JAKARTA - Lahan yang akan dibangun Rumah Sakit Kanker di Grogol, Jakarta Barat memiliki dua sertifikat. Tanah yang letaknya di bagian kanan dengan luas 3,2 hektare milik perhimpunan sosial Candra Naya, dan tanah sebelah kiri punya Yayasan Kesehatan Sumber Waras 3,6 hektare.
Direktur Umum RS Sumber Waras Abraham Tedjanegara menjelaskan, Pemprov DKI itu membeli tanah yang ada di sebelah kiri. Dia juga mengakui, tanah itu tidak memiliki akses ke jalan raya jika tidak melalui lahan milik Yayasan Candra Naya.
"Saat itu, kami menjanjikan akan memberikan akses jalan masuk dan keluar ke Jalan Kyai Tapa.
Tetapi untuk di akte tanah tanah yang dibeli Pemprov tidak ada akses jalan langsung," terang Abraham di Sumber Waras, Kyai Tapa, Jakarta Barat, Rabu 19 Agustus 2015.
Quote:
sumber http://metro.sindonews.com/read/1034876/171/ini-penjelasan-soal-akses-jalan-raya-rumah-sakit-kanker-1440002346
SuaraJakarta.co, JAKARTA – Ketua Pansus DPRD DKI, Triwisaksana, menyebutkan ada ketidaksesuaian lahan akses masuk yang dibeli oleh Pemprov DKI dari Yayasan Kesehatan Indonesia (YKI) RS Sumber Waras dengan yang telah disetujui oleh DPRD.
Wakil Ketua DPRD DKI yang kerap disapa Bang Sani tersebut menyampaikan bahwa dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK ditemukan
fakta bahwa Pemprov DKI malah membeli akses jalan raya ke RS Sumber Waras melalui Jalan Tomang Utara. Padahal, sesuai dengan kajian Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, sebagaimana kesepakatan dengan DPRD, akses jalan yang disepakati adalah melalui Jalan Kiai Tapa.
“Dalam laporan BPK disebut bahwa ada ketidaksesuaian antara pengadaan lahan dengan hasil kajian Dinkes. Pertama, akses ke jalan raya dalam hal ini Jalan Kiai Tapa itu tidak bersisian dengan lahan yang dibeli Pemprov di Jalan Tomang Utara, sementara syarat kajian teknis itu akses ke jalan raya atau Kiai Tapa. Anggaran yang disetujui DPRD itu pembelian tanah di Kiai Tapa,” ujar Bang Sani di RS Sumber Waras, Jakarta Barat.
Quote:
sumber http://suarajakarta.co/news/politik/pemprov-dki-beli-akses-jalan-masuk-rs-sumber-waras-yang-berbeda-dengan-persetujuan-dprd/
Abraham menjelaskan bahwa lahan yang ada di RS Sumber Waras terbagi menjadi dua sertifikat. Jika datang dari pintu masuk RS Sumber Waras yang berada di Jalan Kiai Tapa, sisi kiri merupakan lahan yang diakui oleh Abraham masih dalam sengketa.
Akses masuk ke RS Sumber Waras ada pada lahan sengketa itu. Lahan yang dibeli oleh Pemprov DKI ada pada sisi kanan yang merupakan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras.
Dengan menunjukkan peta, Abraham mengatakan bahwa lahan yang dibeli Pemprov tidak bersinggungan dengan Jalan Kiai Tapa, tetapi dengan Jalan Tomang Utara.
"Jika akses di Jalan Kiai Tapa ditutup, apakah ada akses lain?" ujar Triwisaksana. "Tidak ada," ujar Abraham. "Berarti kalau bidang tanah di Kiai Tapa ditutup, tidak ada akses ke lahan yang dibeli DKI?" tanya anggota Pansus lain, Sanusi.
"Ya, ya, tidak ada," ujar Abraham. Mengenai hal itu, Triwisaksana menyimpulkan bahwa akses ke lahan RS Sumber Waras yang dibeli Pemprov tidak sesuai dengan kajian Dinas Kesehatan.
Quote:
sumber http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/19/15205551/Dirut.Sumber.Waras.Akui.Tak.Ada.Akses.Masuk.di.Lahan.yang.Dibeli.Pemprov.DKI
INTINYA: AKTE TANAH YANG DIBELI AHOK TIDAK PUNYA AKSES LANGSUNG KE KYAI TAPA. AKSES JALAN KE KYAI TAPA CUMA NUMPANG KE PEMILIK TANAH SEBELAHNYA.
Jadi, menurut DIRUT sumber waras. DENAH YANG BENAR ADALAH YANG MENUNJUKKAN KETIDAKBERBATASAN TANAH AHOK DENGAN JALAN KYAI TAPA.
SEMENTARA DENAH YANG DITUNJUKKAN OLEH MEDIA TEMAN AHOK
TIDAK SESUAIDENGAN PENGAKUAN DIRUT SUMBER WARAS!!!
LANTAS, JIKA DENAH TANAH SUMBER WARAS DEMIKIAN, MENGAPA AHOK NGOTOT MEMBELI??
Silahkan baca tulisan Gatot Swandito di kompasi**a ini gan:
Quote:
Langsung saja ya. Menurut Direktur Umum RS Sumber Waras (SW) Abraham Tedjanegara, pada November 1970, Sin Ming Hui. menyerahkan sebagian tanahnya kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Dengan demikian tanah yang awalnya satu bidang dipisah menjadi dua bidang.
Penyerahan sebagian bidang tanah ini mengakibatkan RS terdiri atas dua sertifikat. Sertifikat pertama adalah hak guna bangunan atas nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Sertifikat itu untuk lahan seluas 36.410 meter persegi. Lahan bersertifikat inilah yang dijual kepada Pemprov DKI. Sedangkan sertifikat kedua dengan luas 33.478 meter persegi. Setifikat kedua ini berstatus hak milik atas nama Sin Ming Hui.
Tetapi, sekalipun memiliki dua sertifikat, RS SW hanya memiliki satu pembayaran PBB. Abraham mengaku tak tahu kenapa dua sertifikat itu dijadikan satu dalam pembayaran PBB. Kondisi ini sudah terjadi sejak ia menerima kepengurusan Sumber Waras. Katanya yang mengaturnya adalah pemerintah. Dan, hal itu sudah berjalan sejak 1970.
Masih menurut Abraham, pihak rumah sakit selalu memakai alamat Jalan Kyai Tapa dalam membuat perjanjian. Dan, tidak ada satu pun perjanjian yang menyebut alamat rumah sakit ini di Jalan Tomang Utara.
Dari sini sudah jelas. Awalnya satu bidang tanah, kemudian dipisah menjadi dua bidang. Satu bidang tepat bersinggungan dengan Jl Kyai Tapa. Sementara satu bidang lainnya, yang dibeli Pemprov, bersisihan dengan Jl Tomang. Tetapi karena pertimbangan administrasi, hukum, atau lainnya, kedua sertifikat menggunakan alamat yang sama, yaitu Jl Kyai Tapa.
Dari sinilah timbul masalah yang diungkapkan oleh BPK. NJOP tanah yang berada (zona) Tomang pastinya lebih rendah dari NJOP tanah yang berada di Jalan Kyai Tapa. Karena itu, kalau membeli bidang tanah yang berada di zona Jalan Tomang tetapi dengan NJOP zona Kya Tapa, maka sudah pasti pembeli merugi merugi. Dan Ahok membeli bidang tanah di zona Jl Tomang dengan NJOP zona Kyai Tapa. Selisih antara NJOP Kyai Tapa dengan NJOP Tomang inilah yang dimaksud oleh BPK sebagai kerugian.
Dari penjelasan Direktur RSSW yang dimuat oleh berbagai media sebenarnya sudah menyibak kekarutmarutan soal sertifikat dan PBB. Karena bagaimana mungkin ada 2 sertifikat tanah dengan hanya 1 PBB. Bisa dilihat kalau PBB tersebut atas nama RS SW dengan alamat Jalan Kyai Tapa RW 10 RT 10, Tomang, Jakarta Barat. Dari PBB juga tercantum luas bumi (tanah) 69.888 M2 atau total luas lahan sebelum dipisah menjadi 2 bidang tanah. Artinya, PBB mencakup 2 sertifikat, milik Sumber Waras dan Sin Ming Hui.
Seharusnya dari 2 sertifikat tersebut diterbitkan 2 PBB. 1 PBB atas nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras dengan luas tanah 36.410 M2i. Dan 1 PBB atas nama Sin Ming Hui dengan luas tanah 33.478 M2.. Perkara siapa yang membayar PBB-nya, tentu saja si pemakai tanah.
Tetapi, pertanyaannya, kenapa Ahok tidak meminta pihak penjual (YKSW) untuk membenahi sengkarut PBB dan menyelesaikannya terlebih dulu sebelum ia membeli lahan SW???Ini harus dijelaskan oleh Ahok!
Kemudian diberitakan juga, Kepala Badan Pertanahan Nasional Jakarta Barat Sumanto mengatakan, saat ini Pemprov DKI sedang melakukan balik nama terhadap sertifikat tersebut. Proses balik nama sudah dilakukan sejak tahun 2015. Lamanya proses balik nama disebabkan BPN harus kembali mengukur luas tanah yang akan dibeli. (Kompas.com, Kamis 14 April 2016).
Dari penjelasan Sumanto tersebut terungkap kalau BPN melakukan pengukuran luas atas tanah yang dibeli Pemprov DKI. Dalam proses pengukuran sudah pasti BPN harus mengetahui batas-batas tanah, sebelah kanan apa, sebelah kiri apa, depan apa, belakang apa, atas da bawah apa, utara, selatan, timur, dan barat. Semua batas harus jelas dan diketahui oleh pemilik lahan yang menjadi batasnya.
Dari denah tanah yang dibeli oleh Pemprov DKI jelas terlihat kalau sebelah atas berbatasan langsung dengan Jl Tomang dan sebelah kiri berbatasan lengsung dengan lahan milik Sin Ming Hui. Dari denah juga jelas terlihat kalau tanah yang dibeli Pemprov DKI tidak berbatasan sama sekali dengan Jl Kyai Tapa. Jangankan berbatasan nyenggol pun tidak. Yang berbatasan dengan Jl Kyai Tapa adalah tanah atas nama Sin Ming Hui.
Ahok selalu berdalih pada alamat pada sertifikat dan PBB. Di situ tertera Jl Kyai Tapa. Tetapi, alamat yang ada pada sertifikat dan PBB bukan menunjukkan lokasi tanah, tetapi alamat wajib pajak. Lokasi tanah ditentukan oleh batas-batas tanah.
Jadi, biarpun alamat wajib pajak tertera Jl Kyai Tapa, bukan berarti tanah tersebut berbatasan dengan Jln Kyai Tapa. Dalam kasus lahan YKSW menjadi rancu karena luas tanah yang terhitung dalam PBB termasuk tanah milik Sin Ming Hui. Akibat kerancuan itu, maka batas tanah atas nama YKSW pun seharusnya batas tanah adalah Jl. Kyai Tapa.
Nah, kalau dalam serifikat tanah milik YKSW pun berbatasan dengan Jl Kyai Tapa, maka jelas ada masalah dalam penentuan batas. Logikanya, dengan batas Kyai Tapa, maka luas tanah yang dibeli Pemrov DKI adalah 69.888 M2 bukan 36.410 M2. Sayangnya, sampai sekarang belum ada media yang mengunggah denah tanah pada sertifikat. (kasih tahu kalau sudah ada). Karena dari situ bisa ketahuan, apakah batasan dalam sertifikat tertulis Kyai Tapa atau tanah milik Sin Ming Hui.
Kalau ini yang bener, artinya Ahok hebat banget karena sudah beli tanah seluas 69.888 M2 dengan harga Rp 755,69 miliar. Tapi, kalau batasnya Kyai Tapa, jelas ada masalah dalam sertifikat tersebut. Tetapi, kalau batasnya adalah tanah milik Sin Ming Hui, maka NJOP yang berlaku adalah zona Tomang. Nah, sudah seharusnya Ahok, BPN, atau YKSW menjelaskan soal batas-batas tanah, dan bukan berkutat lagi pada alamat yang tercantum pada sertifikat atau PBB.
Sumber : http://www.kompasi*n*.com/gatotswandito/dua-sengkarut-tanah-sumber-waras-yang-harus-dijelaskan-ahok_57161ccf779373d70b566b1d
Tanggapan terhadap komentar yang masuk:
Quote:
1. Alamat kiai tapa dipakai ketika tanah masih satu kesatuan dengan tanah sebelahnya. Sementara kalau yang dibeli cuma separuhnya, maka harus sesuai dengan batasan utara-selatan-barat-timur dari tanah. FAKTANYA tanah yang dibeli ahok tidak berbatasan langsung dengan kiai tapa. APAKAH MASIH LAYAK MENYANDANG ALAMAT KIAI TAPA??? Sehingga ini antara AHok dibodohin ama sumber waras, atau emang dari awal ngincer tanah-tanah bermasalah model sumber waras buat dimarkup??? Karena FAKTA berbicara bahwa sebelumnya CIPUTRA melakukan deal dengan sumber waras di harga 15,5juta/meter, lha ini kok pemprov mau-maunya beli tanah yang sama dengan banderol 20 juta/meter2. Kecuali kebelet banget...
2. Selisih harga antara ciputra ama pemprov itu juga jadi tanda tanya. Disini itung2an kerugian negara muncul. Kalau ciputra bisa 15,5 juta, negara kok bisa2nya ngeduitin 20jt. Dan tinggal dikali 36ribu sekian meter. Kan gak masuk logika.
Padahal ntu tanah HGB, dimana pemprov berwenang menetapkan peruntukan tanah tsb, dimana ciputra sblmnya ingin bangun apartemen tapi gak dibolehin ama pemprov karena tanah tsb hanya diijinkan utk dibangunin bangunan non komersil.
Intinya, harga ciputra boleh dikatakan harga pasar, sementara harga pemprov? mungkin bisa disebut harga cukong.
Oiya, sumber waras gak mungkin tanah itu dilepas ke sembarang pihak. Jadi gak usah pakai alasan keburu diembat pihak lain trus tiba2 nyodorin harga yg jauh diatas harga pasar. Kan jd keliatan IQnya
3.
Quote:
Original Posted By robb3n►
dasar untuk menentukan harga pasar darimana gan?? kalo taon 2013 ciputra nawar 15 juta/m2 dengan asumsi harga pasar segitu apa itu nga kemahalan kalo NJOPnya sendiri tarolah ngikutin NJOP tomang utara sekitar 7 juta/m2?? bisa kah ente ngebayangin sekelas ciputra bayar tanah 15 juta/m2 sementara NJOPnya cuman 7 juta/m2...kalo sampe bener tu ciputra berani beli tu tanah 2 kali harga NJOPnya tu artinya tanah sw strategis banget...bisa jadi rebutan para developer...
Yaelah, kan tadi ane bilang jangan NJOP jadikan patokan harga. Tanya tuh sama pakar tanah. NJOP ama harga tanah lebih mahal mana?
Makanya, ente jangan heran kalau ciputra beli 15juta/meter = 500 sekian Milyar. Dan itu 2 kali NJOP. Ini gak jadi masalah.
Apakah harga segitu menunjukkan tanah sumber waras jadi rebutan? Ane kagak tau. Tapi yang ane tau surat tanahnya SHGB = Surat Hak Guna Bangunan. Dimana si pemilik harus dapat ijin kalau ingin mengubah fungsi tanah itu jadi komersial. Dan ahok bilang gak mau, dia maunya jadi rumah sakit. Maka ciputra mundur perlahan. Gak jadi beli, kesepakatan 500 sekian milyar batal.
Terus tiba-tiba. Logis kagak harga pasarannya naik jadi 700 sekian Milyar. Kagak ada lelang, kagak ada perusahaan lain yang ikut nawar juga. KAGAK LOGIS.
Ahok bilang itu harga NJOP. Ane bilang itu NJOP gila. Kalau yang jadi patokan kyai tapa, maka kenaikannya 12 juta ke 20 juta/meter. Kalau patokannya tomang, maka justru jadi lebih banyak lagi.
Kalau ente sebagai pemprov, ente bakalan beli tu tanah sebelum NJOP ente naikin atau pasca ente naikin. Kok gak logis banget kalau beli pasca ente naikin. Padahal yang ente pegang uang negara, dan NJOP jadi kewenangan ente buat netapin.
4. NJOP yang naikin pemprov. Cek deh. Yg naikin anak buahnya ahok. Kalaupun alasannya semua zona naik gak cuma sumber waras, ok, gak ada yang rugi. Yg punya tanah jg untung. Yang rugi cm 1, yakni orang yang mau beli tanah. Udah nganggarin sekian, akhirnya kudu rogoh kocek bnyak lg.
Pemprov malah untung dobel. Pajak masuk tambah gede, yg kedua sekaligus yg utama yakni harga tanah sumber waras sukses kemarkup.
Dan ingat gan, kenaikan NJOPnya gak wajar gan. Dari 12jt ke 20jt cuma dalam setahun. Padahal harga tanah aja naiknya gak segitu.
5.
Quote:
Original Posted By victor2000►Dah percuma debat ama panasbung. Kayak kaset rusak balik lagi ke tomang utara terus wkwkkw
Fadli zon yang bos panasbung aja dah ngaku bener kiai tapa, ini kenapa kroco kroconya masih ribut?
Kalo fadli zon kemarin manjat tembok nah bolehlah ribut
wkwkwk, ente lebih percaya congornya fadli zon?? Kalo ane mah lbh percaya apa kata pemilik tanah. Abraham sendiri yg bilang tanah yg dibeli ahok kagak punya jalan akses. Jalan akses yg sekarang masih milik orang euy, wkwkwk
6. Tambahan dari kaskuser:
Quote:
Original Posted By aththoriq►
Inget bray 15 juta tu klo bisa di ubah jadi komersial peruntukanya! Coba aja suruh jual tu tanah 20 jt peruntukanya buat rumah sakit ada yg mau beli ga kira2?😆😆😆😆😆😆
7. Dari 500 Milyar ke 700 Milyar itu keterlaluan.
Coba tunjukkan ada kagak perusahaan perusahaan yang mau beli tanah kayak gitu seharga 700 Milyar. Kalau masalah peminat emang bnyak. Tapi yang mau beli ada kagak?
Ada banyak hal yang bikin perusahaan pikir-pikir beli sumber waras:
Yang pertama, SHGB berijin rumah sakit (non komersil). Pengusaha perumahan, mall, apartemen kagak bisa beli buat mall, apartemen,dll.
Yang kedua, problem 2 sertifikat 1 PBB, ini bener2 ancaman bagi pembeli, berarti ada surat yang kagak beres di tanah itu.
Yg ketiga, jalan akses masih dimiliki oleh pihak yang bersengketa, jd blm tentu bisa kebeli, karena pihak bersengketa harus nyelesaikan sengketa itu untuk memutuskan menjual atau mempertahankan.
Yang keempat, karena jalan akses bukan bagian dari tanah yang dijual. Maka lebih cocok untuk investasi pasif. Sangat berliku jalan yang ditempuh untuk segera dibangun bangunan baru.
Jadi menurut ane, harga pasarannya gak jauh2 dari yg ditawarkan ciputra. Sekitar 500an Milyar.
8. Ini terus diupdate gan