loker.jabodetabAvatar border
TS
loker.jabodetab
Cuplikan Sejarah Komik Indonesia

Ada beberapa pendapat soal Komik Indonesia pertama. Salah satunya meyakini kalau yang paling pertama adalah komik strip tokoh Put On di harian Tiongkok Sin Po tahun 1931. Ini bersebrangan dengan kesimpulan penelitian Marcel Boneff, bahwa komik pertama yang dibukukan adalah komik Sri Asih karangan RA Kosasih tahun 1954. Soal ini, kolektor Komik Henry Ismono juga memiliki bukti, dalam koleksinya terdapat Komik ‘Manik Kangkeran’, dengan kata pengantar bertanggal April 1953. Dan besar kemungkinan ada lagi komik-komik yang lebih tua, namun belum ditemukan lagi atau hilang.

Bahkan, Ahli Kelirumologi Jaya Suprana menyatakan bahwa, “Komik tertua sesungguhnya ada di Indonesia, yakni yang terdapat dalam relief Candi Borobudur. Walau tanpa kata-kata, relief tersebut menggambarkan kisah yang luar biasa”.

Era 1950-an jadi awal popularitas komik lokal. Tak hanya kota Bandung dengan komikus RA Kosasih, komik juga menyebar ke Jakarta, Tasikmalaya, Surabaya, bahkan Medan. Melalui karyanya yang populer, sosok RA Kosasih berjasa besar sebagai penyebar tren komik era awal. Meskipun dia bukan tokoh yang pertama kali memperkenalkan komik di tanah air.

Euforia komik Indonesia berlanjut hingga tahun 1960-an. Keragaman budaya lokal baik hikayat atau legenda, diangkat menjadi komik bersamaan dengan komik-komik metropolis yang ramai pada saat itu.

Progam pemerintah dan propaganda partai komunis pun membuat komik tak sekedar media hiburan, dan masuk ke pusaran politik. RA Kosasih membuat komik ‘Empat Sekawan’ dan ‘Lahirnya Pancasila’. Ini jadi semacam dukungan pada pemerintah saat itu.

Ditengarai merupakan propaganda Partai Komunis Indonesia (PKI) atau Organisasi haluan kiri, pada masa itu ada juga komik impor bertema sosialis dari RRT. Pemerintah Orde Baru banyak memusnahkan komik jenis ini, sehingga keberadaannya nyaris tak terekam. Simak salah satu komik koleksi Henry Ismono berjudul ‘Desa Strategis’. Komik ini mengisahkan perang di Vietnam.

Pada akhir 1960-an sampai 1970-an, masyarakat semakin tergila-gila pada komik lokal. Ketika itu lazim disebut Cergam, alias cerita bergambar. Diantaranya, tokoh Si Buta dari Gua Hantu (Ganes Th.), Si Tolol (Djair), Si Mata Siwa (Teguh), Kelelawar (Jan Mintaraga). Atau para hero lokal seperti : Gundala Putera Petir (Hasmi), Godam (Wid Ns.),Kapten Halilintar (Jan Mintaraga) dan Nona Agogo (Sopoiku).

Di awal perkembangannya, banyak komik yang mengadaptasi dan berkiblat pada komik Barat. Menurut hasil penelitian Masrcel Bonneff, situasi ini memunculkan kritik masyarakat khususnya dari dunia pendidikan. Atas kritik ini, penerbit Melodie merespon dengan menerbitkan komik wayang karya RA Kosasih. Komik ini mengambil cerita dari epos Mahabharata dan Ramayana. Pada masanya, banyak komikus lain yang mengikuti karya Kosasih ini. Ini periode emas komik wayang seiring makin banyaknya komik-komik cerita hikayat.

Selanjutnya, berkembang era komik roman dengan tokoh terdepan seperti Jan Mintaraga. Juga Ganes Th yang membuat ‘Si Buta dari Goa Hantu’ dengan genre silat. Sukses besar Si Buta menumbuhkan perkembangan luar biasa komik silat. Muncul cerita silat legendaris seperti Panji Tengkorak (Hans Jaladara). Juga komik Jaka Sembung dan Si Tolol, yang bertema nasionalisme. Dan cerita silat pun nampak hanya sebagai bingkai, di dalamnya ada unsur horor, drama, perjuangan, dan lain sebagainya.

Di tengah maraknya cerita silat, muncul tema superhero.Ada Gundala (Hasmi) dan Godam (Wid NS). Umumnya berupa cerita futuristik para hero lokal melawan musuh dengan teknologi senjata canggih. Secara garis besar, alur cerita berupa pertarungan antara kebenaran versus kejahatan.

Tema humor juga muncul dengan maraknya komik tokoh Punakawan. Berbeda dengan cerita silat yang pada umumnya berlatar kejadian masa lalu. Cerita Punakawan digarap dengan unsur lebih kekikian. Ada juga komik-komik yang merupakan adaptasi cerita anak dunia.

Pada tahun 1966 Kementerian Penerangan RI Directorate Visuil menerbitkan Komik berjudul ‘Sejarah Revolusi Indonesia’. Kata pengantar komik adalah kutipan tulisan Bung Karno dari buku Lukisan Revolusi Indonesia. Komik karya Illustrator Wahyu Hidayat Rafli Idris ini berisi ronologi sejarah perjuangan. Diawali dengan perjuangan oleh Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Hidayat, Teuku Cik Di Tiro, Sultan Hasanudin, dan Patimura. Dari babakan ini, langsung masuk ke masa tahun 1945.

Selanjutnya, komik jilid 2 mengisahkan masa penting di tahun 1946. saat pusat pemerintahan pindah dari Jakarta ke Yogyakarta.

Melihat keterangan yang tertulis dalam halaman belakang komik akan disusun dalam berbagai bab. Bagian pertama adalah Periode Revolusi Fisik yang rencananya akan terdiri dalam 6 jilid, yaitu periode tahun 1945, 46, 47, 48, 49, dan 50. Juga dijelaskan bahwa satu tahun akan terbit satu jilid. Pemerintah saat itu juga merencanakan penerbitan komik revolusi selanjutnya. Yakni periode Survival 1950-1955, periode Demokrasi Terpimpin, periode Pancawarsa Manifesto Politik, dan Mahkotanya Pada Tahun 1965 sebagai periode Kedaulatan Nasional. Jadwal penerbitan tidak menduga bakal ada peristiwa G30S PKI. Ada kemungkinan, proyek penerbitan ini tidak berlanjut karena perubahan situasi politik negeri kita.

Para komikus pencipta tokoh tersebut adalah para seniman sekaligus pendongeng besar di masanya. Gambar yang mereka sajikan amat realis, detil, khas Indonesia dengan latar cerita yang sangat Indonesia.

Sampai kendisi berubah pada akhir tahun 90an, Komik Indonesia tak jadi tuan di negeri sendiri. Selain mulai banyak variasi hiburan lain, periode itu juga terisi dengan masuknya berbagai karakter dan cerita komik Manga dari Jepang.

Ada pendapat bahwa lambatnya regenerasi seniman komik membuat karya-karya komik terus berkurang. Itu bermula karena profesi sebagai komikus tidak menjanjikan. Banyak sosok seniman yang sangai piawai di bidang komik tapi mencari nafkah di luar komik. Selain itu, ada juga pendapat dimana pembaca komik jenuh dengan jalan cerita yang melulu hitam-putih. Sehingga ketertarikan pada komik lokal luntur dan itu mencapai puncaknya pada tahun 90an.

Tetapi tidak lantas komik Indonesia berhenti bergerak sama sekali. Masih ada seniman komik dengan gaya gambarnya sendiri seperti Beng Rahardian, Benny & Mice, Tatsu Maki , Shinju Arisa dan Is Yuniarto.

Kehadiran majalah komik di Indonesia juga menunjang kearah perkembangan Komik Indonesia. Salah satunya majalah komik re:ON yang bertahan meski banyak majalah serupa yang gulung tikar. Pernah ada majalah Wook Wook, ini bertahan sampai volume 4. Ada juga Comical Magz tumbang setelah 18 edisi.

Kelanjutan komik Indonesia juga mengarah pada soal penerimaan generasi muda, khusunya pecinta jejepangan terhadap komik Indonesia. Bagaimana apresiasi mereka terhadap komik Indonesia? Akankah komik Indonesia harus mati dengan gempuran soft power yang begitu kuat saat ini?. Di sisi lain, ada keyakinan bahwa komik Indonesia akan tetap eksis dan survive dengan caranya sendiri.

Tak ada alasan untuk tidak meminati komik dalam negeri. Apalagi, genre komik Indonesia saat ini sangat beragam. Seniman komik tak lagi rame-rame mengeksploitasi satu tema berbarengan. Saat ini komik Indonesia punya banyak pilihan, mulai cerita wayang, komik fantasi, komik kehidupan, Detektif, Horor sampai Komedi, semuanya ada.

Boleh suka komik asing, tapi tetap jadikan komik Indonesia sebagai Tuan Rumah di negeri Sendiri…yuk baca dan koleksi komik kita sendiri….


sumber : disini
0
29.8K
168
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan