Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

muhamadbayu11Avatar border
TS
muhamadbayu11
Hukum Islam : Tak perlu ada 4 saksi Laki laki untuk kasus Pemerkosaan
Assalamualaikum wr.wb

Hati ane gundah gulana gan , sebagai muslim yang ilmunya cetek ane hampir Suudzon dengan Hukum Islam .

Di Kaskus makin rame Nastak yang secara membabi buta Menyerang Islam dengan benteng Kasus Yuyun , Akhirnya saya tanya ke salah satu guru saya Ustadz Ahmad Sarwat .Lc .MA via Facebook


Spoiler for Sekilas :


Saya : Assalamualaikum Ustadz , Begini sedang ada kasus memilukan tentang Yuyun , Siswi smp yang dirudapaksa 14 orang , masa iya harus ada 4 orang saksi dulu ? bagaimana pandangan Islam sesungguhnya ?
Ustadz : Waalaikum salam , Sudah saya tulis permasalahan tsb beberapa Tahun yang lalu .

http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1...-pemerkosa.htm

-----
Quote:


Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Banyak orang salah mengira bahwa hukum Islam punya banyak kelemahan, seperti pada kasus yang anda ceritakan. Dalam kasus zina, memang diharuskan ada pengakuan dari pelaku langsung atau kesaksian 4 orang. Kalau pelakunya tidak mengaku dan juga kesaksian pihak lain tidak tercukupi syaratnya, orang mengira hukum zina menjadi batal dengan sendirinya.

Padahal tidak demikian sebenarnya. Bahkan pelaku zina atau pemerkosa tetap bisa dihukum dengan hukuman yang setimpal, meski bukan dengan hukum hudud. Tetapi dengan menggunakan hukum ta'zir.


Ketahuilah bahwa hukum itu ada dua macam, hudud dan ta'zir. Kalau lewat hukum hudud tidak bisa dipecahkan karena kurang syarat dan bukti, maka lewat hukum ta'zir masih bisa diselesaikan.

Kedua jenis hukum ini bisa dibedakan, terutama dari beberapa segi:

Hukum hudud

Ketetapan dan pembuktiannya sudah ditetapkan dari Allah SWT secara baku
Bentuk dan jenis hukumannya sudah ditetapkan dari Allah SWT juga

Hukum Ta'zir

Ketetapan dan pembuktiannya secara umum dari Allah SWT juga, namun detailnya diserahkan kepada hakim
Bentuk dan jenis hukumannya pun diserahkan kepada hakim
Bila secara hukum hudud zina pelaku pemerkosaan tidak bisa dihukum, maka bisa diproses lewat hukum hudud, di mana hakim punya hak untuk menuntut pelakunya dengan kesalahan pelecehan seksual atau pemerkosaan. Semua bentuk-bentuk pembuktian pemerkosaan bisa digunakan sebagai dasar tuntutan, bila menggunakan sistem ta'zir. Bahkan sampai hukuman mati pun bisa. Semua kembali kepada hakimnya.

Dalam hal ini hakim menghukum mati pemerkosa bukan lewat dalil hukum rajam pezina, tetapi lewat kewenangannya sebagai hakim untuk menghukum atas dosa pemerkosaan dan melecehan kehormatan wanita.

Perang Amoria

Jangankan sekedar menghukum mati pelaku pemerkosaan, bahkan sampai kepada perang terbuka pun bisa saja dijalankan.

Salah satu contohnya adalah perang Amoria yang sangat dahsyat, di mana umat Islam berhasil memukul habis orang kafir satu kota.

Pemicunya sederahana saja, yaitu karena ada seorang wanita muslimah diganggu dan dilecehkan oleh orang kafir. Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya. Wanita itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mu'tshim billah dengan lafadz yang legendaris: waa mu'tashimaah!.

Maka Khalifah Al-Mu'tshim pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Amoria dan melibas semua orang kafir yang ada di sana. Seseorang meriwayatkan bahwa panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari istana khalifah hingga kota Amoria, karena besarnya pasukan.

Dengan realitas sejarah seperti ini, bagaimana mungkin kita mengatakan bahwa hukum Islam tidak bisa menghukum pemerkosa? Padahal apa yang di lakukannya jauh lebih keji dari zina itu sendiri. Kalau pun hukum hudud tidak memenuhi syarat untuk menghukum pemerkosa seberat-beratnya, maka hakim atau pemerintah punya hak sepenuhnya untuk menghukum mati pemerkosa, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Al-Mu'tashim billah.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.


-----
Yuyun Dirudapaksa 14 Pria, RUU Kekerasan Seksual Harus Dikebut


ant - A A A
Facebook
Twitter
Pinterest

Google Plus
CIREBON - Ketua MPR-RI Zulkifli Hasan mengharapkan pembahasan Rencana Undang-undang tentang kekerasan seksual perlu dipercepat, mengingat sekarang ini kasus tersebut sangat tinggi dan membahayakan.

"Diharapkan DPR-RI untuk mempercepat pembahasan Undang-undang tentang kekerasan seksul, dimana sekarang sudah membahayakan," kata Zulkifli di Cirebon, Jumat (6/5/2016), saat Safari Kebangsaan Merajut Kebhinnekaan.

Menurutnya, hukuman berat untuk para pelaku kekerasan seksual sangat wajar dan untuk itu diharapkan segera DPR-RI untuk memutuskan RUU tersebut. Menanggapi banyaknya masyarakat yang meminta untuk diberlakukannya hukuman kebiri untuk para pelaku, ia meminta hal tersebut dipertimbangkan lagi.

"Boleh saja hukuman kebiri itu ada dan kita juga boleh marah, tapi tetap harus rasional dan jika memang begitu, kita bisa saja menghukum lebih berat dari itu," tuturnya.

Sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) pihaknya juga telah mendorong DPR-RI dari Fraksi PAN untuk menjadi pelopor percepatan RUU itu. Zulkifli menambahkan RUU tersebut sekarang memang harus diselesaikan, karena kekerasan seksual sudah sangat memperihatinkan. "Kami juga mendorong untuk para aggota DPR-RI dari fraksi PAN, agar terus mempercepat RUU itu," tambahnya.

Dorongan segera dikelarkannya pembahasan RUU Kekerasan Seksual tak lepas dari tragedi yang menimpa Yuyun. Kasus pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun (14) pelajar kelas II SMPN 5 Kecamatan Padang Ulak Tanding terjadi pada 2 April 2016. Kejahatan itu dilakukan oleh 14 tersangka namun yang sudah berhasil ditangkap baru sebanyak 12 orang.

Korban dirudapaksa dan dibunuh oleh belasan pelaku manakala pulang sekolah menuju rumahnya di Dusun IV Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding. Lokasi kejadian berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya. Korban dirudapaksa 14 pelaku secara berulang-ulang dalam kondisi tangan dan kaki terikat di kebun karet hingga meninggal dunia.

Jenazah korban ini kemudian ditinggalkan begitu saja dengan ditutupi dedauan. Mayat korban ini ditemukan pada 4 April 2016 oleh polisi bersama keluarga korban dibantu masyarakat. Ironisnya, beberapa pelaku juga ikut mencari korban.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tujuh dari 12 tersangka yang sudah ditangkap dituntut jaksa dengan ancaman 10 tahun penjara karena melanggar pasal 80 ayat 3 dan pasal 81 ayat 1 junto pasal 76d UU No.35/2014 tentang Perlindungan Anak.

Ketujuh tersangka ini yaitu D alias J (17), A (17), FS (17), S (17), DI (17)EG (16), S (16) tercatat kakak kelas korban di SMPN5 Padang Ulak Tanding. Sedangkan lima tersangka lainnya Tomi Wijaya (19) alias Tobi, kemudian Suket (19), Bobi (20), Faisal alias Pis (19) dan Zainal (23). (ful)

http://m.okezone.com/read/2016/05/06...-harus-dikebut

Berita hanya pemenuhan syarat BP Raya

Jadi Saya Harap pada kaskuser Untuk Bijak dan Berhenti Menuduh Hukum islam yang bukan bukan emoticon-Toast
Diubah oleh muhamadbayu11 08-05-2016 04:20
-1
21.3K
268
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan