- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
KEBERUTALAN DENSUS 88.. 18+++


TS
171105
KEBERUTALAN DENSUS 88.. 18+++
Quote:
Merdeka.com - Terduga teroris Siyono tewas saat ditangkap Tim Densus 88 Antiteror di Klaten, Jawa Tengah. Siyono diduga dianiaya Densus di dalam mobil dengan cara kepalanya dihantamkan ke bagian besi mobil.
Tewasnya Siyono di tangan Densus membuat seluruh keluarga terluka. Bahkan, mereka belum mengikhlaskan kepergian pria berusia 34 tahun itu. Oleh karena itu, Suratmi, istri Siyono berharap keadilan terhadap kematian suaminya.
Dia pun mendatangi PP Muhammadiyah di Jalan Cik Ditiro Yogyakarta, Senin (29/3) pagi untuk meminta bantuan hukum.
"Saya datang ke sini untuk mengadu dan meminta bantuan agar Muhammadiyah mau mendampingi proses hukum," kata Suratmi pada Busyro Muqoddas yang mewakili PP Muhammadiyah, Selasa (29/3) lalu.
Suratmi menceritakan, setelah suaminya tewas, dia diminta polisi ke Jakarta. Saat itu, Suratmi diwanti supaya tidak membawa kasus itu ke ranah hukum.
"Saya waktu ke Jakarta sempat diminta untuk tanda tangan pernyataan tidak akan membawa kasus ini ke hukum. Tapi saya tidak mau, karena itu saya ingin meminta bantuan," ujar Suratmi.
Suratmi juga mengaku diberi uang sebanyak dua gepok, masing-masing setebal sekitar 10 sentimeter. Uang itu diberikan oleh seorang perempuan diduga polisi bernama Ayu, yang menjemput Suratmi dari Klaten.
Suratmi mengatakan, dua gepok uang itu dibungkus dengan koran bekas dan dilakban pada masing-masing sisinya. Sejak menerima uang itu, dia tidak berani membukanya.
Tak lama Muhammadiyah akhirnya membantu atas atas permintaan istri Siyono. Pengurus Pusat Muhammadiyah dan Tim Forensik Rumah Sakit Muhammadiyah melakukan autopsi jenazah Siyono. Hasil dan kesimpulan autopsi tim Forensik menemukan kejanggalan proses kematian Siyono yang dilakukan Detasemen Khusus 88 antiteror.
"Fakta utamanya jenazah tidak pernah dilakukan autopsi. Kematian benda tumpul di rongga dada kiri ada lima rusak ke dalam dan rongga kanan kanan ada satu tulang dada patah semua. Pemukulan ke arah jantung itu yang mengakibatkan kematian. Kemudian luka kepala ketokan benda tumpul tapi enggak ada pendarahan, dan dari seluruh autopsi ini tidak ditemukan ada perlawanan luka tangan," kata Komisioner Komnas HAM Siane Indriani saat jumpa pers di Ruang Nababan Komnas HAM, Jakarta, Senin (11/4).
Siane menyatakan, sebelum Siyono meninggal dunia, dia sedang duduk bersandar. Oleh sebab itu, kata dia, ada tekanan benda tumpul di bagian depan tubuh jenazah Siyono.
"Pada bagian tubuh belakang ada indikasi terjadi memar, jadi ada analisis sementara itu dilakukan dengan meyandar ada bagian punggung dilakukan dengan posisi yang ada bantalan sehingga menimbulkan tekanan dari depan," kata Siane.
Sementara di kesempatan yang sama, Ketua Umum Pemuda PP Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjutak menyebutkan tim forensik tak menemukan pendarahan di bagian kepala jenazah Siyono. Selain itu, kata Dahnil juga tak menemukan bagian tubuh untuk melawan Densus 88.
"Kesimpulan ada 4 mikrosopsi itu tidak benar sudah dilakukan autopsi sebelumnya. Ini yang kami lakukan autopsi pertama kali. Agak aneh polisi tahu penyebab kematian, dokter membuat kesimpulan mikrosopis uji sel ditemukan penyebab pendarahan dan patah tulang jantung yang penyebab kematian. Tidak ada indikasi perlawanan, dari mana yaitu tidak ada luka tangkis di bagian tubuh misalnya tangan dan kaki," kata Dahnil.
Dalam penyampain hasil dan kesimpulan ini dihadiri tokoh Masyarakat sipil yakni Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqqodas, Komisioner Komnas HAM Hafidz Abbas, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Tim Forensik Dr Gatot dan perwakilan YLBHI Bahrain.
Sementara itu, uang yang dibalut lakban dan kertas juga dibuka.
"Uang ini saat mau menjemput, dirayu Densus perempuan dengan memberi uang. Suratmi mendapat satu gepok buat anak-anak dan Wagiyono satu gepok. Masing-masing Rp 50 juta dan total Rp 100 juta," kata Siane sembari membuka uang.
Suratmi menyerahkan uang tersebut kepada PP Muhammadiyah dan Komnas HAM lantaran enggan menerimanya. Menurut Siane, uang tersebut diserahkan tanpa tanda terima.
"Anggaran darimana kita tak tahu. Tidak ada tanda terimanya juga," katanya.
Selain itu, Busyro Muqqodas mengatakan, pihaknya akan membahas uang tersebut.
"Uang ini akan kami rapatkan dengan Komnas HAM, mau diapakan uang ini secara transparan untuk mengungkap sisi terang tentang proses dan kematian tidak wajar dari kematian Siyono itu," kata dia.
Selain itu, Komisioner Komnas HAM Hafidz Abbas menyatakan, keluarga Siyono enggan menerima uang tersebut lantaran kematian warga Klaten itu terdapat kejanggalan.
"Tentu dia butuh duit, tapi duit ini tidak disentuh dapat dibayangkan idealisme orang walau sangat butuh tapi karena ada kebenaran dicari maka diserahkan kepada kuasa hukumnya PP Muhammadiyah. Semoga tidak tergoda," kata Hafidz
Tewasnya Siyono di tangan Densus membuat seluruh keluarga terluka. Bahkan, mereka belum mengikhlaskan kepergian pria berusia 34 tahun itu. Oleh karena itu, Suratmi, istri Siyono berharap keadilan terhadap kematian suaminya.
Dia pun mendatangi PP Muhammadiyah di Jalan Cik Ditiro Yogyakarta, Senin (29/3) pagi untuk meminta bantuan hukum.
"Saya datang ke sini untuk mengadu dan meminta bantuan agar Muhammadiyah mau mendampingi proses hukum," kata Suratmi pada Busyro Muqoddas yang mewakili PP Muhammadiyah, Selasa (29/3) lalu.
Suratmi menceritakan, setelah suaminya tewas, dia diminta polisi ke Jakarta. Saat itu, Suratmi diwanti supaya tidak membawa kasus itu ke ranah hukum.
"Saya waktu ke Jakarta sempat diminta untuk tanda tangan pernyataan tidak akan membawa kasus ini ke hukum. Tapi saya tidak mau, karena itu saya ingin meminta bantuan," ujar Suratmi.
Suratmi juga mengaku diberi uang sebanyak dua gepok, masing-masing setebal sekitar 10 sentimeter. Uang itu diberikan oleh seorang perempuan diduga polisi bernama Ayu, yang menjemput Suratmi dari Klaten.
Suratmi mengatakan, dua gepok uang itu dibungkus dengan koran bekas dan dilakban pada masing-masing sisinya. Sejak menerima uang itu, dia tidak berani membukanya.
Tak lama Muhammadiyah akhirnya membantu atas atas permintaan istri Siyono. Pengurus Pusat Muhammadiyah dan Tim Forensik Rumah Sakit Muhammadiyah melakukan autopsi jenazah Siyono. Hasil dan kesimpulan autopsi tim Forensik menemukan kejanggalan proses kematian Siyono yang dilakukan Detasemen Khusus 88 antiteror.
"Fakta utamanya jenazah tidak pernah dilakukan autopsi. Kematian benda tumpul di rongga dada kiri ada lima rusak ke dalam dan rongga kanan kanan ada satu tulang dada patah semua. Pemukulan ke arah jantung itu yang mengakibatkan kematian. Kemudian luka kepala ketokan benda tumpul tapi enggak ada pendarahan, dan dari seluruh autopsi ini tidak ditemukan ada perlawanan luka tangan," kata Komisioner Komnas HAM Siane Indriani saat jumpa pers di Ruang Nababan Komnas HAM, Jakarta, Senin (11/4).
Siane menyatakan, sebelum Siyono meninggal dunia, dia sedang duduk bersandar. Oleh sebab itu, kata dia, ada tekanan benda tumpul di bagian depan tubuh jenazah Siyono.
"Pada bagian tubuh belakang ada indikasi terjadi memar, jadi ada analisis sementara itu dilakukan dengan meyandar ada bagian punggung dilakukan dengan posisi yang ada bantalan sehingga menimbulkan tekanan dari depan," kata Siane.
Sementara di kesempatan yang sama, Ketua Umum Pemuda PP Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjutak menyebutkan tim forensik tak menemukan pendarahan di bagian kepala jenazah Siyono. Selain itu, kata Dahnil juga tak menemukan bagian tubuh untuk melawan Densus 88.
"Kesimpulan ada 4 mikrosopsi itu tidak benar sudah dilakukan autopsi sebelumnya. Ini yang kami lakukan autopsi pertama kali. Agak aneh polisi tahu penyebab kematian, dokter membuat kesimpulan mikrosopis uji sel ditemukan penyebab pendarahan dan patah tulang jantung yang penyebab kematian. Tidak ada indikasi perlawanan, dari mana yaitu tidak ada luka tangkis di bagian tubuh misalnya tangan dan kaki," kata Dahnil.
Dalam penyampain hasil dan kesimpulan ini dihadiri tokoh Masyarakat sipil yakni Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqqodas, Komisioner Komnas HAM Hafidz Abbas, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Tim Forensik Dr Gatot dan perwakilan YLBHI Bahrain.
Sementara itu, uang yang dibalut lakban dan kertas juga dibuka.
"Uang ini saat mau menjemput, dirayu Densus perempuan dengan memberi uang. Suratmi mendapat satu gepok buat anak-anak dan Wagiyono satu gepok. Masing-masing Rp 50 juta dan total Rp 100 juta," kata Siane sembari membuka uang.
Suratmi menyerahkan uang tersebut kepada PP Muhammadiyah dan Komnas HAM lantaran enggan menerimanya. Menurut Siane, uang tersebut diserahkan tanpa tanda terima.
"Anggaran darimana kita tak tahu. Tidak ada tanda terimanya juga," katanya.
Selain itu, Busyro Muqqodas mengatakan, pihaknya akan membahas uang tersebut.
"Uang ini akan kami rapatkan dengan Komnas HAM, mau diapakan uang ini secara transparan untuk mengungkap sisi terang tentang proses dan kematian tidak wajar dari kematian Siyono itu," kata dia.
Selain itu, Komisioner Komnas HAM Hafidz Abbas menyatakan, keluarga Siyono enggan menerima uang tersebut lantaran kematian warga Klaten itu terdapat kejanggalan.
"Tentu dia butuh duit, tapi duit ini tidak disentuh dapat dibayangkan idealisme orang walau sangat butuh tapi karena ada kebenaran dicari maka diserahkan kepada kuasa hukumnya PP Muhammadiyah. Semoga tidak tergoda," kata Hafidz
Ksian anak bininya..


0
6.7K
Kutip
42
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan