- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
TERKUAK: KOKO Diduga Dalang Suap Reklamasi, Ini Buktinya


TS
hap69
TERKUAK: KOKO Diduga Dalang Suap Reklamasi, Ini Buktinya
Quote:
TERKUAK: Aguan Diduga Dalang Suap Reklamasi, Ini Buktinya
KAMIS, 14 APRIL 2016 | 11:53 WIB

Sugianto Kusuma alias Aguan. ANTARA/Rosa Panggabean
TEMPO.CO, Jakarta - Sugianto Kusuma alias Aguan, bos raksasa properti Agung Sedayu Group, bertemu pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas rancangan aturan pulau reklamasi pada awal Desember 2015.Ia memanggil Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi, Wakil Ketua Mohamad Taufik, anggota Badan Legislasi Ongen Sangaji, dan Ketua Panitia Khusus Reklamasi Selamat Nurdin.

Perantara pertemuan adalah Mohamad Sanusi, politikus Partai Gerindra yang menjadi tersangka suap Rp 2 miliar. Aguan punya lima pulau reklamasi di Teluk Jakarta yang sudah dibangun tanpa izin. Di teras belakang rumahnya di Jalan Boulevard Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara, dekat pusat Buddha Tzu Chi yang didirikannya, mereka membahas kemungkinan menurunkan kontribusi tambahan dari 15 menjadi 5 persen.
Aguan keberatan karena 15 persen setara Rp 11,8 triliun. Ongen Sangaji membenarkan pertemuan tersebut. “Pertemuan itu ada, saya sudah jelaskan ke KPK,” kata dia di Jakarta, Rabu, 13 April 2016. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menduga pertemuan ini sebagai perencanaan suap reklamasi.

Karena itu KPK memeriksa Aguan kemarin. “Ada beberapa hal yang kami klarifikasi, terutama peran yang bersangkutan,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Seusai diperiksa sembilan jam, pengusaha kelahiran Palembang berusia 65 tahun itu tak menjawab pertanyaan wartawan.
Setelah pertemuan di rumah Aguan, Sanusi menghubungi staf khusus Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja. Lewat Sunny, Sanusi meminta Ahok--sapaan Basuki-- menurunkan angka kontribusi itu. “Saya sampaikan usulan-usulan dalam Raperda kepada Pak Gubernur, tak ada janji atau uang,” kata Sunny setelah diperiksa KPK, Rabu, 13 April 2016.

Di DPRD mobilisasi agar para anggota setuju penurunan digalang empat pimpinan ini, terutama kepada mereka yang menolak proyek reklamasi. Fajar Sidik, politikus Gerindra, mengaku ditawari Rp 100 juta. “Itu uang muka, ada tambahan jika setuju,” katanya. Inggard Joshua dari Partai Hanura mendengar kolega-koleganya diguyur Rp 5 miliar pada akhir Desember.
Pembahasan Raperda itu alot selama Januari hingga Maret 2016. Gubernur Ahok bertahan di angka 15 persen. Tapi dalam draf terakhir, nilai kontribusi sudah hilang dan akan diatur dalam peraturan gubernur.

Hingga Sanusi ditangkap, KPK mendeteksi tiga kali distribusi suap kepada anggota DPRD, melalui pimpinan Dewan. Selamat Nurdin tak menyangkal atau membenarkan pernyataan Ongen. Ia menunjuk Prasetyo yang bisa menjelaskan. “Dia bosnya, dia juga bekerja di sana,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.
Prasetyo menolak mengkonfirmasi. Ia tak menjawab pertanyaan seusai memimpin rapat paripurna kemarin. Taufik juga menghilang dan jarang terlihat di kantornya sejak adiknya itu ditangkap KPK. Dua hari sebelumnya, Prasetyo menjelaskan ia ditanya KPK seputar penangkapan Sanusi dan penurunan kontribusi tambahan pengembang reklamasi.
KAMIS, 14 APRIL 2016 | 11:53 WIB

Sugianto Kusuma alias Aguan. ANTARA/Rosa Panggabean
TEMPO.CO, Jakarta - Sugianto Kusuma alias Aguan, bos raksasa properti Agung Sedayu Group, bertemu pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas rancangan aturan pulau reklamasi pada awal Desember 2015.Ia memanggil Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi, Wakil Ketua Mohamad Taufik, anggota Badan Legislasi Ongen Sangaji, dan Ketua Panitia Khusus Reklamasi Selamat Nurdin.
Perantara pertemuan adalah Mohamad Sanusi, politikus Partai Gerindra yang menjadi tersangka suap Rp 2 miliar. Aguan punya lima pulau reklamasi di Teluk Jakarta yang sudah dibangun tanpa izin. Di teras belakang rumahnya di Jalan Boulevard Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara, dekat pusat Buddha Tzu Chi yang didirikannya, mereka membahas kemungkinan menurunkan kontribusi tambahan dari 15 menjadi 5 persen.
Aguan keberatan karena 15 persen setara Rp 11,8 triliun. Ongen Sangaji membenarkan pertemuan tersebut. “Pertemuan itu ada, saya sudah jelaskan ke KPK,” kata dia di Jakarta, Rabu, 13 April 2016. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menduga pertemuan ini sebagai perencanaan suap reklamasi.
Karena itu KPK memeriksa Aguan kemarin. “Ada beberapa hal yang kami klarifikasi, terutama peran yang bersangkutan,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Seusai diperiksa sembilan jam, pengusaha kelahiran Palembang berusia 65 tahun itu tak menjawab pertanyaan wartawan.
Setelah pertemuan di rumah Aguan, Sanusi menghubungi staf khusus Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja. Lewat Sunny, Sanusi meminta Ahok--sapaan Basuki-- menurunkan angka kontribusi itu. “Saya sampaikan usulan-usulan dalam Raperda kepada Pak Gubernur, tak ada janji atau uang,” kata Sunny setelah diperiksa KPK, Rabu, 13 April 2016.
Di DPRD mobilisasi agar para anggota setuju penurunan digalang empat pimpinan ini, terutama kepada mereka yang menolak proyek reklamasi. Fajar Sidik, politikus Gerindra, mengaku ditawari Rp 100 juta. “Itu uang muka, ada tambahan jika setuju,” katanya. Inggard Joshua dari Partai Hanura mendengar kolega-koleganya diguyur Rp 5 miliar pada akhir Desember.
Pembahasan Raperda itu alot selama Januari hingga Maret 2016. Gubernur Ahok bertahan di angka 15 persen. Tapi dalam draf terakhir, nilai kontribusi sudah hilang dan akan diatur dalam peraturan gubernur.
Hingga Sanusi ditangkap, KPK mendeteksi tiga kali distribusi suap kepada anggota DPRD, melalui pimpinan Dewan. Selamat Nurdin tak menyangkal atau membenarkan pernyataan Ongen. Ia menunjuk Prasetyo yang bisa menjelaskan. “Dia bosnya, dia juga bekerja di sana,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.
Prasetyo menolak mengkonfirmasi. Ia tak menjawab pertanyaan seusai memimpin rapat paripurna kemarin. Taufik juga menghilang dan jarang terlihat di kantornya sejak adiknya itu ditangkap KPK. Dua hari sebelumnya, Prasetyo menjelaskan ia ditanya KPK seputar penangkapan Sanusi dan penurunan kontribusi tambahan pengembang reklamasi.
https://nasional.tempo.co/read/news/...i-ini-buktinya
ah koko aguan, tak jadi croot deh


Quote:
SUAP REKLAMASI: Aguan dan Cerita Geng STOP dari DPRD DKI
KAMIS, 14 APRIL 2016 | 13:22 WIB

(Ki-ka) Ongen Sangaji, Selamet Nurdin, Prasetyo Edi Marsudi dan Mohamad Taufik.
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyebut mereka “Geng STOP”—akronim huruf pertama nama empat politikus ini. Mereka pejabat teras DPRD yang disebut-sebut menabur suap dan mengarahkan politikus menyetujui Rancangan Peraturan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Aksi mengarahkan untuk menyetujui rancangan aturan soal reklamasi Teluk jakarta itu, termasuk di dalamnya gerakan mobilisasi agar para politikus di Kebon Sirih--sebutan untuk kantor Dewan- menyetujui menurunkan kontribusi tambahan dari 15 menjadi 5 persen, yang diinginkan pengembang.
Keempat orang itulah yang diduga sosok yang diundang Sugianto Kusuma alias Aguan, bos raksasa properti Agung Sedayu Group, bertemu di teras belakang rumahnya di Jalan Boulevard Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, persis di dekat pusat Buddha Tzu Chi yang didirikannya.
Mereka membahas kemungkinan menurunkan kontribusi tambahan dari 15 menjadi 5 persen. Pembahasan Raperda itu alot selama Januari hingga Maret 2016. Gubernur Ahok bertahan di angka 15 persen. Tapi dalam draf terakhir, nilai kontribusi sudah hilang dan akan diatur dalam peraturan gubernur.
Perantara pertemuan adalah Mohamad Sanusi, politikus Partai Gerindra yang menjadi tersangka suap Rp 2 miliar. Hingga Sanusi ditangkap terkait kasus suap proyek reklamasi itu, KPK mendeteksi ada tiga kali distribusi suap kepada anggota DPRD, melalui para pimpinan Dewan.
1. MOHAMAD SANGAJI ALIAS ONGEN

Ongen adalah Ketua Fraksi Partai Hanura di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Ketua Hanura Jakarta. Ia juga bergabung dalam Badan Legislasi Daerah, yang menggodok sejumlah rancangan peraturan daerah. Ongen pernah memimpin pengajuan hak angket atas Basuki Tjahaja Purnama.
* “Pertemuan itu ada, saya sudah jelaskan kepada KPK,” kata Ongen di Jakarta, Rabu, 13 April 2016.
2. SELAMAT NURDIN

Karier politik Selamat di parlemen dimulai pada 2009. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini anggota Komisi Transportasi. Pada 2014, Selamat kembali terpilih menjadi anggota Dewan dan menjadi ketua fraksi. Ia bergabung sebagai anggota Komisi C, yang membidangi keuangan, sekaligus menjadi ketua panitia khusus pembahasan reklamasi.
* Selamat Nurdin tak menyangkal atau membenarkan pernyataan Ongen, yang membenarkan pertemuan itu. Ia menunjuk Prasetyo yang bisa menjelaskan. “Dia bosnya, dia juga bekerja di sana,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.
3. MOHAMAD TAUFIK

Politikus Partai Gerindra ini menjadi anggota Dewan sejak 2014 dari Partai Gerindra. Sebelumnya, ia bergabung dengan Partai Keadilan dan Persatuan. Taufik pernah tersangkut kasus korupsi saat menjabat Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta pada 2010, dan ditahan selama 1,5 tahun. Pada 2014, ia terpilih menjadi Wakil Ketua DPRD dan Ketua Badan Legislasi.
* Taufik menghilang dan jarang terlihat di kantornya sejak Mohamad Sanusi, tersangka suap reklamasi sekaligus adiknya, ditangkap KPK. Usai diperiksa KPK, Selasa, 12 April 2016, dia mengaku tak tahu menahu tentang uang suap untuk anggota DPRD.
4. PRASETYO EDI MARSUDI

Prasetyo mulai berkantor di Kebonsirih pada 2013. Ia menggantikan anggota Fraksi PDI Perjuangan, Maringan Pangaribuan, yang mundur. Dia menjadi Ketua DPRD karena berasal dari PDIP, partai pemenang Pemilu 2014.
* Prasetyo menolak mengkonfirmasi. Ia tak menjawab pertanyaan seusai memimpin rapat paripurna, Rabu, 13 April 2016. Dua hari sebelumnya, Prasetyo menjelaskan ia ditanya KPK seputar penangkapan Sanusi dan penurunan kontribusi tambahan pengembang reklamasi.
KAMIS, 14 APRIL 2016 | 13:22 WIB

(Ki-ka) Ongen Sangaji, Selamet Nurdin, Prasetyo Edi Marsudi dan Mohamad Taufik.
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyebut mereka “Geng STOP”—akronim huruf pertama nama empat politikus ini. Mereka pejabat teras DPRD yang disebut-sebut menabur suap dan mengarahkan politikus menyetujui Rancangan Peraturan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Aksi mengarahkan untuk menyetujui rancangan aturan soal reklamasi Teluk jakarta itu, termasuk di dalamnya gerakan mobilisasi agar para politikus di Kebon Sirih--sebutan untuk kantor Dewan- menyetujui menurunkan kontribusi tambahan dari 15 menjadi 5 persen, yang diinginkan pengembang.
Keempat orang itulah yang diduga sosok yang diundang Sugianto Kusuma alias Aguan, bos raksasa properti Agung Sedayu Group, bertemu di teras belakang rumahnya di Jalan Boulevard Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, persis di dekat pusat Buddha Tzu Chi yang didirikannya.
Mereka membahas kemungkinan menurunkan kontribusi tambahan dari 15 menjadi 5 persen. Pembahasan Raperda itu alot selama Januari hingga Maret 2016. Gubernur Ahok bertahan di angka 15 persen. Tapi dalam draf terakhir, nilai kontribusi sudah hilang dan akan diatur dalam peraturan gubernur.
Perantara pertemuan adalah Mohamad Sanusi, politikus Partai Gerindra yang menjadi tersangka suap Rp 2 miliar. Hingga Sanusi ditangkap terkait kasus suap proyek reklamasi itu, KPK mendeteksi ada tiga kali distribusi suap kepada anggota DPRD, melalui para pimpinan Dewan.
1. MOHAMAD SANGAJI ALIAS ONGEN
Ongen adalah Ketua Fraksi Partai Hanura di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Ketua Hanura Jakarta. Ia juga bergabung dalam Badan Legislasi Daerah, yang menggodok sejumlah rancangan peraturan daerah. Ongen pernah memimpin pengajuan hak angket atas Basuki Tjahaja Purnama.
* “Pertemuan itu ada, saya sudah jelaskan kepada KPK,” kata Ongen di Jakarta, Rabu, 13 April 2016.
2. SELAMAT NURDIN
Karier politik Selamat di parlemen dimulai pada 2009. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini anggota Komisi Transportasi. Pada 2014, Selamat kembali terpilih menjadi anggota Dewan dan menjadi ketua fraksi. Ia bergabung sebagai anggota Komisi C, yang membidangi keuangan, sekaligus menjadi ketua panitia khusus pembahasan reklamasi.
* Selamat Nurdin tak menyangkal atau membenarkan pernyataan Ongen, yang membenarkan pertemuan itu. Ia menunjuk Prasetyo yang bisa menjelaskan. “Dia bosnya, dia juga bekerja di sana,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.
3. MOHAMAD TAUFIK
Politikus Partai Gerindra ini menjadi anggota Dewan sejak 2014 dari Partai Gerindra. Sebelumnya, ia bergabung dengan Partai Keadilan dan Persatuan. Taufik pernah tersangkut kasus korupsi saat menjabat Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta pada 2010, dan ditahan selama 1,5 tahun. Pada 2014, ia terpilih menjadi Wakil Ketua DPRD dan Ketua Badan Legislasi.
* Taufik menghilang dan jarang terlihat di kantornya sejak Mohamad Sanusi, tersangka suap reklamasi sekaligus adiknya, ditangkap KPK. Usai diperiksa KPK, Selasa, 12 April 2016, dia mengaku tak tahu menahu tentang uang suap untuk anggota DPRD.
4. PRASETYO EDI MARSUDI
Prasetyo mulai berkantor di Kebonsirih pada 2013. Ia menggantikan anggota Fraksi PDI Perjuangan, Maringan Pangaribuan, yang mundur. Dia menjadi Ketua DPRD karena berasal dari PDIP, partai pemenang Pemilu 2014.
* Prasetyo menolak mengkonfirmasi. Ia tak menjawab pertanyaan seusai memimpin rapat paripurna, Rabu, 13 April 2016. Dua hari sebelumnya, Prasetyo menjelaskan ia ditanya KPK seputar penangkapan Sanusi dan penurunan kontribusi tambahan pengembang reklamasi.
https://nasional.tempo.co/read/news/...-dari-dprd-dki
lanjutkan


Diubah oleh hap69 14-04-2016 15:27
0
3.5K
Kutip
32
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan