Entah apa yang beliau pikirkan sekarang, gua menebak mungkin saja dia pikir hasil yang kutuliskan hanya dikarang. Revisi yang terus berdatangan sampai saat ini pun belum kulihat tanda-tanda akan ditandatangan. Tertanda bapak tiiit, ujian sidang tanggal tiiiit, MIMPI lo tiiiit !!.



Siapa yang tidak lelah ? Dulu yang gua pikir skripsi ini bisa kuselesaikan dengan cepat, nyatanya hanya coret-coretan tinta merah di draft gua yang gua dapat. Gua mencoba melakukan penelitian secepat mungkin, daftar pustaka seakurat mungkin, layaknya Ricky Rubio yang bermain basket di Minnesota Timberwolves dengan peran ciamiknya sebagai pencetak skor dan pemberi assist.



Cuih, perbaiki lalu konsultasi, perbaiki lalu konsultasi, perbaiki lalu konsultasi. Awalnya gua berpikir, “ini pasti masih ada yang salah”. Gua perbaiki segera, dikosan gua bekerja, tiga hari selanjutnya kuberikan lagi draft itu padanya (beliau). Satu minggu agan, waktu rata-rata yang gua butuhkan untuk mendapatkan revisi dari beliau. Berharap tanda tangan diperbolehkan ujian, gua kenakan baju kemeja setelan, datang menghadapnya pukul setengah tigaan. Nihil gan, masih dicorat coret, bahkan lebih banyak.



Gua bertanya, beliau menjawab, ini itu. “Ini masih kurang jelas perbaiki ya!”, “Kalimatnya ikuti seperti yang saya contohkan!” , “Gambarnya tolong diperbesar!”. Roger that !. Gua terima, kembali dikosan gua bekerja, empat hari kemudian kuberikan lagi draft yang telah gua PERBAIKI padanya. Seminggu kemudian gan beliau memberikan kabar, gua harap kali ini dibumbui tanda tangan.



Namun jangan berharap banyak, dosbingku ini bukan dosbing biasa, beliau liar, pemikirannya teoritis, terkadang tulisannya pun dibuat puitis, yang menjadikan beliau sekarang sebagai seorang perfeksionis. Ini itu, “MASIH KURANG”, “PERBAIKI KALIMAT INI !”, “TABEL LEBIH JELAS !”. Padahal jelas, yang “masih kurang” tempo lalu sudah kutambahkan, bagian “perbaiki kalimat ini” sudah kuikuti persis seperti yang beliau contohkan. Kalau agan bertanya sudah berapa lama ? Dua tahun sudah. Rasanya ? Lelah.



Orang tua di rumah bertanya, “skripsinya sampai mana ?”, “kapan ujiannya ?”, “anak teman mama aja sudah wisuda”. Sedih rasanya. Ingin berkata, gara-gara dosbing “luar biasa” itu Ma, tiit masih belum bisa lulus. Gara-gara dosen “sakit” itu ma, tiiit masih belum bisa cari kerja.



Karena mata buta karena hati mati. Beliau tidak peka, hanya tau bahwa skripsi itu harus sempurna. Tidak peduli bagaimana kondisi murid didiknya, apalagi finansialnya. Sia-sia sekali bayar uang kuliah, yang tidak lah murah, agar skripsi, eh bukan, dosbing bangga sekaligus jemawa.



Gua dan ketiga teman gua yang lain bukan lah pemalas, bagian diperjelas. Kami mengejar beliau agar bisa dapat “tanda tangan”. Segala upaya sudah dikerahkan, namun sayang, dosbingku ini hanya ingin meluluskan ketika sang murid sudah sesuai dengan kriteria yang beliau “tetapkan”. Malu tentunya, teman seangkatan lain sudah lulus, dapat SKL lalu bekerja, merasakan hiruk pikuk ibukota, dan yang pasti bisa mencari uang sendiri, katanya.



Teruntuk dosbingku, engkau sungguh “hebat”
“Kami hanya ingin tanda tangan”

Terhitung hari ini tanggal 29/4/2016. Hampir genap dua tahun, gua bersama ketiga teman yang lain masih berusaha mengejar tanda tangannya, dua teman gua yang lain sudah ujian namun belum perbanyakan, sedangkan gua masih berkutik untuk mendapatkan tanda tangan ujian dihalaman depan skripsi gua.