- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
Bapak Republik Indonesia yang terlupakan


TS
fitrah.ramadhan
Bapak Republik Indonesia yang terlupakan

Spoiler for Cek Repost:

Quote:
Pembuka
Bulan Juni itu sering diingat sebagai bulan lahirnya tokoh-tokoh besar nasional Indonesia. Diawali dengan hari lahirnya Pancasila (1 Juni) kemudian disusul dengan hari lahirnya mantan presiden pertama Indonesia Soekarno (6 Juni), mantan presiden kedua HM.Soeharto (8 Juni), mantan presiden ketiga B.J Habibie (25 Juni), dan juga presiden ketujuh kita saat ini Joko Widodo (21 Juni). Wah, banyak banget yah tokoh besar nasional Indonesia yang lahir di bulan Juni? Eit, sebetulnya ada satu lagi tokoh besar Indonesia yang lahir di bulan Juni, sayangnya jarang banget generasi muda Indonesia yang tau tentang keberadaan maupun perjuangannya. Wah, siapa tuh??
Tokoh besar yang gue maksud ini gak main-main jasanya bagi negara kita, beliau ini bisa dikatakan sebagai orang yang pertama kali berjuang menentang antikolonialisme di Hindia Belanda, bahkan sebelum Soekarno dan Hatta. Beliau juga menjadi orang pertama yang mencetuskan konsep tentang "Negara Indonesia" dalam bukunya yang berjudul Naar de Republiek Indonesia (1925). Buku inilah yang menginspirasi Soekarno, Hatta, Sjahrir, dkk untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari barisan yang lain. Sementara itu, tokoh besar yang terlupakan ini, berjuang "sendirian" untuk memerdekakan Indonesia dari mulai menulis buku, membentuk kesatuan massa, berbicara dalam kongres internasional, ikut bertempur di lapangan melawan Belanda secara langsung, sampai akhirnya harus keluar-masuk penjara berkali-kali, diburu oleh interpol, dan kejar-kejaran sama polisi Internasional.
Tragis? Banget! dan yang lebih tragis lagi adalah, perjuangan beliau untuk negeri kita ini malah "dibalas oleh Indonesia" dengan timah panas. Ya, beliau ditembak mati oleh tentara Republik yang didirikannya sendiri (Tentara Indonesia) di Kediri 1949 dan sampai hari ini jenazahnya belum dipastikan keberadaannya. Kendati Presiden Soekarno telah mengangkat namanya sebagai pahlawan nasional pada 28 Maret 1963. Namun, sejak era Orde Baru (1966-1998), keberadaan tokoh ini seperti dihapus dalam sejarah Indonesia, namanya dicoret dari daftar nama pahlawan Nasional dan hampir tidak pernah dibahas dalam pelajaran Sejarah SD-SMA sampai dengan sekarang.

Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka
Penasaran siapa tokoh yang satu ini? Kenapa orang sepenting ini hampir tidak pernah disebut dalam pelajaran sejarah? Kenapa orang yang telah berjasa begitu besar bagi Indonesia malah meninggal di tangan tentara nasional Indonesia? Bagaimana kisah perjuangan dia? Okay, tokoh besar yang mau gue ceritakan ini bernama Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka atau lebih dikenal dengan nama Tan Malaka. Seorang luar biasa yang diberi julukan "Bapak Republik Indonesia" oleh Mohammad Yamin dan bahkan dianggap oleh sebagian kalangan sebagai the true founding father of Indonesia.. dan pada artikel zeniusBLOG kali ini, gue akan mencoba "menghidupkan" kembali tokoh besar Indonesia yang selama ini telah terkubur dari ingatan masyarakat dan juga generasi muda Indonesia. Gue akan menceritakan kembali perjuangan panjangnya bagi negeri ini dari mulai Pandan Gadang (Suliki), Bukittinggi, keliling pulau Jawa, sampai Amsterdam, Berlin, Moskwa (Moscow), Xiamen (Amoy), Shanghai, Kanton, Manila, Saigon, Bangkok, Hongkong, Singapura, Rangon, dan Penang. Yuk simak kisah serunya!
Bulan Juni itu sering diingat sebagai bulan lahirnya tokoh-tokoh besar nasional Indonesia. Diawali dengan hari lahirnya Pancasila (1 Juni) kemudian disusul dengan hari lahirnya mantan presiden pertama Indonesia Soekarno (6 Juni), mantan presiden kedua HM.Soeharto (8 Juni), mantan presiden ketiga B.J Habibie (25 Juni), dan juga presiden ketujuh kita saat ini Joko Widodo (21 Juni). Wah, banyak banget yah tokoh besar nasional Indonesia yang lahir di bulan Juni? Eit, sebetulnya ada satu lagi tokoh besar Indonesia yang lahir di bulan Juni, sayangnya jarang banget generasi muda Indonesia yang tau tentang keberadaan maupun perjuangannya. Wah, siapa tuh??
Tokoh besar yang gue maksud ini gak main-main jasanya bagi negara kita, beliau ini bisa dikatakan sebagai orang yang pertama kali berjuang menentang antikolonialisme di Hindia Belanda, bahkan sebelum Soekarno dan Hatta. Beliau juga menjadi orang pertama yang mencetuskan konsep tentang "Negara Indonesia" dalam bukunya yang berjudul Naar de Republiek Indonesia (1925). Buku inilah yang menginspirasi Soekarno, Hatta, Sjahrir, dkk untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari barisan yang lain. Sementara itu, tokoh besar yang terlupakan ini, berjuang "sendirian" untuk memerdekakan Indonesia dari mulai menulis buku, membentuk kesatuan massa, berbicara dalam kongres internasional, ikut bertempur di lapangan melawan Belanda secara langsung, sampai akhirnya harus keluar-masuk penjara berkali-kali, diburu oleh interpol, dan kejar-kejaran sama polisi Internasional.
Tragis? Banget! dan yang lebih tragis lagi adalah, perjuangan beliau untuk negeri kita ini malah "dibalas oleh Indonesia" dengan timah panas. Ya, beliau ditembak mati oleh tentara Republik yang didirikannya sendiri (Tentara Indonesia) di Kediri 1949 dan sampai hari ini jenazahnya belum dipastikan keberadaannya. Kendati Presiden Soekarno telah mengangkat namanya sebagai pahlawan nasional pada 28 Maret 1963. Namun, sejak era Orde Baru (1966-1998), keberadaan tokoh ini seperti dihapus dalam sejarah Indonesia, namanya dicoret dari daftar nama pahlawan Nasional dan hampir tidak pernah dibahas dalam pelajaran Sejarah SD-SMA sampai dengan sekarang.

Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka
Penasaran siapa tokoh yang satu ini? Kenapa orang sepenting ini hampir tidak pernah disebut dalam pelajaran sejarah? Kenapa orang yang telah berjasa begitu besar bagi Indonesia malah meninggal di tangan tentara nasional Indonesia? Bagaimana kisah perjuangan dia? Okay, tokoh besar yang mau gue ceritakan ini bernama Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka atau lebih dikenal dengan nama Tan Malaka. Seorang luar biasa yang diberi julukan "Bapak Republik Indonesia" oleh Mohammad Yamin dan bahkan dianggap oleh sebagian kalangan sebagai the true founding father of Indonesia.. dan pada artikel zeniusBLOG kali ini, gue akan mencoba "menghidupkan" kembali tokoh besar Indonesia yang selama ini telah terkubur dari ingatan masyarakat dan juga generasi muda Indonesia. Gue akan menceritakan kembali perjuangan panjangnya bagi negeri ini dari mulai Pandan Gadang (Suliki), Bukittinggi, keliling pulau Jawa, sampai Amsterdam, Berlin, Moskwa (Moscow), Xiamen (Amoy), Shanghai, Kanton, Manila, Saigon, Bangkok, Hongkong, Singapura, Rangon, dan Penang. Yuk simak kisah serunya!
Spoiler for Ini ceritanya gan...:
Quote:
Perjuangan Awal (1908 – 1919)
Pada awalnya Ibrahim adalah seorang pemuda desa di Pandan Gadang, Suliki, sekarang Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Seperti pemuda-pemuda asal Minangkabau lainnya pada waktu itu, ia tinggal di surau sejak usia 5 tahun dan mempelajari ilmu agama dan beladiri Pencak Silat. Ketika usianya 11 tahun, ia mendaftarkan diri ke Kweekschool, sekolah calon guru di Fort de Kock (sekarang bernama Kota Bukitinggi). Di sana, dia demen banget sama pelajaran Bahasa Belanda, dan lebih lanjut malah disuruh sama gurunya untuk jadi guru Bahasa Belanda.
Singkat kata, setelah 5 tahun ngeyam pendidikan di Kweekschool, orang-orang sekampungnya nganggep dia merupakan aset kampungnya yang harus di-support. Oleh karena itu, orang-orang di kampungnya, terutama kalangan “engku”/kakek-kakeknya, pada ngumpulin duit biar Ibrahim bisa lanjut sekolah di Negeri Belanda. Ia akhirnya diterima di Rijkskweekschool (Sekolah Kejuruan Guru Kerajaan/Negeri) di Kota Haarlem, Belanda. Naah, di Haarlem ini lah doi bisa belajar banyak soal filsafat ekonomi dan sosial yang pas itu emang lagi gila-gilanya berkembang di Eropa.

Sekolah Rijkskweekschool tempat Tan Malaka belajar di Belanda
Arus perkembangan ekonomi dan sosial di Eropa ini disebabkan oleh arus panjang revolusi industri (1750-1850) yang dampaknya masih terasa di akhir abad 19 dan awal abad 20. Di satu sisi, perkembangan teknologi dunia berkembang sangat pesat, dari penemuan baterai, kapal uap, telegraf, telepon, mobil hingga pesawat terbang. Tapi di sisi lain, dampak sosial yang terjadi sangat memprihatinkan: harga barang jatuh, usaha kecil menengah bangkrut, upah buruh sangat murah, adanya kesenjangan sosial antara pengusaha dan buruh, dsb.
Fenomena ekonomi dan sosial yang berkembang begitu cepat di Eropa ini yang membakar semangat Ibrahim (sekarang sudah bergelar Tan Malaka) untuk terus belajar kendati situasi keamanan di sana sangat rawan karena Perang Dunia I. Sementara itu, fenomena ketimpangan sosial yang terjadi di Eropa, disambut dengan lahirnya pemikiran baru yang ditawarkan oleh para filsafat ekonomi dan politik, yaitu ideologi sosialisme dan komunisme yang menawarkan "keadilan" bagi para buruh dan kaum tertindas.
Ideologi itu semakin berkembang setelah kesuksesan Revolusi Bolshevik pada tahun 1917 di Rusia yang sangat menginspirasi gagasan komunisme. Hal itu membuat Tan Malaka semakin penasaran dengan gagasan komunisme dan melahap habis buku Karl Marx, Friedrich Engles, Vladimir Lenin, dll yang pada intinya menawarkan kesetaraan hak ekonomi bagi masyarakat. Lambat laun haluan ideologi Tan Malaka makin terbentuk ke arah ideologi sosialisme dan komunisme hingga dirinya sempet ketemu dengan Henk Sneevliet, tokoh komunis yang baru aja balik dari Hindia Belanda setelah mendirikan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) atau Perkumpulan Sosial Demokrasi Hindia, cikal bakal Partai Komunis Indonesia.
Pada awalnya Ibrahim adalah seorang pemuda desa di Pandan Gadang, Suliki, sekarang Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Seperti pemuda-pemuda asal Minangkabau lainnya pada waktu itu, ia tinggal di surau sejak usia 5 tahun dan mempelajari ilmu agama dan beladiri Pencak Silat. Ketika usianya 11 tahun, ia mendaftarkan diri ke Kweekschool, sekolah calon guru di Fort de Kock (sekarang bernama Kota Bukitinggi). Di sana, dia demen banget sama pelajaran Bahasa Belanda, dan lebih lanjut malah disuruh sama gurunya untuk jadi guru Bahasa Belanda.
Singkat kata, setelah 5 tahun ngeyam pendidikan di Kweekschool, orang-orang sekampungnya nganggep dia merupakan aset kampungnya yang harus di-support. Oleh karena itu, orang-orang di kampungnya, terutama kalangan “engku”/kakek-kakeknya, pada ngumpulin duit biar Ibrahim bisa lanjut sekolah di Negeri Belanda. Ia akhirnya diterima di Rijkskweekschool (Sekolah Kejuruan Guru Kerajaan/Negeri) di Kota Haarlem, Belanda. Naah, di Haarlem ini lah doi bisa belajar banyak soal filsafat ekonomi dan sosial yang pas itu emang lagi gila-gilanya berkembang di Eropa.

Sekolah Rijkskweekschool tempat Tan Malaka belajar di Belanda
Arus perkembangan ekonomi dan sosial di Eropa ini disebabkan oleh arus panjang revolusi industri (1750-1850) yang dampaknya masih terasa di akhir abad 19 dan awal abad 20. Di satu sisi, perkembangan teknologi dunia berkembang sangat pesat, dari penemuan baterai, kapal uap, telegraf, telepon, mobil hingga pesawat terbang. Tapi di sisi lain, dampak sosial yang terjadi sangat memprihatinkan: harga barang jatuh, usaha kecil menengah bangkrut, upah buruh sangat murah, adanya kesenjangan sosial antara pengusaha dan buruh, dsb.
Fenomena ekonomi dan sosial yang berkembang begitu cepat di Eropa ini yang membakar semangat Ibrahim (sekarang sudah bergelar Tan Malaka) untuk terus belajar kendati situasi keamanan di sana sangat rawan karena Perang Dunia I. Sementara itu, fenomena ketimpangan sosial yang terjadi di Eropa, disambut dengan lahirnya pemikiran baru yang ditawarkan oleh para filsafat ekonomi dan politik, yaitu ideologi sosialisme dan komunisme yang menawarkan "keadilan" bagi para buruh dan kaum tertindas.
Ideologi itu semakin berkembang setelah kesuksesan Revolusi Bolshevik pada tahun 1917 di Rusia yang sangat menginspirasi gagasan komunisme. Hal itu membuat Tan Malaka semakin penasaran dengan gagasan komunisme dan melahap habis buku Karl Marx, Friedrich Engles, Vladimir Lenin, dll yang pada intinya menawarkan kesetaraan hak ekonomi bagi masyarakat. Lambat laun haluan ideologi Tan Malaka makin terbentuk ke arah ideologi sosialisme dan komunisme hingga dirinya sempet ketemu dengan Henk Sneevliet, tokoh komunis yang baru aja balik dari Hindia Belanda setelah mendirikan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) atau Perkumpulan Sosial Demokrasi Hindia, cikal bakal Partai Komunis Indonesia.
Quote:
Implementasi Perjuangan (1919 – 1922)
Setelah menyelesaikan studi di Belanda, Tan Malaka menjadi seorang guru Bahasa Melayu untuk anak-anak buruh perkembunan teh dan tembakau di Sanembah, Sumatera Utara. Pengalaman mengajar inilah yang menjadi inspirasi pertama Tan Malaka untuk memperjuangkan hak rakyat dari bentuk kolonialisme Belanda. Dari pengalaman mengajar inilah, Tan Malaka melihat secara langsung penderitaan kaum buruh perkembunan teh yang diupah rendah, sering ditipu karena buta huruf dan tidak lancar berhitung, diperas keringatnya habis-habisan di tanah mereka sendiri.
Berbekal dari semangat membela kaumnya ini, serta pengetahuan sosial politik yang dia pelajarin selama di Eropa, Tan Malaka memutuskan untuk bergabung dengan organisasi ISDV. ISDV sendiri sebetulnya adalah organisasi bentukan para anggota partai buruh di negeri Belanda tahun 1914 yang bermukim di wilayah Hindia Belanda. Pergerakan organisasi ISDV ini berbasis ideologi Marxisme yang pada intinya memperjuangkan hak kepemilikan tanah dan alat produksi kepada rakyat agar tidak dimonopoli oleh kaum pemilik modal dan kolonial asing.
Perkumpulan ISDV ini bisa dibilang cukup radikal dalam ngelawan "penindasan" dari kolonial Belanda sampe-sampe ngerekrut para tentara dan pelaut Belanda buat angkat senjata ngelawan para komandan mereka sendiri. Ujung-ujungnya pihak Belanda memenjarakan para "penghianat" tersebut, sampai para pentolan ISDV yang orang Belanda (termasuk Sneevliet) dipaksa pulang kembali ke negeri Belanda.
Ternyata gerakan ISDV yang terang-terangan membela kaum tertindas ini gak betul-betul mati sepenuhnya. Dalam proses bentrokan ISDV dengan pemerintah Belanda, ISDV sempat mengundang simpati para pemuda muslim di Sarekat Islam (selanjutnya disebut SI), yang pada saat itu dipimpin oleh Semaoen dari Surabaya dan Darsono dari Solo. Lambat laun, gerakan ISDV ini semakin beralih dari "LSM wong londo pembela hak pribumi" jadi didominasi oleh kaum pribumi muslim. Sampai akhirnya pada tahun 1920, ISDV resmi berganti nama menjadi "Perkumpulan Komunis di Hindia" (PKH).

Potret rapat Sarekat Islam di Kaliwungu.
Sementara itu, Tan Malaka yang udah gemes banget melihat penderitaan para buruh, memutuskan pindah ke Jawa dan ikut berjuang bersama PKH hasil pentukan SI dengan ISDV. Di Semarang, Tan Malaka dipercaya untuk merintis Sekolah Rakjat untuk menjadi guru sekaligus kepala sekolah di Semarang. Ternyata setelah bergabung dengan PKH, Tan Malaka gak cuma sibuk ngajar mencerdaskan rakyat doang, tapi juga ikut berjuang di serikat pekerja/buruh di seluruh Jawa, dari serikat buruk tambang minyak, rel kereta, percetakan, dll.. semuanya diikuti oleh Tan Malaka agar hak para buruh dapat dibela oleh orang-orang terdidik.
Namun sayangnya, kolaborasi antara Sarekat Islam dengan PKH tidak berjalan harmonis karena banyak anggota SI (terutama H.Agus Salim) yang berpikir bahwa pandangan politik sosialis dan komunis tidak selaras dengan syariat Islam. Sementara itu, Tan Malaka sendiri berpendapat bahwa hal itu tidak perlu dipersoalkan. Tapi ujung-ujungnya PKH tetap lepas sepenuhnya dari kepengurusan SI dalam keputusan Kongres Sarekat Islam VI 1921.
Setelah menjadi organisasi mandiri, PKH menunjuk Semaoen sebagai ketua. Dalam masa kepemimpinannya, Semaoen cenderung mengambil langkah hati-hati dan menghindarin konflik sama pemerintahan kolonial. Sementara itu Tan Malaka orang yang cenderung lebih gemes dan frontal dalam melawan Belanda. Sampai akhirnya, ketika Semaoen harus meninggalkan Nusantara untuk menghadiri konferensi buruh internasional di Moskow, Tan Malaka punya kesempatan untuk mengambil alih kepemimpinan PKH.
Gaya kepemimpinan Tan Malaka ini beda banget sama sama Semaoen, doi ngambil jalur radikal, bodo amat sama penilaian Belanda. Kalo bisa diibaratkan, Semaoen ini seperti Gandhi yang kalem, Tan Malaka ini seperti Che Guevara yang frontal. Malaka mimpin gerakan aksi demonstrasi para buruh dan pedagang kios pegadaian. Dari situlah, Tan Malaka berhasil mengambil kepercayaan masyarakat, terutama kaum pekerja, bahwa PKH adalah mitra sejati kaum pekerja dan bersedia untuk membantu melawan penindasan terhadap pekerja.
Lama kelamaan, pemerintah kolonial Belanda gerah juga sama satu tokoh yang udah bikin situasi bisnis mereka kacau di mana-mana, sampai akhirnya Tan Malaka ditangkep polisi Belanda. Kemudian, atas perintah Gubernur Jenderal Dirk Fock, Tan Malaka diasingkan ke Belanda biar ga bisa mimpin pemberontakan lagi. Di situ, pemerintah Belanda bisa sedikit bernafas lega karena satu biang kerok sumber masalah berhasil "dibuang" jauh-jauh ribuan kilometer dari Hindia Belanda.
Setelah menyelesaikan studi di Belanda, Tan Malaka menjadi seorang guru Bahasa Melayu untuk anak-anak buruh perkembunan teh dan tembakau di Sanembah, Sumatera Utara. Pengalaman mengajar inilah yang menjadi inspirasi pertama Tan Malaka untuk memperjuangkan hak rakyat dari bentuk kolonialisme Belanda. Dari pengalaman mengajar inilah, Tan Malaka melihat secara langsung penderitaan kaum buruh perkembunan teh yang diupah rendah, sering ditipu karena buta huruf dan tidak lancar berhitung, diperas keringatnya habis-habisan di tanah mereka sendiri.
Berbekal dari semangat membela kaumnya ini, serta pengetahuan sosial politik yang dia pelajarin selama di Eropa, Tan Malaka memutuskan untuk bergabung dengan organisasi ISDV. ISDV sendiri sebetulnya adalah organisasi bentukan para anggota partai buruh di negeri Belanda tahun 1914 yang bermukim di wilayah Hindia Belanda. Pergerakan organisasi ISDV ini berbasis ideologi Marxisme yang pada intinya memperjuangkan hak kepemilikan tanah dan alat produksi kepada rakyat agar tidak dimonopoli oleh kaum pemilik modal dan kolonial asing.
Perkumpulan ISDV ini bisa dibilang cukup radikal dalam ngelawan "penindasan" dari kolonial Belanda sampe-sampe ngerekrut para tentara dan pelaut Belanda buat angkat senjata ngelawan para komandan mereka sendiri. Ujung-ujungnya pihak Belanda memenjarakan para "penghianat" tersebut, sampai para pentolan ISDV yang orang Belanda (termasuk Sneevliet) dipaksa pulang kembali ke negeri Belanda.
Ternyata gerakan ISDV yang terang-terangan membela kaum tertindas ini gak betul-betul mati sepenuhnya. Dalam proses bentrokan ISDV dengan pemerintah Belanda, ISDV sempat mengundang simpati para pemuda muslim di Sarekat Islam (selanjutnya disebut SI), yang pada saat itu dipimpin oleh Semaoen dari Surabaya dan Darsono dari Solo. Lambat laun, gerakan ISDV ini semakin beralih dari "LSM wong londo pembela hak pribumi" jadi didominasi oleh kaum pribumi muslim. Sampai akhirnya pada tahun 1920, ISDV resmi berganti nama menjadi "Perkumpulan Komunis di Hindia" (PKH).

Potret rapat Sarekat Islam di Kaliwungu.
Sementara itu, Tan Malaka yang udah gemes banget melihat penderitaan para buruh, memutuskan pindah ke Jawa dan ikut berjuang bersama PKH hasil pentukan SI dengan ISDV. Di Semarang, Tan Malaka dipercaya untuk merintis Sekolah Rakjat untuk menjadi guru sekaligus kepala sekolah di Semarang. Ternyata setelah bergabung dengan PKH, Tan Malaka gak cuma sibuk ngajar mencerdaskan rakyat doang, tapi juga ikut berjuang di serikat pekerja/buruh di seluruh Jawa, dari serikat buruk tambang minyak, rel kereta, percetakan, dll.. semuanya diikuti oleh Tan Malaka agar hak para buruh dapat dibela oleh orang-orang terdidik.
Namun sayangnya, kolaborasi antara Sarekat Islam dengan PKH tidak berjalan harmonis karena banyak anggota SI (terutama H.Agus Salim) yang berpikir bahwa pandangan politik sosialis dan komunis tidak selaras dengan syariat Islam. Sementara itu, Tan Malaka sendiri berpendapat bahwa hal itu tidak perlu dipersoalkan. Tapi ujung-ujungnya PKH tetap lepas sepenuhnya dari kepengurusan SI dalam keputusan Kongres Sarekat Islam VI 1921.
Setelah menjadi organisasi mandiri, PKH menunjuk Semaoen sebagai ketua. Dalam masa kepemimpinannya, Semaoen cenderung mengambil langkah hati-hati dan menghindarin konflik sama pemerintahan kolonial. Sementara itu Tan Malaka orang yang cenderung lebih gemes dan frontal dalam melawan Belanda. Sampai akhirnya, ketika Semaoen harus meninggalkan Nusantara untuk menghadiri konferensi buruh internasional di Moskow, Tan Malaka punya kesempatan untuk mengambil alih kepemimpinan PKH.
Gaya kepemimpinan Tan Malaka ini beda banget sama sama Semaoen, doi ngambil jalur radikal, bodo amat sama penilaian Belanda. Kalo bisa diibaratkan, Semaoen ini seperti Gandhi yang kalem, Tan Malaka ini seperti Che Guevara yang frontal. Malaka mimpin gerakan aksi demonstrasi para buruh dan pedagang kios pegadaian. Dari situlah, Tan Malaka berhasil mengambil kepercayaan masyarakat, terutama kaum pekerja, bahwa PKH adalah mitra sejati kaum pekerja dan bersedia untuk membantu melawan penindasan terhadap pekerja.
Lama kelamaan, pemerintah kolonial Belanda gerah juga sama satu tokoh yang udah bikin situasi bisnis mereka kacau di mana-mana, sampai akhirnya Tan Malaka ditangkep polisi Belanda. Kemudian, atas perintah Gubernur Jenderal Dirk Fock, Tan Malaka diasingkan ke Belanda biar ga bisa mimpin pemberontakan lagi. Di situ, pemerintah Belanda bisa sedikit bernafas lega karena satu biang kerok sumber masalah berhasil "dibuang" jauh-jauh ribuan kilometer dari Hindia Belanda.
Quote:
Perjuangan Dalam Masa Pengasingan (1922 – 1942)
Biasanya orang tuh ya, kalo udah ditangkep polisi, digebukin, sampai diasingkan, mbok ya harusnya kapok. Tapi buat Malaka sih ga ada ceritanya dia kapok berjuang untuk rakyat Hindia Belanda. Di dalam pengasingan, Malaka malah join sama Communistische Partij Nederland (CPN) atau Partai Komunis Belanda. Lebih gawatnya lagi, saking cerdasnya Tan Malaka, dia juga kepilih jadi kandidat ke tiga untuk duduk di parlemen Belanda dari partai ini! Mantap! Bahkan sebetulnya, suara buat Malaka jauh ngelebihin kandidat nomer dua CPN. Sayangnya, karena umurnya masih muda banget (25 tahun), dia ga bisa jadi anggota DPR-nya Belanda.
Selain radikal, Tan Malaka juga bisa kita bilang ga bisa diem. Gagal jadi anggota parlemen di Belanda, dia pindah ke Berlin ketika ide komunisme sedang sangat berkembang pasca Perang Dunia I yang berhasil ngegulingin kekuasaan Kaisar Wilhelm II. di Berlin, Tan Malaka ketemu dan gabung lagi sama rekan seperjuangannya, yaitu Darsono (yoi! Darsono dari Solo pentolan Sarekat Islam), yang pada waktu itu jadi perwakilan COMINTERN (Communist International) di kota itu.

FOTO BARENG ANGGOTA KOMINTERN LAIN Berdiri: Ke tiga dari kiri: Tan Malaka, Ke empat dari kiri: Manabendra Nath Roy (Pendiri Partai Komunis Meksiko dan Partai Komunis India) Duduk: Pertama dari kiri: Ho Chi Minh (Bapak Negara Vietnam), Ke tiga dari kiri: Sen Katayama (Pendiri Partai Komunis Jepang)
Setelah ketemu lagi sama Darsono, Tan Malaka ikut bergabung menjadi anggota Comintern dan pindah ke Moscow Rusia untuk berfokus mengurus negara-negara Timur termasuk Hindia Belanda. Pada Kongres Internasional Comintern ke empat tahun 1922, Tan Malaka bikin kaget para pemimpin-pemimpin komunis dunia, termasuk Lenin dan Trotsky, karena pendapatnya yang nyebutin bahwa Comintern bisa kerjasama dengan negara-negara Islam untuk membela kaum tertindas. Namun gagasan itu tidak sampai direalisasikan. Berikut kutipan langsung pendapat Malaka di kongres tersebut:
Berikutnya, Tan Malaka ditugaskan menjadi agen Comintern di Asia Tenggara dan bermarkas di Kanton, Tiongkok. Di sanalah, Tan Malaka menyusun sebuah gagasan masa depan bagi Hindia Belanda yang dia bukukan dengan judul “Naar de ‘Republiek Indonesia’” atau "Menuju Republik Indonesia". Buku yang disusun tahun 1925 ini menjadi tulisan pertama yang nyebut frase “Republik Indonesia” yang mengacu pada perjuangan kemerdekaan Hindia Belanda dari kolonialisme.

Buku Naar de Republiek Indonesia karya Tan Malaka
Buku ini berisi analisis Malaka terhadap kancah politik dunia pada saat itu, dan juga gagasan awal bagaimana sih perjuangan menuju negara bernama Indonesia itu direalisasikan. Selain itu, di buku ini Tan Malaka juga berhasil menganalisa sekaligus meramalkan dengan tepat bahwa ga lama lagi persaingan kekuatan ekonomi Jepang dan Amerika bakal berujung ke meletusnya perang di Pasifik, dimana situasi kekacauan itu bisa jadi kesempatan bagi Indonesia untuk melakukan revolusi untuk melawan Belanda. Buku inilah yang pertama kali menginspirasi kaum cendekiawan muda di tanah air maupun Belanda (Soekarno, Hatta, Amir Sjarifuddin, Nasution, dkk) untuk ikut merealisasikan gagasan negara Indonesia ini menjadi kenyataan. Enam belas tahun setelah buku ini dicetak, analisa Tan Malaka terjadi. Beneran meletus tuh Perang Pasifik dalam rangkaian Perang Dunia II, sekaligus menjadi peluang bagi Bung Karno, Hatta, Sjahrir, dkk untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Setelah PKI dihancurkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1926, Tan Malaka ngediriin Partai Republik Indonesia di Manila. Dia ngejalanin partai ini dari jauh, dan mendirikan perwakilan di berbagai daerah di Indonesia dengan bantuan rekan-rekan mantan anggota PKI. Setelah puluhan tahun ngungsi, dipenjara-penjarain, dibuang dari satu negara ke negara lain, Tan Malaka akhirnya memutuskan untuk diem-diem balik ke Indonesia dengan naik perahu kecil secara rahasia nyeberang Selat Malaka, dan setelah nyampe di Jakarta, Tan Malaka menyamar sembari kerja jadi pegawai dinas kesejahteraan sosial.
Biasanya orang tuh ya, kalo udah ditangkep polisi, digebukin, sampai diasingkan, mbok ya harusnya kapok. Tapi buat Malaka sih ga ada ceritanya dia kapok berjuang untuk rakyat Hindia Belanda. Di dalam pengasingan, Malaka malah join sama Communistische Partij Nederland (CPN) atau Partai Komunis Belanda. Lebih gawatnya lagi, saking cerdasnya Tan Malaka, dia juga kepilih jadi kandidat ke tiga untuk duduk di parlemen Belanda dari partai ini! Mantap! Bahkan sebetulnya, suara buat Malaka jauh ngelebihin kandidat nomer dua CPN. Sayangnya, karena umurnya masih muda banget (25 tahun), dia ga bisa jadi anggota DPR-nya Belanda.
Selain radikal, Tan Malaka juga bisa kita bilang ga bisa diem. Gagal jadi anggota parlemen di Belanda, dia pindah ke Berlin ketika ide komunisme sedang sangat berkembang pasca Perang Dunia I yang berhasil ngegulingin kekuasaan Kaisar Wilhelm II. di Berlin, Tan Malaka ketemu dan gabung lagi sama rekan seperjuangannya, yaitu Darsono (yoi! Darsono dari Solo pentolan Sarekat Islam), yang pada waktu itu jadi perwakilan COMINTERN (Communist International) di kota itu.

FOTO BARENG ANGGOTA KOMINTERN LAIN Berdiri: Ke tiga dari kiri: Tan Malaka, Ke empat dari kiri: Manabendra Nath Roy (Pendiri Partai Komunis Meksiko dan Partai Komunis India) Duduk: Pertama dari kiri: Ho Chi Minh (Bapak Negara Vietnam), Ke tiga dari kiri: Sen Katayama (Pendiri Partai Komunis Jepang)
Setelah ketemu lagi sama Darsono, Tan Malaka ikut bergabung menjadi anggota Comintern dan pindah ke Moscow Rusia untuk berfokus mengurus negara-negara Timur termasuk Hindia Belanda. Pada Kongres Internasional Comintern ke empat tahun 1922, Tan Malaka bikin kaget para pemimpin-pemimpin komunis dunia, termasuk Lenin dan Trotsky, karena pendapatnya yang nyebutin bahwa Comintern bisa kerjasama dengan negara-negara Islam untuk membela kaum tertindas. Namun gagasan itu tidak sampai direalisasikan. Berikut kutipan langsung pendapat Malaka di kongres tersebut:
Quote:
“Bersandingan dengan Bulan Sabit, Bintang Soviet akan menjadi panji perang akbar untuk kira-kira 250 juta Muslim yang ada di Sahara, Arabia, Hindustan, dan Hindia Kami (Indonesia maksudnya).”
Berikutnya, Tan Malaka ditugaskan menjadi agen Comintern di Asia Tenggara dan bermarkas di Kanton, Tiongkok. Di sanalah, Tan Malaka menyusun sebuah gagasan masa depan bagi Hindia Belanda yang dia bukukan dengan judul “Naar de ‘Republiek Indonesia’” atau "Menuju Republik Indonesia". Buku yang disusun tahun 1925 ini menjadi tulisan pertama yang nyebut frase “Republik Indonesia” yang mengacu pada perjuangan kemerdekaan Hindia Belanda dari kolonialisme.

Buku Naar de Republiek Indonesia karya Tan Malaka
Buku ini berisi analisis Malaka terhadap kancah politik dunia pada saat itu, dan juga gagasan awal bagaimana sih perjuangan menuju negara bernama Indonesia itu direalisasikan. Selain itu, di buku ini Tan Malaka juga berhasil menganalisa sekaligus meramalkan dengan tepat bahwa ga lama lagi persaingan kekuatan ekonomi Jepang dan Amerika bakal berujung ke meletusnya perang di Pasifik, dimana situasi kekacauan itu bisa jadi kesempatan bagi Indonesia untuk melakukan revolusi untuk melawan Belanda. Buku inilah yang pertama kali menginspirasi kaum cendekiawan muda di tanah air maupun Belanda (Soekarno, Hatta, Amir Sjarifuddin, Nasution, dkk) untuk ikut merealisasikan gagasan negara Indonesia ini menjadi kenyataan. Enam belas tahun setelah buku ini dicetak, analisa Tan Malaka terjadi. Beneran meletus tuh Perang Pasifik dalam rangkaian Perang Dunia II, sekaligus menjadi peluang bagi Bung Karno, Hatta, Sjahrir, dkk untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Setelah PKI dihancurkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1926, Tan Malaka ngediriin Partai Republik Indonesia di Manila. Dia ngejalanin partai ini dari jauh, dan mendirikan perwakilan di berbagai daerah di Indonesia dengan bantuan rekan-rekan mantan anggota PKI. Setelah puluhan tahun ngungsi, dipenjara-penjarain, dibuang dari satu negara ke negara lain, Tan Malaka akhirnya memutuskan untuk diem-diem balik ke Indonesia dengan naik perahu kecil secara rahasia nyeberang Selat Malaka, dan setelah nyampe di Jakarta, Tan Malaka menyamar sembari kerja jadi pegawai dinas kesejahteraan sosial.
Masih seru gan???



Langsung lanjut dibawah ya gan... (udah melebihi batas karakter kaskus gan, cek komentar...)




Spoiler for Sumber:
Sumber : www.zenius.net
Penulis : Faisal Aslim
Quote:
Faisal Aslim adalah Campaign Strategist di Zenius Education dan aktif sebagai kontributor di zenius.net dalam mata pelajaran Sejarah. Faisal mengambil gelar Pascasarjana di Jurusan Psikologi Klinis - Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
Follow Twitter Faisal at @ularnegeri
Follow Twitter Faisal at @ularnegeri
Diubah oleh fitrah.ramadhan 05-06-2015 23:13


tien212700 memberi reputasi
1
4.2K
Kutip
7
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan