- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Soal Diskresi Reklamasi Ahok, Ketua KPK: Tanda Tanya Besar


TS
victim.o.gip99
Soal Diskresi Reklamasi Ahok, Ketua KPK: Tanda Tanya Besar
TEMPO.CO, Jakarta- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan birokrat tak boleh bertindak tanpa ada landasan hukum atau acuan yang jelas. Pernyataan ini menanggapi diskresi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengenai barter pembangunan fasilitas umum dengan kontribusi tambahan proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang sedang diusut KPK.
Menurut Agus, semua tindakan yang belum memiliki dasar hukum di tingkat pusat boleh dibuatkan peraturan pada tingkat daerah, baik peraturan daerah maupun peraturan gubernur. Maka, sebelum melaksanakan diskresi, seharusnya Ahok membuat peraturan daerah lebih dulu."Jangan kemudian kita sebagai birokrat bertindak sesuatu tanpa acuan peraturan perundang-undangan, kan enggak boleh," kata Agus di kantornya, Jumat, 20 Mei 2016.
Tidak adanya aturan yang melandasi diskresi tadi, Agus melanjutkan, memunculkan persoalan. "Kalau enggak ada peraturannya, itu kami ada tanda tanya besar," ucap Agus.
Persoalan diskresi ini mencuat berkat Direktur Utama Podomoro Land Ariesman Widjaja. Dia mengaku kepada penyidik KPK bahwa ada 13 proyek PT Muara Wisesa Samudra, perusahaan anak usaha Agung Podomoro, yang anggarannya akan dijadikan pengurangan kontribusi tambahan proyek reklamasi. Pengurangan terjadi kalau Agung Podomoro membangun fasilitas umum untuk DKI Jakarta.
Pengembang yang dimintanya membangun proyek pengurang kontribusi selain Podomoro adalah PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah, dan PT Jaladri Eka Paksi.
Ahok sudah menjawab. Dia menerangkan, proyek pengurang kontribusi tambahan itu dilakukan berdasar wewenang diskresi yang dia miliki. Ahok mengakui, ketika diskresi diputuskan pada 2014, memang belum ada dasar hukumnya. Diskresi, menurut Ahok, juga dijadikan pengikat komitmen pengembang yang awalnya menolak membayar kontribusi tambahan reklamasi di depan mengingat izin pelaksanaan reklamasi belum terbit.
Menurut Agus, semua tindakan yang belum memiliki dasar hukum di tingkat pusat boleh dibuatkan peraturan pada tingkat daerah, baik peraturan daerah maupun peraturan gubernur. Maka, sebelum melaksanakan diskresi, seharusnya Ahok membuat peraturan daerah lebih dulu."Jangan kemudian kita sebagai birokrat bertindak sesuatu tanpa acuan peraturan perundang-undangan, kan enggak boleh," kata Agus di kantornya, Jumat, 20 Mei 2016.
Tidak adanya aturan yang melandasi diskresi tadi, Agus melanjutkan, memunculkan persoalan. "Kalau enggak ada peraturannya, itu kami ada tanda tanya besar," ucap Agus.
Persoalan diskresi ini mencuat berkat Direktur Utama Podomoro Land Ariesman Widjaja. Dia mengaku kepada penyidik KPK bahwa ada 13 proyek PT Muara Wisesa Samudra, perusahaan anak usaha Agung Podomoro, yang anggarannya akan dijadikan pengurangan kontribusi tambahan proyek reklamasi. Pengurangan terjadi kalau Agung Podomoro membangun fasilitas umum untuk DKI Jakarta.
Pengembang yang dimintanya membangun proyek pengurang kontribusi selain Podomoro adalah PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah, dan PT Jaladri Eka Paksi.
Ahok sudah menjawab. Dia menerangkan, proyek pengurang kontribusi tambahan itu dilakukan berdasar wewenang diskresi yang dia miliki. Ahok mengakui, ketika diskresi diputuskan pada 2014, memang belum ada dasar hukumnya. Diskresi, menurut Ahok, juga dijadikan pengikat komitmen pengembang yang awalnya menolak membayar kontribusi tambahan reklamasi di depan mengingat izin pelaksanaan reklamasi belum terbit.
https://m.tempo.co/read/news/2016/05...da-tanya-besar
Mari kita buktikan betapa pembohongnya si Hoktod itu. Lihat keterangan dia sendiri dulu.
Berita di detik:
==========
Jakarta - Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengadakan perjanjian dengan para perusahaan pengembang reklamasi. Perjanjian itulah yang menjadi dasar penarikan kewajiban tambahan kontribusi dari para pengembang. Namun, apa sebenarnya legitimasi kuat yang mendasari perjanjian itu?
Di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (13/5/2016) malam, Ahok menjelaskan soal perjanjian yang dia bikin pada rapat tanggal 18 Maret 2014 itu. Ahok menyebut itu sebagai 'perjanjian preman'.
===========
Nah sekarang lihat UU No 30 tahun 2014 soal Diskresi seperti alasan si Hoktod. UU ini ditetapkan baru bulan September 2014. UU tidak boleh berlaku mundur.
Artinya si Hoktod berbohong kalau mengatakan dia memakai UU No 30 tahun 2014 sebagai alasan. Artinya si Hoktod membuat perjanjian sendiri tanpa payung hukum sama sekali. Artinya si Hoktod sebentar lagi akan masuk penjara. Artinya panastaik akan menangis bombay.

0
6.3K
109


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan