- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
Tokoh Tokoh asing yang membantu kemerdekaan Indonesia


TS
fkfebrikd5
Tokoh Tokoh asing yang membantu kemerdekaan Indonesia
1. Laksamana Muda Maeda Tadashi (1898 -1977).

Laksamana Muda Maeda Tadashi lahir di Kagoshima, Jepang, pada tanggal 3 Maret 1898. Beliau meninggal pada tanggal 13 Desember 1977 pada umur 79 tahun. Beliau adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Selama pendudukan Indonesia di bawah Jepang, ia menjabat sebagai Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Tentara Kekaisaran Jepang. Laksamana Muda Maeda memiliki peran yang cukup penting dalam kemerdekaan Indonesia dengan mempersilakan kediamannya yang berada di Jl. Imam Bonjol, No.1, Jakarta Pusat sebagai tempat penyusunan naskah proklamasi oleh Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebardjo, ditambah sang juru ketik Sayuti Melik. Selain itu, dia juga bersedia menjamin keamanan bagi mereka. Kini, bekas kediamannya itu menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
2. Muhammad Amin AL-Hussaini (1895/1897 – 1974).
.avi_snapshot_12.57_%5B2013.07.09_21.36.30%5D.jpg)
Syekh Muhammad Amin Al-Husaini seorang ulama yang kharismatik, mujahid, mufti Palestina yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap kaum muslimin serta negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia, walaupun pada saat itu beliau sedang berjuang melawan imperialis Inggris dan Zionis yang ingin menguasai kota Al-Quds, Palestina.
Beliau memiliki nama lengkap Muhammad Amin bin Muhammad Thahir bin Musthafa Al-Husaini gelar Mufti Falestin Al-Akbar (Mufti Besar Palestina), lahir di Al-Quds pada tahun 1893. Diangkat menjadi mufti Palestina pada tahun 1922 menggantikan saudaranya Muhammad Kamil Al-Husaini. Sebagai ulama yang berilmu dan beramal, memiliki wawasan yang luas, kepedulian yang tinggi, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini mengetahui dan merasakan penderitaan kaum muslimin di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia akibat penjajahan yang dilakukan kaum kolonial.
Dukungan terhadap kaum muslimin dan negeri-negeri muslim untuk merdeka dari belenggu penjajahan senantiasa dilakukan oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, termasuk dukungan bagi kemerdekaan Indonesia. Ketika tidak ada suatu negara dan pemimpin dunia yang berani memberi dukungan secara tegas dan terbuka terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia, maka dengan keberaniannya, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini mufti Palestina menyampaikan selamat atas kemardekaan Indonesia.
M. Zein Hassan Lc. Lt. sebagai pelaku sejarah, di dalam bukunya yang berjudul Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, 1980, hal. 40, menjelaskan tentang peran serta, opini dan dukungan nyata Syekh Muhammad Amin Al-Husaini secara terbuka mengenai kemerdekaan Indonesia:
“Sebagai contoh, pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan “ucapan selamat” mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini (melarikan diri ke Jerman pada permulaan perang dunia ke dua) kepada Alam Islami, bertepatan “pengakuan Jepang” atas kemerdekaan Indonesia. Berita yang disiarkan radio tersebut dua hari berturut-turut, kami sebar-luaskan, bahkan harian “Al-Ahram” yang terkenal telitinya juga menyiarkan.”
Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai mufti Palestina juga berkenan menyambut kedatangan delegasi “Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia” dan memberi dukungan penuh. Peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang, mungkin juga para pejabat dinegeri ini. Sehingga tidak mengherankan ada suara yang sumir, minor, bahkan sinis ketika ada anak negeri ini membantu perjuangan rakyat Palestina untuk merdeka, membebaskan tanah airnya dan masjid Al-Aqsha dari belenggu penjajah Zionis Israel.
“Kenapa kita mikirin negeri Palestina? Negeri sendiri saja bayak masalah!”. Maka itu gan, kita liat salah satu sejarah ini.
Setelah berjuang tanpa kenal lelah, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini wafat pada tanggal 4 Juli 1974, di makamkan di pekuburan Syuhada’, Al-Maraj, Beirut, Libanon. Kaum muslimin dan tokoh pergerakan Islam menangisi kepergian ulama pejuang, pendukung kemerdekaan Indonesia, mufti pembela tanah waqaf Palestina, penjaga kemuliaan masjid Al-Aqsha. Semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahannya, menerima amal jihadnya dalam membela tempat suci kaum muslimin, kota Al-Quds. (H. Ferry Nur S.Si, Sekjen KISPA).
3. Muhammad Ali Taher (1896-1974).
Muhammad Ali Taher merupakan seorang saudagar kaya berasal dari Palestina. Beliau tidak pernah mengeyam pendidikan di bangku sekolah dan memperoleh segala pengetahuan hanya lewat sekolah Al-Qur’an tradisional (Kouttab). Selama hidupnya Taher memiliki tiga surat kabar yaitu Ashoura, Al-Shahab, dan Al-Alam Al-Masri, yang ketiganya selalu menyuarakan nasionalisme dari negara-negara muslim di Asia dan Afrika termasuk berita tentang Indonesia. Taher juga berkawan dengan Muhammad Amin Al-Hussaini meskipun hubungan mereka naik dan turun karena berbeda pandangan politik.

Karena begitu peduli dengan sesama muslim, Taher juga sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia. Secara spontan ia menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti. Setelah itu dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia mengalir dari masyarakat Timur Tengah, demonstrasi terjadi di jalanan Palestina.
4. Muriel Stuart Walker (1989 – 1997).
Muriel Stuart Walker lahir di Glasgow, Skotlandia, yang kemudian bermigrasi bersama ibunya ke California, Amerika Serikat. Di sana ia bekerja menjadi penulis naskah di Hollywood. Sekitar tahun 1930 hingga 1932 dia menikah dengan seorang pria berkebangsaan Amerika Serikat bernama Karl Jenning Pearson. Tahun 1932 ia pindah ke Indonesia, tepatnya ke Bali karena terinspirasi sebuah film berjudul “Bali: The Last Paradise”.
Di Bali, Muriel diangkat anak oleh raja setempat bernama Anak Agung Nura. Muriel pun lalu merubah namanya menjadi Ketut Tantri yang mempunyai arti “anak keempat”. Lama tinggal di Indonesia membuatnya lancar berbahasa Bali dan Indonesia. Selanjutnya ia mendirikan
sebuah hotel di Kuta.

Selama Perang Kemerdekaan Indonesia, sekitar tahun 1945 hingga 1949, Tantri direkrut oleh nasionalis Indonesia bergerilya bersama Bung Tomo dan pejuang lainnya. Ia juga turut menyaksikan Pertempuran Surabaya. Tantri kemudian menjadi penyiar radio “Voice of Free Indonesia” (kini menjadi Voice of Indonesia, sebuah divisi otonom di bawah RRI) dan sempat menjadi penulis pidato bahasa Inggris pertama Bung Karno. Ia membuat beberapa siaran dalam bahasa Inggris dengan target pendengar barat, dan mendapat julukan “Surabaya Sue”. Di awal-awal kemerdekaan Indonesia, siaran radio memegang peranan penting untuk mengirim pesan-pesan bangsa terbaru ke seluruh dunia agar bangsa-bangsa di dunia mengenali kedaulatan Indonesia. Tantri tinggal di Indonesia selama 15 tahun, 1932 – 1947, dan sempat menjadi tawanan tentara Jepang karena tidak mau membantu mereka.
Pada tahun 1960, K’tut Tantri menerbitkan buku memoir yang berjudul “Revolt in Paradise”, yang menceritakan tentang kisah hidupnya di Indonesia. Selama tidak tinggal di Indonesia, Tantri menetap di Singapura, dan akhirnya tinggal di Australia hingga akhir hayatnya.
5. Rokus Bernardus Visser (1915 – 1977).
Visser lahir di Kanada dan merupakan seorang anak dari petani Tulip yang sukses. Selepas kuliah Visser membantu ayahnya berjualan bola lampu di London. Ketika Perang Dunia II dimulai, mereka tidak bisa pulang ke Belanda karena sedang dikuasai Jerman. Visser kemudian mendaftar menjadi tentara Belanda yang mengungsi ke Britania.
Visser dianggap berprestasi, ia kemudian disekolahkan di Sekolah Perwira sebelum dikirim ke Asia. Selanjutnya ia dikirim ke Sekolah Pasukan Para di India. Karena di Belanda sedang kacau, sementara Jepang mundur dari Indonesia di tahun 1945, dibentuklah Sekolah Pasukan Terjun Payung (School voor Opleiding van Parachutisten) dan dikirim ke Jakarta. Di bawah kepemimpinannya, sekolah ini kemudian dipindah ke Jayapura.

Visser ternyata menyukai tinggal di Asia hingga meminta istrinya yang berkebangsaan Inggris beserta keempat anaknya untuk ikut ke Indonesia, sayang istrinya menolak. Visser pun kemudian menceraikannya.
Saat Visser kembali ke Indonesia di tahun 1947, sekolah pimpinannya ternyata sudah pindah ke Cimahi, Bandung. Pada tahun 1949, Belanda harus menyerahkan kekuasaannya kepada Indonesia. Visser pun memilih menjadi rakyat sipil dan tetap tinggal di Indonesia. Ia lalu pindah ke Bandung, bertani bunga di Lembang, memeluk agama Islam, menikahi kekasihnya yang orang Sunda, dan mengganti namanya menjadi Muhammad Idjon Djanbi.
Pengalamannya sebagai anggota pasukan komando telah menarik perhatian Kolonel A. E. Kawilarang yang akan merintis pasukan komando. Djanbi pun kemudian direkrut dan aktif di TNI dengan pangkat Mayor. Pasukan istimewa ini dibentuk pada tanggal 16 April 1952 dan Djanbi menjadi komandannya. Pasukan istimewa ini selanjutnya menjadi RPKAD (Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat) yang nantinya akan menjadi Kopassus (Komando Pasukan Khusus).
6. Jan Cornelis Princen (1925 – 2002).
Princen lahir di Den Haag, Belanda, dan tumbuh menjadi anak yang tidak menyukai segala bentuk penindasan atas nama hak asasi manusia. Nantinya ia akan terkenal dengan nama Poncke Prince dan Haji Johannes Cornelis (HJC) Princen.

Saat Nazi Jerman menguasai Belanda, Seminari tempatnya sekolah diisolasi. Princen yang tak tahan pun berusaha kabur, tapi sayang ia tertangkap. Ia pun dikirim ke kamp konsentrasi di Vught dan Utrecht. Selepas dari kurungan Nazi Jerman, Princen kembali di penjara karena tidak mau ikut wajib militer. Oleh pemerintah Belanda Princen dipaksa masuk dinas militer dan dikirim ke Indonesia untuk kemudian bergabung dengan tentara kerajaan Hindia Belanda, KNIL.
Tanggal 26 September 1948, Princen meninggalkan KNIL di Jakarta dan bergabung dengan TNI. Tahun 1949 ia telah menjadi prajurit divisi Siliwangi kompi staf brigade infanteri 2, Grup Purwakarta. Ia aktif bergerilya ikut longmarch ke Jawa Barat dan menikah dengan seorang wanita Sunda bernama Odah. Sayang, Odah bersama anak yang dikandungnya meninggal ditembak tentara Belanda. Pada tahun 1949, Princen mendapat anugerah Bintang Gerilya dari Presiden Sukarno.
Pada tahun 1956 Princen politikus populer dan menjadi anggota parlemen nasional mewakili Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Tapi ia kemudian melihat banyak penyelewengan dan akhirnya mengeluarkan diri dari parlemen dan memilih untuk vokal terhadap pemerintah. Keluar masuk penjara sudah menjadi makanan Princen.
Kritik tidak hanya ditujukan kepada Orde Lama tapi juga Orde Baru. Ia kemudian mendirikan LPHAM (Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia) di tahun 1966 dan kemudian di tahun 1981 ia ikut mendirikan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia). Seumur hidupnya ia dinilai sebagai pejuang HAM.
7. Bobby Earl Freeberg (1921 – 1948).
Bobby Earl Freeberg atau sering disebut Bob Freeberg merupakan seorang pria kelahiran Parsons, Kansas, Amerika Serikat. Pada awalnya Bob berkarir sebagai pilot Angkatan Laut Amerika Serikat pada Perang Dunia II yang kemudian menjadi pilot komersial di CALI (Commercial Air Lines Incorporated) Filipina. Bob kemudian menjadi pilot di Indonesia berkat hubungannya dengan Opsir Udara III Petit Muharto Kartodirdjo yang ditugaskan mencari penerbangan komersial yang siap menembus blokade udara Belanda. Penerbangan tersebut dibutuhkan untuk bertransaksi dengan negara luar, membawa persenjataan, obat, serta melakukan misi terjun payung dan membawa orang pemerintahan Indonesia.

Penerbangan pertamanya di Indonesia terjadi pada Maret 1947. Dipandu oleh Muharto, Bob terbang ke Maguwo, Yogyakarta. Dari hasilnya menerbangkan pesawat komersil, Bob menabung dan akhirnya mampu membeli pesawat pertamanya, Dakota C-47 dan terdaftar di Republik Indonesia sebagai RI-002. Bob tidak mendaftarkannya sebagai RI-001 karena selayaknya nama tersebut disanding oleh pesawat pertama yang dimiliki oleh Indonesia. Saat itu Indonesia tidak punya satu pun pesawat angkut.
Dari surat-suratnya yang dikirim ke keluarganya di Amerika, Bob bercerita tentang ketidakadilan yang diterima Indonesia dari Belanda. Bob terlibat tidak hanya karena ia dibayar, tapi juga secara emosional.
Tanggal 1 Oktober 1948 menjadi penerbangan terakhir Bob. Ia bersama sejumlah awak pesawat menghilang yang akhirnya diketahui jatuh di sekitar Bukit Pungur, Lampung Utara, dan ditemukan bangkainya pada April 1978. Meskipun rongsokan pesawat sudah ditemukan, kerangka Bob tidak pernah ditemukan. Hal ini menyebabkan kematian Bob masih misteri, apakah jatuh ditembak, atau meninggal di tahanan Belanda.
Di kalangan AURI, Bob merupakan pribadi yang lembut namun penuh disiplin tinggi dan tak pernah mengeluh. Oleh sebab itu ia banyak disukai orang. Di mata Presiden Sukarno, Bob adalah seorang teman dari Amerika, orang yang idealis dan ditakdirkan datang untuk membantu perjuangan Indonesia.
8. Biju Patnaik (1916 – 1997).
Biju Patnaik merupakan seorang politisi dan penerbang yang berasal dari India. Kedekatannya dengan Jawaharlal Nehru membuatnya memahami perjuangan Indonesia, memandang bahwa bangsa Indonesia dengan India ada kemiripan, serta ke depannya yang bisa menjadi sekutu.

Pada tanggal 21 Juli 1947, Presiden Sukarno memerintahkan Sjahrir untuk mendatangi Konferensi Inter-Asia pertama dan guna membangunkan opini publik internasional melawan Belanda. Saat itu Belanda berupaya untuk meredam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Sjahrir tidak bisa keluar karena tidak ada akses untuk keluar dari Indonesia. Akhirnya Nehru meminta Patnaik untuk mengeluarkan Sjahrir dari Indonesia. Patnaik dan istrinya segera terbang ke Jawa dan membawa Sjahrir ke India lewat Singapura.
Atas keberaniannya, Patnaik diberi penghargaan “Bhoomi Putra”, salah satu penghargaan tertinggi yang jarang diterima oleh orang asing. Dan pada tahun 1996, ketika Indonesia berulang tahun yang ke-50, Patnaik diberi penghargaan “Bintang Jasa Utama”.
9. John Coast (1916 – 1989).
John Coast lahir di Kent, Inggris. Awalnya ia adalah pegawai Departemen Luar Negeri Inggris yang kemudian bergabung dengan Indonesia sebagai atase media untuk Presiden Sukarno di masa perjuangan kemerdekaan. Ia menuangkan pengalamannya dalam buku berjudul “Recruit to Revolution” (1952).

Pada tahun 1950 ia mengundurkan diri dari politik dan pindah ke Bali. Bersama istrinya yang berasal dari Jawa, Supianti, ia menulis dan mengorganisir penari serta musisi Bali ke Eropa dan Amerika yang ternyata sukses besar. Keberhasilannya ia tuangkan dalam buku berjudul Dancers of Bali (1953).
Coast kemudian kembali ke London di pertengahan 1950-an, menjadi manajer artis besar seperti Luciano Pavarotti, dan menjadi kontributor untuk beberapa surat kabar, juga membuat beberapa film tentang budaya Bali untuk BBC.
10. George McTurnan Kahnin (1918 – 2000).
Kahnin merupakan seorang sejarahwan dari Amerika dan ilmuan politik. Ia merupakan salah satu ahli mengenai Asia Tenggara. Ia memperoleh gelar sarjana dalam bidang sejarah dari Universitas Harvard di tahun 1940.

Antara tahun 1942 hingga 1945 Kahnin menjadi tentara dimana ia dilatih dalam sebuah grup berisi 60 orang berparasut yang nantinya akan diturunkan di Indonesia yang tengah dikuasai Jepang. Tapi hal itu akhirnya dibatalkan. Saat inilah Kahnin tertarik dengan Asia Tenggara dan belajar bahasa Indonesia serta Belanda.
Gelar Master dan Doktor nya diperoleh dengan materi utama berkaitan dengan Indonesia. Ia melakukan langsung penelitiannya di Indonesia hingga akhirnya ia ditangkap kolonial Belanda dan dikeluarkan dari Indonesia. Dalam penelitiannya tersebut ia sempat bertemu dengan tokoh-tokoh RI seperti Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan lainnya.
Kahnin yang sudah terpikat dengan perjuangan Indonesia, ikut membantu orang-orang Indonesia yang ingin belajar di Amerika Serikat. Pada tahun 1991, Menteri Luar Negeri Indonesia, Ali Alatas, memberinya penghargaan Bintang Jasa Pratama atas jasanya sebagai perintis kajian Indonesia di Amerika Serikat.
Daftar Pustaka
http://1cak.com/1652099. (25 Maret 2015)
https://id.wikipedia.org/wiki/Maeda_Tadashi. (25 Maret 2016)
http://www.eramuslim.com/berita/sila...#.VvVhBn196M8. (25 Maret 2015)
http://4muda.com/inilah-10-orang-asi...an-indonesia/. (25 Maret 2015)

Laksamana Muda Maeda Tadashi lahir di Kagoshima, Jepang, pada tanggal 3 Maret 1898. Beliau meninggal pada tanggal 13 Desember 1977 pada umur 79 tahun. Beliau adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Selama pendudukan Indonesia di bawah Jepang, ia menjabat sebagai Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Tentara Kekaisaran Jepang. Laksamana Muda Maeda memiliki peran yang cukup penting dalam kemerdekaan Indonesia dengan mempersilakan kediamannya yang berada di Jl. Imam Bonjol, No.1, Jakarta Pusat sebagai tempat penyusunan naskah proklamasi oleh Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebardjo, ditambah sang juru ketik Sayuti Melik. Selain itu, dia juga bersedia menjamin keamanan bagi mereka. Kini, bekas kediamannya itu menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
2. Muhammad Amin AL-Hussaini (1895/1897 – 1974).
.avi_snapshot_12.57_%5B2013.07.09_21.36.30%5D.jpg)
Syekh Muhammad Amin Al-Husaini seorang ulama yang kharismatik, mujahid, mufti Palestina yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap kaum muslimin serta negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia, walaupun pada saat itu beliau sedang berjuang melawan imperialis Inggris dan Zionis yang ingin menguasai kota Al-Quds, Palestina.
Beliau memiliki nama lengkap Muhammad Amin bin Muhammad Thahir bin Musthafa Al-Husaini gelar Mufti Falestin Al-Akbar (Mufti Besar Palestina), lahir di Al-Quds pada tahun 1893. Diangkat menjadi mufti Palestina pada tahun 1922 menggantikan saudaranya Muhammad Kamil Al-Husaini. Sebagai ulama yang berilmu dan beramal, memiliki wawasan yang luas, kepedulian yang tinggi, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini mengetahui dan merasakan penderitaan kaum muslimin di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia akibat penjajahan yang dilakukan kaum kolonial.
Dukungan terhadap kaum muslimin dan negeri-negeri muslim untuk merdeka dari belenggu penjajahan senantiasa dilakukan oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, termasuk dukungan bagi kemerdekaan Indonesia. Ketika tidak ada suatu negara dan pemimpin dunia yang berani memberi dukungan secara tegas dan terbuka terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia, maka dengan keberaniannya, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini mufti Palestina menyampaikan selamat atas kemardekaan Indonesia.
M. Zein Hassan Lc. Lt. sebagai pelaku sejarah, di dalam bukunya yang berjudul Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, 1980, hal. 40, menjelaskan tentang peran serta, opini dan dukungan nyata Syekh Muhammad Amin Al-Husaini secara terbuka mengenai kemerdekaan Indonesia:
“Sebagai contoh, pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan “ucapan selamat” mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini (melarikan diri ke Jerman pada permulaan perang dunia ke dua) kepada Alam Islami, bertepatan “pengakuan Jepang” atas kemerdekaan Indonesia. Berita yang disiarkan radio tersebut dua hari berturut-turut, kami sebar-luaskan, bahkan harian “Al-Ahram” yang terkenal telitinya juga menyiarkan.”
Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai mufti Palestina juga berkenan menyambut kedatangan delegasi “Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia” dan memberi dukungan penuh. Peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang, mungkin juga para pejabat dinegeri ini. Sehingga tidak mengherankan ada suara yang sumir, minor, bahkan sinis ketika ada anak negeri ini membantu perjuangan rakyat Palestina untuk merdeka, membebaskan tanah airnya dan masjid Al-Aqsha dari belenggu penjajah Zionis Israel.
“Kenapa kita mikirin negeri Palestina? Negeri sendiri saja bayak masalah!”. Maka itu gan, kita liat salah satu sejarah ini.
Setelah berjuang tanpa kenal lelah, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini wafat pada tanggal 4 Juli 1974, di makamkan di pekuburan Syuhada’, Al-Maraj, Beirut, Libanon. Kaum muslimin dan tokoh pergerakan Islam menangisi kepergian ulama pejuang, pendukung kemerdekaan Indonesia, mufti pembela tanah waqaf Palestina, penjaga kemuliaan masjid Al-Aqsha. Semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahannya, menerima amal jihadnya dalam membela tempat suci kaum muslimin, kota Al-Quds. (H. Ferry Nur S.Si, Sekjen KISPA).
3. Muhammad Ali Taher (1896-1974).
Muhammad Ali Taher merupakan seorang saudagar kaya berasal dari Palestina. Beliau tidak pernah mengeyam pendidikan di bangku sekolah dan memperoleh segala pengetahuan hanya lewat sekolah Al-Qur’an tradisional (Kouttab). Selama hidupnya Taher memiliki tiga surat kabar yaitu Ashoura, Al-Shahab, dan Al-Alam Al-Masri, yang ketiganya selalu menyuarakan nasionalisme dari negara-negara muslim di Asia dan Afrika termasuk berita tentang Indonesia. Taher juga berkawan dengan Muhammad Amin Al-Hussaini meskipun hubungan mereka naik dan turun karena berbeda pandangan politik.

Karena begitu peduli dengan sesama muslim, Taher juga sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia. Secara spontan ia menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti. Setelah itu dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia mengalir dari masyarakat Timur Tengah, demonstrasi terjadi di jalanan Palestina.
4. Muriel Stuart Walker (1989 – 1997).
Muriel Stuart Walker lahir di Glasgow, Skotlandia, yang kemudian bermigrasi bersama ibunya ke California, Amerika Serikat. Di sana ia bekerja menjadi penulis naskah di Hollywood. Sekitar tahun 1930 hingga 1932 dia menikah dengan seorang pria berkebangsaan Amerika Serikat bernama Karl Jenning Pearson. Tahun 1932 ia pindah ke Indonesia, tepatnya ke Bali karena terinspirasi sebuah film berjudul “Bali: The Last Paradise”.
Di Bali, Muriel diangkat anak oleh raja setempat bernama Anak Agung Nura. Muriel pun lalu merubah namanya menjadi Ketut Tantri yang mempunyai arti “anak keempat”. Lama tinggal di Indonesia membuatnya lancar berbahasa Bali dan Indonesia. Selanjutnya ia mendirikan
sebuah hotel di Kuta.

Selama Perang Kemerdekaan Indonesia, sekitar tahun 1945 hingga 1949, Tantri direkrut oleh nasionalis Indonesia bergerilya bersama Bung Tomo dan pejuang lainnya. Ia juga turut menyaksikan Pertempuran Surabaya. Tantri kemudian menjadi penyiar radio “Voice of Free Indonesia” (kini menjadi Voice of Indonesia, sebuah divisi otonom di bawah RRI) dan sempat menjadi penulis pidato bahasa Inggris pertama Bung Karno. Ia membuat beberapa siaran dalam bahasa Inggris dengan target pendengar barat, dan mendapat julukan “Surabaya Sue”. Di awal-awal kemerdekaan Indonesia, siaran radio memegang peranan penting untuk mengirim pesan-pesan bangsa terbaru ke seluruh dunia agar bangsa-bangsa di dunia mengenali kedaulatan Indonesia. Tantri tinggal di Indonesia selama 15 tahun, 1932 – 1947, dan sempat menjadi tawanan tentara Jepang karena tidak mau membantu mereka.
Pada tahun 1960, K’tut Tantri menerbitkan buku memoir yang berjudul “Revolt in Paradise”, yang menceritakan tentang kisah hidupnya di Indonesia. Selama tidak tinggal di Indonesia, Tantri menetap di Singapura, dan akhirnya tinggal di Australia hingga akhir hayatnya.
5. Rokus Bernardus Visser (1915 – 1977).
Visser lahir di Kanada dan merupakan seorang anak dari petani Tulip yang sukses. Selepas kuliah Visser membantu ayahnya berjualan bola lampu di London. Ketika Perang Dunia II dimulai, mereka tidak bisa pulang ke Belanda karena sedang dikuasai Jerman. Visser kemudian mendaftar menjadi tentara Belanda yang mengungsi ke Britania.
Visser dianggap berprestasi, ia kemudian disekolahkan di Sekolah Perwira sebelum dikirim ke Asia. Selanjutnya ia dikirim ke Sekolah Pasukan Para di India. Karena di Belanda sedang kacau, sementara Jepang mundur dari Indonesia di tahun 1945, dibentuklah Sekolah Pasukan Terjun Payung (School voor Opleiding van Parachutisten) dan dikirim ke Jakarta. Di bawah kepemimpinannya, sekolah ini kemudian dipindah ke Jayapura.

Visser ternyata menyukai tinggal di Asia hingga meminta istrinya yang berkebangsaan Inggris beserta keempat anaknya untuk ikut ke Indonesia, sayang istrinya menolak. Visser pun kemudian menceraikannya.
Saat Visser kembali ke Indonesia di tahun 1947, sekolah pimpinannya ternyata sudah pindah ke Cimahi, Bandung. Pada tahun 1949, Belanda harus menyerahkan kekuasaannya kepada Indonesia. Visser pun memilih menjadi rakyat sipil dan tetap tinggal di Indonesia. Ia lalu pindah ke Bandung, bertani bunga di Lembang, memeluk agama Islam, menikahi kekasihnya yang orang Sunda, dan mengganti namanya menjadi Muhammad Idjon Djanbi.
Pengalamannya sebagai anggota pasukan komando telah menarik perhatian Kolonel A. E. Kawilarang yang akan merintis pasukan komando. Djanbi pun kemudian direkrut dan aktif di TNI dengan pangkat Mayor. Pasukan istimewa ini dibentuk pada tanggal 16 April 1952 dan Djanbi menjadi komandannya. Pasukan istimewa ini selanjutnya menjadi RPKAD (Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat) yang nantinya akan menjadi Kopassus (Komando Pasukan Khusus).
6. Jan Cornelis Princen (1925 – 2002).
Princen lahir di Den Haag, Belanda, dan tumbuh menjadi anak yang tidak menyukai segala bentuk penindasan atas nama hak asasi manusia. Nantinya ia akan terkenal dengan nama Poncke Prince dan Haji Johannes Cornelis (HJC) Princen.

Saat Nazi Jerman menguasai Belanda, Seminari tempatnya sekolah diisolasi. Princen yang tak tahan pun berusaha kabur, tapi sayang ia tertangkap. Ia pun dikirim ke kamp konsentrasi di Vught dan Utrecht. Selepas dari kurungan Nazi Jerman, Princen kembali di penjara karena tidak mau ikut wajib militer. Oleh pemerintah Belanda Princen dipaksa masuk dinas militer dan dikirim ke Indonesia untuk kemudian bergabung dengan tentara kerajaan Hindia Belanda, KNIL.
Tanggal 26 September 1948, Princen meninggalkan KNIL di Jakarta dan bergabung dengan TNI. Tahun 1949 ia telah menjadi prajurit divisi Siliwangi kompi staf brigade infanteri 2, Grup Purwakarta. Ia aktif bergerilya ikut longmarch ke Jawa Barat dan menikah dengan seorang wanita Sunda bernama Odah. Sayang, Odah bersama anak yang dikandungnya meninggal ditembak tentara Belanda. Pada tahun 1949, Princen mendapat anugerah Bintang Gerilya dari Presiden Sukarno.
Pada tahun 1956 Princen politikus populer dan menjadi anggota parlemen nasional mewakili Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Tapi ia kemudian melihat banyak penyelewengan dan akhirnya mengeluarkan diri dari parlemen dan memilih untuk vokal terhadap pemerintah. Keluar masuk penjara sudah menjadi makanan Princen.
Kritik tidak hanya ditujukan kepada Orde Lama tapi juga Orde Baru. Ia kemudian mendirikan LPHAM (Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia) di tahun 1966 dan kemudian di tahun 1981 ia ikut mendirikan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia). Seumur hidupnya ia dinilai sebagai pejuang HAM.
7. Bobby Earl Freeberg (1921 – 1948).
Bobby Earl Freeberg atau sering disebut Bob Freeberg merupakan seorang pria kelahiran Parsons, Kansas, Amerika Serikat. Pada awalnya Bob berkarir sebagai pilot Angkatan Laut Amerika Serikat pada Perang Dunia II yang kemudian menjadi pilot komersial di CALI (Commercial Air Lines Incorporated) Filipina. Bob kemudian menjadi pilot di Indonesia berkat hubungannya dengan Opsir Udara III Petit Muharto Kartodirdjo yang ditugaskan mencari penerbangan komersial yang siap menembus blokade udara Belanda. Penerbangan tersebut dibutuhkan untuk bertransaksi dengan negara luar, membawa persenjataan, obat, serta melakukan misi terjun payung dan membawa orang pemerintahan Indonesia.

Penerbangan pertamanya di Indonesia terjadi pada Maret 1947. Dipandu oleh Muharto, Bob terbang ke Maguwo, Yogyakarta. Dari hasilnya menerbangkan pesawat komersil, Bob menabung dan akhirnya mampu membeli pesawat pertamanya, Dakota C-47 dan terdaftar di Republik Indonesia sebagai RI-002. Bob tidak mendaftarkannya sebagai RI-001 karena selayaknya nama tersebut disanding oleh pesawat pertama yang dimiliki oleh Indonesia. Saat itu Indonesia tidak punya satu pun pesawat angkut.
Dari surat-suratnya yang dikirim ke keluarganya di Amerika, Bob bercerita tentang ketidakadilan yang diterima Indonesia dari Belanda. Bob terlibat tidak hanya karena ia dibayar, tapi juga secara emosional.
Tanggal 1 Oktober 1948 menjadi penerbangan terakhir Bob. Ia bersama sejumlah awak pesawat menghilang yang akhirnya diketahui jatuh di sekitar Bukit Pungur, Lampung Utara, dan ditemukan bangkainya pada April 1978. Meskipun rongsokan pesawat sudah ditemukan, kerangka Bob tidak pernah ditemukan. Hal ini menyebabkan kematian Bob masih misteri, apakah jatuh ditembak, atau meninggal di tahanan Belanda.
Di kalangan AURI, Bob merupakan pribadi yang lembut namun penuh disiplin tinggi dan tak pernah mengeluh. Oleh sebab itu ia banyak disukai orang. Di mata Presiden Sukarno, Bob adalah seorang teman dari Amerika, orang yang idealis dan ditakdirkan datang untuk membantu perjuangan Indonesia.
8. Biju Patnaik (1916 – 1997).
Biju Patnaik merupakan seorang politisi dan penerbang yang berasal dari India. Kedekatannya dengan Jawaharlal Nehru membuatnya memahami perjuangan Indonesia, memandang bahwa bangsa Indonesia dengan India ada kemiripan, serta ke depannya yang bisa menjadi sekutu.

Pada tanggal 21 Juli 1947, Presiden Sukarno memerintahkan Sjahrir untuk mendatangi Konferensi Inter-Asia pertama dan guna membangunkan opini publik internasional melawan Belanda. Saat itu Belanda berupaya untuk meredam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Sjahrir tidak bisa keluar karena tidak ada akses untuk keluar dari Indonesia. Akhirnya Nehru meminta Patnaik untuk mengeluarkan Sjahrir dari Indonesia. Patnaik dan istrinya segera terbang ke Jawa dan membawa Sjahrir ke India lewat Singapura.
Atas keberaniannya, Patnaik diberi penghargaan “Bhoomi Putra”, salah satu penghargaan tertinggi yang jarang diterima oleh orang asing. Dan pada tahun 1996, ketika Indonesia berulang tahun yang ke-50, Patnaik diberi penghargaan “Bintang Jasa Utama”.
9. John Coast (1916 – 1989).
John Coast lahir di Kent, Inggris. Awalnya ia adalah pegawai Departemen Luar Negeri Inggris yang kemudian bergabung dengan Indonesia sebagai atase media untuk Presiden Sukarno di masa perjuangan kemerdekaan. Ia menuangkan pengalamannya dalam buku berjudul “Recruit to Revolution” (1952).

Pada tahun 1950 ia mengundurkan diri dari politik dan pindah ke Bali. Bersama istrinya yang berasal dari Jawa, Supianti, ia menulis dan mengorganisir penari serta musisi Bali ke Eropa dan Amerika yang ternyata sukses besar. Keberhasilannya ia tuangkan dalam buku berjudul Dancers of Bali (1953).
Coast kemudian kembali ke London di pertengahan 1950-an, menjadi manajer artis besar seperti Luciano Pavarotti, dan menjadi kontributor untuk beberapa surat kabar, juga membuat beberapa film tentang budaya Bali untuk BBC.
10. George McTurnan Kahnin (1918 – 2000).
Kahnin merupakan seorang sejarahwan dari Amerika dan ilmuan politik. Ia merupakan salah satu ahli mengenai Asia Tenggara. Ia memperoleh gelar sarjana dalam bidang sejarah dari Universitas Harvard di tahun 1940.

Antara tahun 1942 hingga 1945 Kahnin menjadi tentara dimana ia dilatih dalam sebuah grup berisi 60 orang berparasut yang nantinya akan diturunkan di Indonesia yang tengah dikuasai Jepang. Tapi hal itu akhirnya dibatalkan. Saat inilah Kahnin tertarik dengan Asia Tenggara dan belajar bahasa Indonesia serta Belanda.
Gelar Master dan Doktor nya diperoleh dengan materi utama berkaitan dengan Indonesia. Ia melakukan langsung penelitiannya di Indonesia hingga akhirnya ia ditangkap kolonial Belanda dan dikeluarkan dari Indonesia. Dalam penelitiannya tersebut ia sempat bertemu dengan tokoh-tokoh RI seperti Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan lainnya.
Kahnin yang sudah terpikat dengan perjuangan Indonesia, ikut membantu orang-orang Indonesia yang ingin belajar di Amerika Serikat. Pada tahun 1991, Menteri Luar Negeri Indonesia, Ali Alatas, memberinya penghargaan Bintang Jasa Pratama atas jasanya sebagai perintis kajian Indonesia di Amerika Serikat.
Daftar Pustaka
http://1cak.com/1652099. (25 Maret 2015)
https://id.wikipedia.org/wiki/Maeda_Tadashi. (25 Maret 2016)
http://www.eramuslim.com/berita/sila...#.VvVhBn196M8. (25 Maret 2015)
http://4muda.com/inilah-10-orang-asi...an-indonesia/. (25 Maret 2015)
Diubah oleh fkfebrikd5 26-03-2016 00:40


scorpiolama memberi reputasi
1
23K
15


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan