- Beranda
- Komunitas
- Hobby
- Spiritual
SAYA TERJERUMUS DALAM ZINA, HARUSKAH SAYA TETAP MENIKAH DENGAN TEMAN ZINA SAYA?


TS
alia100416
SAYA TERJERUMUS DALAM ZINA, HARUSKAH SAYA TETAP MENIKAH DENGAN TEMAN ZINA SAYA?
Assalamu'alaikum wr.wb.
Mohon pencerahan dari agan/sista sekalian atas masalah yang sedang saya alami sekarang..

Mohon pencerahan dari agan/sista sekalian atas masalah yang sedang saya alami sekarang..


Quote:
SEKILAS TENTANG SAYA
Sebelum saya menceritakan pokok permasalahan saya, ijinkanlah saya untuk menceritakan tentang diri saya. Saya adalah seorang mahasiswi di salah satu universitas di Jawa Timur. Usia saya 21 tahun. Sebelum bertemu dengan si dia alias ‘pacar saya ini’, tanpa berniat menyombongkan diri, saya adalah seorang wanita yang bisa dibilang terus menerus mencoba untuk memperbaiki diri. Saya berusaha memperbaiki diri saya sebagai seorang muslimah yang seutuhnya. Mulai dari memperbaiki penampilan. Saya memang berhijab sudah lama, tapi saya akui dulu saya masih sering menggunakan pakaian ketat dan jauh dari kata “syar’i”. Akan tetapi, perlahan saya mulai belajar memperbaiki semuanya. Saya bersyukur karena memiliki teman-teman yang baik dan bisa dibilang mereka menjadi teladan bagi saya. Selain itu, saya juga berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Saya juga sempat membangun prinsip bahwa saya tidak mau pacaran. Karena tidak sekali saya merasakan sebuah kesia-sian dari yang namanya “pacaran”. Jujur saja, saya memang sempat beberapa kali berpacaran, akan tetapi pada saat itu kalau boleh dibilang, saya tidak pernah melakukan hal-hal yang diluar batas, paling berani hanyalah sebatas pegangan tangan.
Seiring berjalannya waktu, saya seringkali dihinggapi perasaan tidak sabar untuk segera bertemu dengan jodoh saya. Itu semua juga tidak lepas dari harapan kedua orang tua saya yang bisa dibilang menuntut saya menikah sebelum usia 25 tahun. Maka, jadilah saya yang seperti ini. Saya merasa masih labil untuk memilih jalan hidup saya, dan berujunglah pada kondisi sekarang ini. Kondisi yang membuat saya merasakan rasa bersalah yang luar biasa dan membuat saya kembali berada pada titik nol. Saya rasa, begitulah sedikit gambaran tentang diri saya.
Sebelum saya menceritakan pokok permasalahan saya, ijinkanlah saya untuk menceritakan tentang diri saya. Saya adalah seorang mahasiswi di salah satu universitas di Jawa Timur. Usia saya 21 tahun. Sebelum bertemu dengan si dia alias ‘pacar saya ini’, tanpa berniat menyombongkan diri, saya adalah seorang wanita yang bisa dibilang terus menerus mencoba untuk memperbaiki diri. Saya berusaha memperbaiki diri saya sebagai seorang muslimah yang seutuhnya. Mulai dari memperbaiki penampilan. Saya memang berhijab sudah lama, tapi saya akui dulu saya masih sering menggunakan pakaian ketat dan jauh dari kata “syar’i”. Akan tetapi, perlahan saya mulai belajar memperbaiki semuanya. Saya bersyukur karena memiliki teman-teman yang baik dan bisa dibilang mereka menjadi teladan bagi saya. Selain itu, saya juga berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Saya juga sempat membangun prinsip bahwa saya tidak mau pacaran. Karena tidak sekali saya merasakan sebuah kesia-sian dari yang namanya “pacaran”. Jujur saja, saya memang sempat beberapa kali berpacaran, akan tetapi pada saat itu kalau boleh dibilang, saya tidak pernah melakukan hal-hal yang diluar batas, paling berani hanyalah sebatas pegangan tangan.
Seiring berjalannya waktu, saya seringkali dihinggapi perasaan tidak sabar untuk segera bertemu dengan jodoh saya. Itu semua juga tidak lepas dari harapan kedua orang tua saya yang bisa dibilang menuntut saya menikah sebelum usia 25 tahun. Maka, jadilah saya yang seperti ini. Saya merasa masih labil untuk memilih jalan hidup saya, dan berujunglah pada kondisi sekarang ini. Kondisi yang membuat saya merasakan rasa bersalah yang luar biasa dan membuat saya kembali berada pada titik nol. Saya rasa, begitulah sedikit gambaran tentang diri saya.
Quote:
PERTEMUAN SAYA DENGAN DIA
Dia adalah teman sekelas saya. Proses kedekatan saya dengan dia bisa dibilang cukup cepat. Kalau ditanya kenapa saya bisa memutuskan untuk berpacaran dengan dia, jujur saya sendiri juga tidak mempunyai alasan yang kuat. Tidak ada satupun kriteria saya ada dalam dirinya. Harapan saya adalah saya bisa mendapatkan seorang pria yang soleh. Itu harapan saya pada waktu itu. Tapi, dia jauh dari kata soleh. Tidak bermaksud menrendahkan atau menyepelekan, tapi sejujurnya membaca Al Qur’an saja dia belum bisa. Dalam hati saya waktu itu, mungkin dengan menerimanya, saya bisa membuatnya berubah. Saya bisa membuatnya memperbaiki dirinya.
Tapi ternyata saya salah..
Pada waktu berpacaran dengannya, tidak munafik saya merasakan keterlenaan yang luar biasa. Seperti wanita pada umumnya, dia membuat saya nyaman dengan perhatian-perhatian yang dia berikan. Perlahan, saya mulai kehilangan diri saya. Jika sebelumnya saya rajin berpuasa senin-kamis, pada waktu itu saya perlahan mulai tidak semangat untuk melakukannya lagi. Sholatpun saya lakukan dengan hanya menghadapkan badan, tidak dengan hati saya.
Disinilah awal dari semua keburukan itu, dialah yang memperkenalkanku dengan perbuatan-perbuatan terlarang yang ada dalam pacaran. Walaupun pada saat itu masih sebatas bermesraan. Terkadang saya sadar bahwa itu salah. Tapi, setiap kali bertemu dengan dia, saya tidak bisa mengendalikannya. Hingga pada akhirnya saya merasa bahwa saya sudah terlalu jauh melangkah di jalan yang salah. Saya merasa saya sudah kotor. Dan itulah kebodohan saya. Karena sudah merasa terlanjur kotor, saya tidak lagi peduli dengan apa itu dosa besar. Terjerumuslah saya dalam perbuatan zina. Yaa, saya sudah berani berzina.
Dia adalah teman sekelas saya. Proses kedekatan saya dengan dia bisa dibilang cukup cepat. Kalau ditanya kenapa saya bisa memutuskan untuk berpacaran dengan dia, jujur saya sendiri juga tidak mempunyai alasan yang kuat. Tidak ada satupun kriteria saya ada dalam dirinya. Harapan saya adalah saya bisa mendapatkan seorang pria yang soleh. Itu harapan saya pada waktu itu. Tapi, dia jauh dari kata soleh. Tidak bermaksud menrendahkan atau menyepelekan, tapi sejujurnya membaca Al Qur’an saja dia belum bisa. Dalam hati saya waktu itu, mungkin dengan menerimanya, saya bisa membuatnya berubah. Saya bisa membuatnya memperbaiki dirinya.
Tapi ternyata saya salah..
Pada waktu berpacaran dengannya, tidak munafik saya merasakan keterlenaan yang luar biasa. Seperti wanita pada umumnya, dia membuat saya nyaman dengan perhatian-perhatian yang dia berikan. Perlahan, saya mulai kehilangan diri saya. Jika sebelumnya saya rajin berpuasa senin-kamis, pada waktu itu saya perlahan mulai tidak semangat untuk melakukannya lagi. Sholatpun saya lakukan dengan hanya menghadapkan badan, tidak dengan hati saya.
Disinilah awal dari semua keburukan itu, dialah yang memperkenalkanku dengan perbuatan-perbuatan terlarang yang ada dalam pacaran. Walaupun pada saat itu masih sebatas bermesraan. Terkadang saya sadar bahwa itu salah. Tapi, setiap kali bertemu dengan dia, saya tidak bisa mengendalikannya. Hingga pada akhirnya saya merasa bahwa saya sudah terlalu jauh melangkah di jalan yang salah. Saya merasa saya sudah kotor. Dan itulah kebodohan saya. Karena sudah merasa terlanjur kotor, saya tidak lagi peduli dengan apa itu dosa besar. Terjerumuslah saya dalam perbuatan zina. Yaa, saya sudah berani berzina.
Quote:
Pasca Zina
Setelah saya melakukan perbuatan yang sama sekali tidak pernah terpikirkan bahwa saya sampai pada kondisi ini. Saya selalu dihantui rasa bersalah yang luar biasa. Saya merasa bahwa saya sudah tidak mempunyai harga diri lagi. Saya sudah kehilangan semuanya, pastinya saya kehilangan Allah. Pada waktu itu, saya selalu menangis menyesali perbuatan saya. Walaupun penyesalan itu sudah terlambat.
Tapi, permasalahan belum selesai. Saya merasa bahwa pacar saya harus merasakan akibat dari perbuatan terlarang ini. Saya ingin dia segera menikahi saya. Dan cara yang saya lakukan pada waktu itu adalah SAYA PURA-PURA HAMIL. Saya mengaku hamil padanya. Itu semua saya lakukan dengan harapan dia segera menikahi saya.
Tapi, sekali lagi saya salah..
Dia menolak permintaan saya. Dia berjanji akan menikahi saya, tapi setelah lulus kuliah dan mendapat pekerjaan. Dan pada saat itu, dia memintaku mengguguran kandungan. Walaupun saya hanya berpura-pura hamil. Tapi hatiku remuk mendengar jawabannya itu. Setelah perdebatan yang cukup panjang, akhirnya saya mengalah. Saya memilih mengikuti pilihannya.
Saya tetap tidak mengakui bahwa saya hanya berpura-pura hamil. Karena saya ingin dia juga mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya. Pada waktu itu memang dia kelihatan sangat bingung dan takut. Tapi pada waktu itu saya merasakan impas, karena tidak hanya saya saja yang merasakan penyesalan ini. Dia melakukan segala usaha yang memang biasanya dilakukan untuk menggugurkan kandungan. Mulai dari membelikanku nanas muda, duria, dan pepaya muda. Semua itu saya terima. Tapi tidak pernah saya makan.
Selang dua minggu, dia masih tidak berhenti menyuruhku makan ini itu. Sampai pada akhirnya, dia menyuruhku meminum obat penggugur kandungan yang harganya tidak murah. Sekali lagi, saya biarkan dia membelinya. Saya pun menerima obatnya, alih alih saya meminumnya pdahal obat itu saya buang. Akhirnya, beberapa hari kemudian, saya mengaku bahwa saya sudah keguguran.
Setelah saya melakukan perbuatan yang sama sekali tidak pernah terpikirkan bahwa saya sampai pada kondisi ini. Saya selalu dihantui rasa bersalah yang luar biasa. Saya merasa bahwa saya sudah tidak mempunyai harga diri lagi. Saya sudah kehilangan semuanya, pastinya saya kehilangan Allah. Pada waktu itu, saya selalu menangis menyesali perbuatan saya. Walaupun penyesalan itu sudah terlambat.
Tapi, permasalahan belum selesai. Saya merasa bahwa pacar saya harus merasakan akibat dari perbuatan terlarang ini. Saya ingin dia segera menikahi saya. Dan cara yang saya lakukan pada waktu itu adalah SAYA PURA-PURA HAMIL. Saya mengaku hamil padanya. Itu semua saya lakukan dengan harapan dia segera menikahi saya.
Tapi, sekali lagi saya salah..
Dia menolak permintaan saya. Dia berjanji akan menikahi saya, tapi setelah lulus kuliah dan mendapat pekerjaan. Dan pada saat itu, dia memintaku mengguguran kandungan. Walaupun saya hanya berpura-pura hamil. Tapi hatiku remuk mendengar jawabannya itu. Setelah perdebatan yang cukup panjang, akhirnya saya mengalah. Saya memilih mengikuti pilihannya.
Saya tetap tidak mengakui bahwa saya hanya berpura-pura hamil. Karena saya ingin dia juga mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya. Pada waktu itu memang dia kelihatan sangat bingung dan takut. Tapi pada waktu itu saya merasakan impas, karena tidak hanya saya saja yang merasakan penyesalan ini. Dia melakukan segala usaha yang memang biasanya dilakukan untuk menggugurkan kandungan. Mulai dari membelikanku nanas muda, duria, dan pepaya muda. Semua itu saya terima. Tapi tidak pernah saya makan.
Selang dua minggu, dia masih tidak berhenti menyuruhku makan ini itu. Sampai pada akhirnya, dia menyuruhku meminum obat penggugur kandungan yang harganya tidak murah. Sekali lagi, saya biarkan dia membelinya. Saya pun menerima obatnya, alih alih saya meminumnya pdahal obat itu saya buang. Akhirnya, beberapa hari kemudian, saya mengaku bahwa saya sudah keguguran.
Quote:
Saya Mulai Bertaubat
Setelah semua peristiwa itu, saya benar-benar merasakan keterpurukan yang luar biasa. Saya tidak pernah menemukan ketenangan dalam hati saya. Entah mendapat bisikan dari mana, saya merasa bahwa saya harus kembali. Kembali pada Allah lagi. Saya ikhlas jika harus kehilangan dia pacar saya itu demi kembali ke jalan Allah. Akhirnya, saya melakukan taubat nasuha. Saya mengakui semua dosa-dosa saya dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.
Akhirnya , aku memberi tahu pacarku itu tentang keputusanku ini. Dia menghargai keputusanku. Sejak saat itu, aku memilih untuk tidak lagi terlalu sering bertemu dengan dia. Tapi status kami masih pacaran sampai saat ini. Jujur saya masih menunggu pertanggung jawaban dia. Karena, mungkinkah saya menikah dengan pria lain, sedangkan kondisi saya sudah seperti ini? Dan lagi, keluarga saya juga sudah mengenal pacar saya, begitupula dengan keluarganya.
Setelah semua peristiwa itu, saya benar-benar merasakan keterpurukan yang luar biasa. Saya tidak pernah menemukan ketenangan dalam hati saya. Entah mendapat bisikan dari mana, saya merasa bahwa saya harus kembali. Kembali pada Allah lagi. Saya ikhlas jika harus kehilangan dia pacar saya itu demi kembali ke jalan Allah. Akhirnya, saya melakukan taubat nasuha. Saya mengakui semua dosa-dosa saya dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.
Akhirnya , aku memberi tahu pacarku itu tentang keputusanku ini. Dia menghargai keputusanku. Sejak saat itu, aku memilih untuk tidak lagi terlalu sering bertemu dengan dia. Tapi status kami masih pacaran sampai saat ini. Jujur saya masih menunggu pertanggung jawaban dia. Karena, mungkinkah saya menikah dengan pria lain, sedangkan kondisi saya sudah seperti ini? Dan lagi, keluarga saya juga sudah mengenal pacar saya, begitupula dengan keluarganya.
Quote:
Pertanyaan saya
Saya ingin hijrah menjadi lebih baik lagi. Saya ingin bersih dari dosa-dosa besar saya. Tapi saya bingung apa yang harus saya lakukan sekarang? Tetap bersama dia yang seperti itu? Atau bagaimanakah seharusnya? Karena bagaimanapun juga saya merasa tidak mungkin bersuamikan lelaki baik, sedang saya sudah penuh dengan dosa.
Saya ingin hijrah menjadi lebih baik lagi. Saya ingin bersih dari dosa-dosa besar saya. Tapi saya bingung apa yang harus saya lakukan sekarang? Tetap bersama dia yang seperti itu? Atau bagaimanakah seharusnya? Karena bagaimanapun juga saya merasa tidak mungkin bersuamikan lelaki baik, sedang saya sudah penuh dengan dosa.


Polling
Poll ini sudah ditutup. - 55 suara
SAYA TERJERUMUS DALAM ZINA, HARUSKAH SAYA TETAP MENIKAH DENGAN TEMAN ZINA SAYA?
Ya
65%
Tidak
35%
0
99.7K
Kutip
154
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan