Kaskus

Entertainment

glenhanzskyAvatar border
TS
glenhanzsky
INI BUKTI KALAU NDONESIA MASIH DI JAJAH SAMPAI SAAT INI...!!!
INI BUKTI KALAU NDONESIA MASIH DI JAJAH SAMPAI SAAT INI...!!!

PEREBUTAN HAK ATAS TANAH...!!!

BeritaPekerja.com – Dalam perkembangan masyarakat Indonesia terkait dengan struktur kepemilikan tanah telah melewati beberapa fase perubahan, yaitu meliputi fase sebelum kemerdekaan dan fase sesudah kemerdekaan.

Fase pertama ketika masyarakat hidup secara komunal, berkelompok yang saling menopang hidup satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Fase kedua berubah ke masa kerajaan dimana sang raja dalam masa ini telah menjadi kekuatan yang sangat mutlak dalam mengatur kehidupan masyarakat, sang raja merupakan sumber hukum utama, sehingga masa ini tanah telah menjadi milik raja dan masyarakat yang berhak mengelolanya memberikankan hasil pertaniaan kepada raja sebagai sebuah upeti kepada raja.

Berikutnya fase kedatangan pedagang-pedagang dari eropa untuk menguasai hasil bumi dan munculah monopoli perdagangan yang dilakukan VOC dan inilah fase ketiga. Fase ini yang kemudian memunculkan apa yang dinamakan imperialisme, kolonialiasme atau penjajahan yang membawa terampasnya tanah-tanah rakyat untuk kepentingan penjajah.

Masyarakat hanya dijadikan menjadi buruh tani dan dipekerjakan secara paksa dan di ekploitasi untuk mengelola tanah-tanah yang dikuasai oleh penjajah tersebut, hasil tanah dinikmati penjajah dan hasil pertanian di negara jajahan untuk memperkaya negara induk.

Peristiwa pasca kemerdekaan 1945 menjadi peristiwa penting selanjutnya pada masyarat Indonesia dan masa pemerintahan Sukarno sebagai pemegang kekuasaan meletakkan dasar konsep revolusi pembangunan semesta yaitu penataan kembali struktur kepemilikan penguasaan hak atas tanah. Yang mana hal ini menjadi agenda revolusi pembangunan semesta yang sangat penting dalam pembangunan pasca kemerdekaan. Ketika itu telah menetapkan dan melahirkan redistribusi tanah untuk rakyat melalui Landreform yang tertuang dalam UUPA 1960.

Landreform atau perubahan struktur kepemilikan hak atas tanah yang pernah di kuasai penjajah bertujuan menghapus kelas-kelas tuan tanah, menghapus buruh tani dan tanah diberikan kepada mereka yang mengerjakan saja. Program landreform ini juga sebagai upaya mengatasi ketimpangan kepemilikan tanah yang selama ini dikuasai tuan-tuan tanah dan penjajah serta pemerataan pendapatan, dan hal ini juga sebagai sarana menciptakan keadilan dan kesejahteraan rakyat dan sebagai prasyarat pembanguan yang berkeadilan sesuai konstitusi kemerdekaan.

Selanjutnya untuk meningkatkan produktifitas nasional dan mendorong pertanian yang mandiri tanpa harus mengandalkan investasi dan hutang luar negeri secara gotong-royong dalam bentuk koperasi dan untuk mencapai kesejahteraan bersama yang dibarengi dengan bank-bank perkreditan petani yang diperuntukkan untuk kepentingan pembangunan pertanian dan masyarakat petani agar terlepas dari penghisapan. Landreform juga merupakan basis pembangunan berdasarkan prinsip bahwa tanah tidak boleh dijadikan sebagai alat penghisapan.

Hal ini bertujuan bahwa landreform untuk mempertinggi penghasilan petani kecil atau petani penggarap sebagai prasyarat menyelenggarakan pembangunan Negara menuju masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera. Tetapi agenda ini tidak berlangsung lama karena munculnya kekuatan politik baru yang bernama Orde Baru, yang mana agenda pembangunan mengagendakan landreform sebagai landasan ideologi politiknya.

Pemerintahan selanjutnya tidak lagi menempatkan landreform/pembaruan struktur tanah menjadi agenda pembangunan yang fundamental dan menjadi urusan yang harus dilanjutkan. Tetapi fokus pemerintahan adalah untuk industrialiasasi dan pertumbuhan ekonomi dengan mengandalkan investasi. Dan sektor agraria di tempatkan hanya sebagai pendukung pembangunan yang bercorak industrialisasi tersebut.

Dan pada gilirannya yang terjadi adalah konfik rakyat dengan investor yang hendak mengindustrialisasi tanah-tanah milik rakyat untuk industri sehingga rakyat terpinggirkan yang mana telah menghilangkan etika konstitusi dimana kekayaan Negara di peruntukkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pengadaan tanah untuk industri besar dengan intervesi pemerintah telah melahirkan konflik yang berkepanjangan. Dan telah memakan korban jiwa yang sedemikian besar dan berbagai penculikan kepada masyarakat yang membutuhkan tanah untuk hidup.

Konsep pembangunan yang mengandalkan investasi dan hutang luar negeri sebagai modal penggerak pembangunan akhirnya melahirkan kesenjangan pembangunan. Terjadi penggusuran terhadap rakyat atas nama kepentingan pembangunan. Kebijakan Pemerintah dan investor melakukan eksploitasi terhadap tanah dan yang di bungkus dengan pembukaan lapangan kerja dan pembangunan model seperti ini akan menghilangkan lahan kehidupan masyarakat. Akhirnya akan melahirkan kemiskinan dan konflik agraria yang tak pernah usai.

Di era ini juga terjadi krisis global yang merambat ke Indonesia dimana pondasi pembangunan industrialisasi yang mengandalkan investasi yang telah dilaksanakan sangat rapuh terhadap krisis global karena telah bergantung kepada investasi internasional.

Krisis ekonomi yang di tandai dengan reformasi telah melahirkan protes rakyat terhadap struktur penguasaan sumber daya alam dan kepemilikan hak atas tanah atau reclaming yang yang pernah di gaungkan sejak kemerdekaan kembali menjadi sebuah tuntutan.

Kepemilikan hak atas tanah atas pembangunan industri perkebunan, pertambangan untuk kepentingan investor kembali digugat. Pembaharuan struktur kepemilikan hak atas tanah demi pemerataan dan keadilan seperti yang tertuang pada Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 haruslah menjadi sesuatu keniscayaan.

Gugatan tersebut juga terjadi di Sumatera-Utara, Jawa Barat, Lampung, Bengkulu dan daerah lainnya menjadi sebuah tuntutan yang sesungguhnya harus di jawab Negara agar kekerasaan atas nama pembangunan tidak terulang, tak terkecuali peristiwa ini juga terjadi pada perkebunan PTPN III Bangun yang terletak kelurahan Gurilla sampai Tanjung Pinggir di wilayah kabupaten Simalungun dan Pematangsiantar.

Pada tahun 2003 menjelang habis masa kontrak HGU PTPN III Bangun kembali di gugat kelompok-kelompok masyarakat. Menuntut kembali tanah perkebunan tersebut di kembalikan kepada rakyat yang dirampas dengan memakai kekerasan ketika pemerintahan masa lalu.

Peristiwa pendudukan lahan perkebunan PTPN III Bangun yang terletak Simalungun/Pematangsiantar oleh kelompok-kelompok masyarakat telah berjalan 12 (dua belas tahun) silam menjadi salah satu simbol sebuah tuntutan pelaksanaan landreform dikabupaten simalungun dan kota pematangsiantar.

Masyakat menguasai lahan sampai kini tidak kunjung mendapatkan respon negara atas sebuah legitimasi. Ketidakhadiran negara atas peristiwa tersebut dan pembiaran situasi tersebut akan menciptakan spekulasi dan ketidakpastian sehingga keberadaan rakyat di tengah sebuah ancaman dan tarik menarik kepentingan penguasaan kepemilikan hak atas tanah yang bernama investor.

"Kepentingan investasi dan industri yang kerap di bungkus atas nama pembangunan menghantui masyarakat"


SUMBER : BeritaPekerja.com
Diubah oleh glenhanzsky 05-03-2019 04:38
0
2.8K
29
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan