Kali ini ane yang masih newbi banget, mau kasih sebuah cerita. Kisah ini fiktif ya, bukan pengalaman TS sendiri.
Tapi yang mikir ini pengalaman TS, boleh-boleh aja sih
Spoiler for PROLOG:
Masa-masa SMA adalah masa dimana bunga cinta tumbuh dengan suburnya. Di masa itu juga para remaja mulai mencoba-coba mencari cinta pertamanya, atau mungkin berpindah ke lain hati. Sepasang kekasih berjalan bersama di koridor sekolah, atau duduk berdua di kantin, bukan menjadi pemandangan yang aneh. Justru yang selalu jalan dengan gerombolannya akan dipandang kurang normal. “Jomblo” seolah-olah menjadi gelar yang menyeramkan. Pacaran mungkin bukan lagi karena mereka mencintai, tapi bisa juga karena ketakukan mendapat julukan tak terhormat itu.
Aku merasa gak ada yang aneh dengan menjadi jomblo pada masa itu. Tapi tetap saja aku risih jika teman-temanku mulai mem-bully statusku. Apa salahnya dengan memutuskan menjadi jomblo? Apakah aku gak akan lulus SMA kalau gak pernah pacaran di sekolah? Apa ada materi ujian praktek “Cara Pacaran yang Baik dan Benar”? Atau kah ada pertanyaan seputar gaya berpacaran dalam ujian Biologi?
Aneh. Bagiku mereka yang aneh. Jomblo, single, atau apaan itu namanya, itu adalah sebuah pilihan. Tapi jika memang gak ada yang mau, itu baru namanya nasib. Tapi ini pilihan bagiku. Bukannya aku gak laku ya, tapi aku memilih untuk gak pacaran. Ada alasan yang gak bisa aku ungkapkan ke mereka kenapa aku gak mau pacaran. Toh kalaupun aku cerita, mereka gak akan peduli.
Namun, lama-lama aku lelah juga harus menghadapi bully mereka. Sebenarnya bukan aku satu-satunya yang jomblo di kelas, tapi paling gak teman-temanku itu pernah pacaran. Paling standar, mereka pernah suka sama orang. Lha aku? Aku sama sekali gak tertarik memikirkan hal itu. Berdekatan dengan cowok yang punya feeling padaku membuatku risih. Mungkin terdengar aneh, tapi memang begitu lah aku. Aku akan memasang tembok tinggi untuk menghalangi cowok masuk ke hatiku. (Aku juga sedang menganalisa sebenarnya apa yang terjadi padaku)
Pada akhirnya, aku menyerah dengan tekanan sosial itu. Aku memutuskan suatu hal yang luar biasa, yang hanya aku sendiri yang tahu kebenarannya. Aku mulai jatuh cinta, mencoba tepatnya. Dan “target”ku bukan orang yang biasa. Aku memilih seseorang yang aku sendiri tahu kalau aku gak mungkin pacaran dengannya. Paling gak, aku mau menunjukkan kalau aku masih normal, suka sama cowok. Dan selama 3 tahun kehidupanku di SMA, inilah target-targetku.