Perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN yang berlaku tahun 2016 ini, mulai diantisipasi oleh sejumlah pihak. Salah satunya Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat.

APTRI Jabar telah mempersiapkan sejumlah langkah dalam menghadapi MEA. Konsekuensi terberat dari berlakunya MEA ini adalah pemerintah telah menghapus penetapan harga dasar (HPP) gula, dan menyerahkan sepenuhnya harga gula kepada mekanisme pasar.

Sekretaris APTRI Jawa Barat, Haris Sukmawan (Wawan) menyatakan penghapusan HPP gula berpotensi memukul petani tebu. Salah satu masalah terbesar para petani adalah impor gula yang dipastikan akan melambung. Kondisi ini bisa menyebabkan petani mengalami kerugian jika impor tidak terkendali karena dan berdampak pada turunnya harga gula.

Wawan menuturkan APTRI Jawa Barat telah mengusulkan kepada DPP APTRI untuk menekan pemerintah agar tetap membuat HPP gula untuk mengamankan harga dasar gula.

“Kalau usulannya ditolak karena bertentangan dengan perjanjian MEA, kami minta pemerintah mengendalikan impor gula,” ucap Wawan.

‎Wawan mengungkapkan sebelum MEA berlaku, membludaknya gula impor di pasaran masih sering terjadi dan petani masih tertolong karena masih ada ketetapan HPP gula dari pemerintah.

“Ketika MEA berlaku, maka pemerintah perlu betul-betul memperhatikan masalah impor gula rafinasi dan raw sugar,” ujarnya.

APTRI Jabar, menurut Wawan sama sekali tidak melarang impor gula asalkan sesuai dengan kebutuhan industri makanan dan minuman sedangkan untuk konsumsi masyarakat harus tetap memakai gula yang berbahan dasar tebu (gula lokal).

“Kami yakin pemerintah bisa membatasi dan mengatur impor, jangan sampai ada impor saat musim giling tebu,” ujarnya.

Namun jika pemerintah lalai dan gagal memproteksi impor gula yang bakal membanjiri Indonesia, maka petani tebu harus siap-siap untuk menerima kejatuhan harga tebu nasional.


sumber : http://swasembada.net/2016/04/19/awa...bu-bisa-jatuh/