting, Devy pun menganjurkan agar ibu rajin memeriksa kandungan atau bayinya ke Posyandu.
"Dari 530.000 jumlah anak berusia dua tahun atau bayi, hanya 430 ribu yang datang ke Posyandu. Harus ada keterlibatan Kepala Desa, Camat, RT dan RW agar kesehatan ibu dan bayi terjamin," lanjutnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Camalia Wilayat Sumaryana menerangkan ada dua faktor penyebab anak atau bayi stunting.
"Selain karena gizi buruk, faktor keturunan atau gen juga menjadi penyebab bayi atau anak stunting. Kasus rendahnya tumbuh kembang anak ini juga karena kebiasaan masyarakat atau ibu yang lebih fokus memberi makan untuk ayah ketimbang anaknya. Padahal anak itu harus dipentingkan juga asupan gizinya karena mereka terus tumbuh berkembang. Jadi stigma tersebut harus diubah oleh masyarakat," terangnya.
Terpisah, Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor Siti Farikah memaparkan tingkat konsumsi protein hewani baik ikan, ayam, sapi baru mencapai 32 Kg/kapita/per tahun, di mana angka ini lebih rendah dari Malaysia yang mencapai 45 Kg/kapita/per tahun.
"Selain karena protein, tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia juga rendah yaitu 13,5 Kg/kapita/tahun yang jauh dari Singapura 46,1 Kg/kapita/tahun, India 48,6 Kg/kapita/tahun dan Malaysia 53,6 Kg/kapita/tahun. Agar anak atau bayi tidak mengalami stunting atau pendek atau kerdil, asupan protein hewani dan susu untuk ibu hamil maupun bayinya harus diperhatikan," papar Siti Farikah.
Ia melanjutkan, jumlah ketersedian daging sapi dan susu terbilang kurang di Kabupaten Bogor. Contohnya jumlah ketersediaan susu yang kurang dari 10.000 liter per hari karena jumlah sapi perah baru sekitar 1000 ekor.
"Harusnya di Kabupaten Bogor konsumsi susu 10.000 liter per hari namun kuota itu belum terpenuhi. Untuk antisipasinya masyarakat bisa menggantinya dengan susu instan," lanjut Siti Farikah.
Anggota komisi IV DPRD Kabupaten Bogor Habib Agil Salim Alatas menyoroti rendahnya bantuan pangan bagi warga miskin yang cuma mencapai 3000 per hari.
"Saat ini DPRD sedang menggodok meningkatkan angggaran bantuan untuk warga miskin, dan program agar mereka bangkit dari kemiskinannya. Kami lagi membuat payung hukumnya agar penangganan masalah ini tidak ditangani pejabat sekelas Kepala Bidang (Kabid) dengan memisahkan Bidang Sosial menjadi dinas yang terpisah dari Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi," terang Habib.
Politisi PPP ini juga meminta agar Bupati Bogor Nurhayanti meniru langkah Walikota Surabaya Risma yang berani menganggarkan Rp 240 juta per tahun untuk makan dan pembinaan orang terlantar.
"Saya minta Kabupaten Bogor juga berani karena sesuai Undang-undang fakir miskin dan orang terlantar di tanggung negara dan kalau kita tidak mau dibilang pendusta agama kita tidak boleh menelantarkan fakir miskin dan anak yatim," pungkasnya. [ito]
http://www.inilahkoran.com/berita/ja...erfisik-pendek
tangkap gizinya
"Jumlah angka anak stunting atau kekurangan gizi berulang dari mulai janin hingga bayi berusia dua tahun di Kabupaten Bogor mencapai 27 persen dari jumlah anak 530.000 jiwa," ujar Kabid Bina Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Devy Siregar.
Ia menambahkan anak stunting ada di empat puluh kecamatan di bumi tegar beriman, karena di setiap kecamatan ada kantung-kantung kemiskinan.
"Penyebarannya ada di setiap kecamatan. Anak stunting ini terjadi selain karena kurang gizi juga adanya pernikahan dini di bawah usia 20 tahun. Ada kaitan antara pernikahan dini dengan anak stunting, karena jika wanita menikah di usia dini, kondisi kandungan atau rahimnya belum siap," tambah Devy.
Untuk mencegah anak atau bayi mengalami stunting, Devy pun menganjurkan agar ibu rajin memeriksa kandungan atau bayinya ke Posyandu.
"Dari 530.000 jumlah anak berusia dua tahun atau bayi, hanya 430 ribu yang datang ke Posyandu. Harus ada keterlibatan Kepala Desa, Camat, RT dan RW agar kesehatan ibu dan bayi terjamin," lanjutnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Camalia Wilayat Sumaryana menerangkan ada dua faktor penyebab anak atau bayi stunting.
"Selain karena gizi buruk, faktor keturunan atau gen juga menjadi penyebab bayi atau anak stunting. Kasus rendahnya tumbuh kembang anak ini juga karena kebiasaan masyarakat atau ibu yang lebih fokus memberi makan untuk ayah ketimbang anaknya. Padahal anak itu harus dipentingkan juga asupan gizinya karena mereka terus tumbuh berkembang. Jadi stigma tersebut harus diubah oleh masyarakat," terangnya.
Terpisah, Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor Siti Farikah memaparkan tingkat konsumsi protein hewani baik ikan, ayam, sapi baru mencapai 32 Kg/kapita/per tahun, di mana angka ini lebih rendah dari Malaysia yang mencapai 45 Kg/kapita/per tahun.
"Selain karena protein, tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia juga rendah yaitu 13,5 Kg/kapita/tahun yang jauh dari Singapura 46,1 Kg/kapita/tahun, India 48,6 Kg/kapita/tahun dan Malaysia 53,6 Kg/kapita/tahun. Agar anak atau bayi tidak mengalami stunting atau pendek atau kerdil, asupan protein hewani dan susu untuk ibu hamil maupun bayinya harus diperhatikan," papar Siti Farikah.
Ia melanjutkan, jumlah ketersedian daging sapi dan susu terbilang kurang di Kabupaten Bogor. Contohnya jumlah ketersediaan susu yang kurang dari 10.000 liter per hari karena jumlah sapi perah baru sekitar 1000 ekor.
"Harusnya di Kabupaten Bogor konsumsi susu 10.000 liter per hari namun kuota itu belum terpenuhi. Untuk antisipasinya masyarakat bisa menggantinya dengan susu instan," lanjut Siti Farikah.
Anggota komisi IV DPRD Kabupaten Bogor Habib Agil Salim Alatas menyoroti rendahnya bantuan pangan bagi warga miskin yang cuma mencapai 3000 per hari.
"Saat ini DPRD sedang menggodok meningkatkan angggaran bantuan untuk warga miskin, dan program agar mereka bangkit dari kemiskinannya. Kami lagi membuat payung hukumnya agar penangganan masalah ini tidak ditangani pejabat sekelas Kepala Bidang (Kabid) dengan memisahkan Bidang Sosial menjadi dinas yang terpisah dari Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi," terang Habib.
Politisi PPP ini juga meminta agar Bupati Bogor Nurhayanti meniru langkah Walikota Surabaya Risma yang berani menganggarkan Rp 240 juta per tahun untuk makan dan pembinaan orang terlantar.
"Saya minta Kabupaten Bogor juga berani karena sesuai Undang-undang fakir miskin dan orang terlantar di tanggung negara dan kalau kita tidak mau dibilang pendusta agama kita tidak boleh menelantarkan fakir miskin dan anak yatim," pungkasnya. [ito]
http://www.inilahkoran.com/berita/ja...erfisik-pendek
tangkap gizinya

0
1.9K
25


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan