- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Mengenai Panama Paper


TS
Fanelix
Mengenai Panama Paper
Quote:
Sekilas Tentang Panama Paper, Bocoran Dokumen Terbesar dalam Sejarah

BERLIN – Sejumlah besar data milik perusahaan hukum yang berbasis di Panama, Mossack Fonseca yang bocor ke publik telah memicu penyelidikan yang dilakukan oleh berbagai media dari seluruh dunia. Dokumen bocoran yang dipublikasikan pada Minggu, 3 April 2016 itu diklaim telah mengungkap berbagai korupsi dan perjanjian bisnis mencurigakan yang dilakukan para pemimpin negara, politisi, atlet dan tokoh-tokoh penting lainnya.
Mossack Fonseca adalah perusahaan hukum yang menyediakan jasa offshore atau pengelolaan bisnis di luar negeri terbesar keempat di dunia. Salah satu kegaitan bisnis Mossack Fonseca adalah penyediaaan perusahaan-perusahaan tidak aktif atau shell company yang digunakan untuk menutupi kegiatan finansial klien-kliennya.
Laporan yang dilansir The Atlantic, Senin (4/4/2016) menyebutkan bahwa dokumen internal yang disebut dengan Panama Papers itu diterima oleh surat kabar Jerman Süddeutsche Zeitung sekira satu tahun lalu dari seorang sumber yang tidak disebutkan namanya dan baru dipublikasikan pada Minggu, (3/4)
Panama Papers mengungkap perusahaan-perusahaan offshore dan shell company milik 140 politisi, pejabat negara, dan atlet dari seluruh dunia, termasuk diantaranya kepala negara dan pemerintahan. Dokumen ini terdiri dari sekira 11,5 juta dokumen atau data setara 2,6 terabytes mengenai 214 ribu shell company dari periode 1970an hingga 2016 menjadikannya sebagai kebocoran dokumen terbesar di dunia.
“Data ini memberikan informasi ke dunia yang hanya ada di dalam bayangan,” tulis Süddeutsche Zeitung dalam laporannya. “ Dokumen ini membuktikan bagaimana industri global yang dipimpin oleh bank-bank, perusahaan-perusahaan hukum, dan perusahaan manajemen aset secara rahasia mengatur harta milik orang-orang kaya dan terkenal di dunia.”
Sebanyak 400 jurnalis dari 100 media dari 80 negara menghabiskan waktu setahun untuk mengecek dan mengulas Panama Papers sebelum akhirnya mengumumkan hasil temuan mereka.
sumber: http://news.okezone.com/read/2016/04...-dalam-sejarah

BERLIN – Sejumlah besar data milik perusahaan hukum yang berbasis di Panama, Mossack Fonseca yang bocor ke publik telah memicu penyelidikan yang dilakukan oleh berbagai media dari seluruh dunia. Dokumen bocoran yang dipublikasikan pada Minggu, 3 April 2016 itu diklaim telah mengungkap berbagai korupsi dan perjanjian bisnis mencurigakan yang dilakukan para pemimpin negara, politisi, atlet dan tokoh-tokoh penting lainnya.
Mossack Fonseca adalah perusahaan hukum yang menyediakan jasa offshore atau pengelolaan bisnis di luar negeri terbesar keempat di dunia. Salah satu kegaitan bisnis Mossack Fonseca adalah penyediaaan perusahaan-perusahaan tidak aktif atau shell company yang digunakan untuk menutupi kegiatan finansial klien-kliennya.
Laporan yang dilansir The Atlantic, Senin (4/4/2016) menyebutkan bahwa dokumen internal yang disebut dengan Panama Papers itu diterima oleh surat kabar Jerman Süddeutsche Zeitung sekira satu tahun lalu dari seorang sumber yang tidak disebutkan namanya dan baru dipublikasikan pada Minggu, (3/4)
Panama Papers mengungkap perusahaan-perusahaan offshore dan shell company milik 140 politisi, pejabat negara, dan atlet dari seluruh dunia, termasuk diantaranya kepala negara dan pemerintahan. Dokumen ini terdiri dari sekira 11,5 juta dokumen atau data setara 2,6 terabytes mengenai 214 ribu shell company dari periode 1970an hingga 2016 menjadikannya sebagai kebocoran dokumen terbesar di dunia.
“Data ini memberikan informasi ke dunia yang hanya ada di dalam bayangan,” tulis Süddeutsche Zeitung dalam laporannya. “ Dokumen ini membuktikan bagaimana industri global yang dipimpin oleh bank-bank, perusahaan-perusahaan hukum, dan perusahaan manajemen aset secara rahasia mengatur harta milik orang-orang kaya dan terkenal di dunia.”
Sebanyak 400 jurnalis dari 100 media dari 80 negara menghabiskan waktu setahun untuk mengecek dan mengulas Panama Papers sebelum akhirnya mengumumkan hasil temuan mereka.
sumber: http://news.okezone.com/read/2016/04...-dalam-sejarah
penjelasan videonya:
Quote:
Spoiler for video dari icij:

Quote:
untuk yang mau kisah lebih lengkap lagi silahkan ke https://investigasi.tempo.co/panama/panjang banget soalnya
Quote:
beberapa pejabat dan tokoh yang tersangkut sumbernya https://projects.icij.org/panama-pap...power-players/
/

/
Quote:
vidio pm islandia yang WO ketika diwawancarai
http://www.theguardian.com/world/vid...question-video
http://www.theguardian.com/world/vid...question-video
nah, untuk yang di Indonesianya ane dapat ini
Spoiler for gbr:
Quote:


TEMPO.CO, Jakarta - The Panama Papers menyebut 899 orang dan perusahaan di Indonesia yang memiliki perusahaan cangkang di beberapa kawasan surga pajak. Dari jumlah itu, 803 berupa nama pemegang saham, 10 perusahaan, 28 perusahaan yang diciptakan, dan 58 nama pihak terkait.
Panama Papers berbeda dengan Offshore Leaks. Dalam dokumen Offshore Leaks yang rampai pada 2013, ada 2.961 orang Indonesia yang terdaftar dalam 23 perusahaan. Dokumen Panama bocor dari kantor firma hukum Mossack Fonseca di Panama.
Sedangkan data Offshore Leaks berasal dari firma Portcullis TrustNet di Singapura dan Commonwealth Trust Ltd di British Virgin Island. Walau begitu, baik Offshore Leaks maupun Panama Papers dibongkar oleh International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), jejaring wartawan lintas negara.
Dalam Panama Papers, nama yang disebut di antaranya pengusaha minyak Riza Chalid dan buron Kejaksaan Agung, Joko S. Tjandra. Berikut ini beberapa nama dalam Panama Papers selain mereka.
Garibaldi “Boy” Thohir (Adaro): Harold Heights Group Ltd
"Ini hal lumrah. Saat memiliki klub bola, saya pakai SPV (self-load prepaid venture/perusahaan khusus) di luar negeri, jadi otomatis nama saya terpublikasi."
Investigasi Tempo: Panama Papers
Sandiaga Uno (Saratoga, Recapital): Aldia Enterprises, Attica Finance Ltd, dan Ocean Blue Global Holdings Ltd (melalui Saratoga Equity Partners)
"Saya memang punya rencana membuka semuanya, karena saya sekarang dalam proses mencalonkan diri menjadi pejabat publik.”
Fransiscus Welirang (Indofood): Azzorine Ltd (melalui BOS Trust Company Ltd)
“Iya, benar, itu perusahaan saya. Perusahaan satu dolar."
Airlangga Hartanto (Politikus Partai Golongan Karya): Buckley Development Corporation
"Buckley? Buckley, saya belum tahu. Nanti saya cek dulu.”
sumber
kalau yang ini perbandingan dg kebocoran yang sudah ada selama ini
Spoiler for gambar:
Quote:
ini kayaknya beberapa dokumen yang bocor https://www.documentcloud.org/public...apers%29%22/p4
update
Quote:
Original Posted By ada.byron►
Spoiler for update:
About Panama Projects
http://panamapapers.sueddeutsche.de/...b8d3c3495adf4/
Link di atas ada video wawancara Süddeutsche Zeitung dan ICIJ bagaimana mereka memproses big massive data




http://panamapapers.sueddeutsche.de/...b8d3c3495adf4/
Link di atas ada video wawancara Süddeutsche Zeitung dan ICIJ bagaimana mereka memproses big massive data





Quote:
Spoiler for berita banker Inggris membantu Korut:
A British banker who spent two decades living in communist North Korea set up a secret offshore finance company allegedly used by the Pyongyang regime to help sell arms and expand its nuclear weapons programme.
Nigel Cowie – a fluent Korean and Chinese speaker, who studied at Edinburgh University – was behind a Pyongyang front company, DCB Finance Limited, registered in the British Virgin Islands, papers show.
He says DCB Finance was used for legitimate business and that he was unaware of any unlawful transactions.
Cowie moved to North Korea in 1995 when Kim Jong-il was in power, and went on to become head of its first foreign bank, Daedong Credit Bank. Initially operating out of a ramshackle Pyongyang hotel with a staff of three, Cowie led a consortium that in 2006 bought a 70% stake in the bank.
A world of hidden wealth: why we are shining a light offshore
Huge leak reveals how the powerful exploit secretive tax regimes – and widen the gulf between rich and poor
Read more
Giving his address as Pyongyang’s International House of Culture, he registered DCB Finance Limited, an offshoot of the bank, in the BVI in summer 2006, with a senior North Korean official, Kim Chol-sam. The Panamanian law firm Mossack Fonseca incorporated the company, despite North Korea being an obvious high-risk destination.
That July Kim Jong-il signalled his defiance of US sanctions by firing seven ballistic missiles. In October, North Korea carried out its first nuclear weapons test with a controlled underground explosion. The ensuing diplomatic crisis saw the UN impose asset freezes and and travel and trade bans.
In 2013, the US imposed sanctions on Daedong and Cowie’s front company, DCB, as well as on Kim Chol-sam. It alleged the bank provided “financial services” to North Korea’s main arms dealer, the Korea Mining Development Corporation, and its main financial arm, Tanchon Commercial Bank, which were subject to sanctions for the “central role they play supporting North Korea’s illicit nuclear and ballistic missiles programs”.
The US Treasury claimed that since “at least 2006, Daedong Credit Bank had used its front company, DCB Finance Limited, to carry out international financial transactions as a means to avoid scrutiny by financial institutions avoiding business with North Korea”.
Kim was suspected of facilitating transactions worth hundreds of thousands and managing millions of dollars in North-Korean-related accounts.
Before moving to North Korea Cowie worked for HSBC in Hong Kong. From Pyongyang he gave several interviews to visiting foreign journalists, extolling North Korea as an under-appreciated investment opportunity. He told the Wall Street Journal he was part of an “effort to try to get the country going again”. Asked if he might prefer to work out of New York or Hong Kong rather than under an oppressive Stalinist dictatorship, he told the paper: “This is a lot more fun.”
North Korea links ‘went unnoticed’
The Panama Papers reveal Mossack Fonseca failed to notice Cowie’s companies were linked to North Korea – even though he gave an address there. The banker also used Mossack Fonseca to register another company, Phoenix Commercial Ventures Limited. In a joint venture with Pyongyang’s ministry of culture, the firm made CDs and DVD players.
It was only in 2010 that Mossack Fonseca realised it had been dealing with North Korean entities, and resigned as agent. The discovery came after the law firm got a letter from the British Virgin Islands’ Financial Investigation Agency asking for details of Cowie’s company. The next year, Cowie sold his share in the bank to a Chinese consortium.
The Panama Papers include acrimonious emails between Mossack Fonseca’s BVI office and its head office in Panama. In 2013, a member of the firm’s compliance department admitted Cowie’s North Korean address “should have been a red flag”. She wrote: “It is not the ideal situation and it is not gratifying issuing a letter highlighting the inefficiencies of Mossack Fonseca BVI.”
The US sanction against DCB was issued in June 2013, but it referred to a period from 2006, when Cowie was running Daedong. Cowie responded that he had left banking in 2011 to focus on other business commitments.
In a letter, his lawyer said: “My client was a shareholder in DCB Finance Ltd, a company set up to enable DCB to continue to operate after correspondent banks had closed its accounts. The name was specifically chosen in order to reflect the historical connection with DCB. DCB Finance Ltd was used for legitimate business. My client was, and still is to this day, unaware of any transactions being made with any sanctioned organisation or for any sanctioned purpose, during his tenure.”
sumber : http://www.theguardian.com/news/2016...-weapons-sales
Nigel Cowie – a fluent Korean and Chinese speaker, who studied at Edinburgh University – was behind a Pyongyang front company, DCB Finance Limited, registered in the British Virgin Islands, papers show.
He says DCB Finance was used for legitimate business and that he was unaware of any unlawful transactions.
Cowie moved to North Korea in 1995 when Kim Jong-il was in power, and went on to become head of its first foreign bank, Daedong Credit Bank. Initially operating out of a ramshackle Pyongyang hotel with a staff of three, Cowie led a consortium that in 2006 bought a 70% stake in the bank.
A world of hidden wealth: why we are shining a light offshore
Huge leak reveals how the powerful exploit secretive tax regimes – and widen the gulf between rich and poor
Read more
Giving his address as Pyongyang’s International House of Culture, he registered DCB Finance Limited, an offshoot of the bank, in the BVI in summer 2006, with a senior North Korean official, Kim Chol-sam. The Panamanian law firm Mossack Fonseca incorporated the company, despite North Korea being an obvious high-risk destination.
That July Kim Jong-il signalled his defiance of US sanctions by firing seven ballistic missiles. In October, North Korea carried out its first nuclear weapons test with a controlled underground explosion. The ensuing diplomatic crisis saw the UN impose asset freezes and and travel and trade bans.
In 2013, the US imposed sanctions on Daedong and Cowie’s front company, DCB, as well as on Kim Chol-sam. It alleged the bank provided “financial services” to North Korea’s main arms dealer, the Korea Mining Development Corporation, and its main financial arm, Tanchon Commercial Bank, which were subject to sanctions for the “central role they play supporting North Korea’s illicit nuclear and ballistic missiles programs”.
The US Treasury claimed that since “at least 2006, Daedong Credit Bank had used its front company, DCB Finance Limited, to carry out international financial transactions as a means to avoid scrutiny by financial institutions avoiding business with North Korea”.
Kim was suspected of facilitating transactions worth hundreds of thousands and managing millions of dollars in North-Korean-related accounts.
Before moving to North Korea Cowie worked for HSBC in Hong Kong. From Pyongyang he gave several interviews to visiting foreign journalists, extolling North Korea as an under-appreciated investment opportunity. He told the Wall Street Journal he was part of an “effort to try to get the country going again”. Asked if he might prefer to work out of New York or Hong Kong rather than under an oppressive Stalinist dictatorship, he told the paper: “This is a lot more fun.”
North Korea links ‘went unnoticed’
The Panama Papers reveal Mossack Fonseca failed to notice Cowie’s companies were linked to North Korea – even though he gave an address there. The banker also used Mossack Fonseca to register another company, Phoenix Commercial Ventures Limited. In a joint venture with Pyongyang’s ministry of culture, the firm made CDs and DVD players.
It was only in 2010 that Mossack Fonseca realised it had been dealing with North Korean entities, and resigned as agent. The discovery came after the law firm got a letter from the British Virgin Islands’ Financial Investigation Agency asking for details of Cowie’s company. The next year, Cowie sold his share in the bank to a Chinese consortium.
The Panama Papers include acrimonious emails between Mossack Fonseca’s BVI office and its head office in Panama. In 2013, a member of the firm’s compliance department admitted Cowie’s North Korean address “should have been a red flag”. She wrote: “It is not the ideal situation and it is not gratifying issuing a letter highlighting the inefficiencies of Mossack Fonseca BVI.”
The US sanction against DCB was issued in June 2013, but it referred to a period from 2006, when Cowie was running Daedong. Cowie responded that he had left banking in 2011 to focus on other business commitments.
In a letter, his lawyer said: “My client was a shareholder in DCB Finance Ltd, a company set up to enable DCB to continue to operate after correspondent banks had closed its accounts. The name was specifically chosen in order to reflect the historical connection with DCB. DCB Finance Ltd was used for legitimate business. My client was, and still is to this day, unaware of any transactions being made with any sanctioned organisation or for any sanctioned purpose, during his tenure.”
sumber : http://www.theguardian.com/news/2016...-weapons-sales
Quote:
Quote:
Original Posted By bastianravenx►Intinya gini gan Panama Paper ini ngungkap Orang Orang Kaya dunia yang menghindari Pajak. Misalnya penghasilan 1 Milyar harus bayar pajak 500 juta, Nah disini mereka buat perusahaan fiktif terus investasi disitu misalnya invest 500 juta jadi karena investasi ngga dihitung sebgai penghasilan berarti pengasilannya tinggal 500 juta yang tercatat jadi pajak yang mereka bayar lebih rendah daripada yang seharusnya jadi 250 juta gitu gan PAGE ONE KALAU BERKENAN
Quote:
Original Posted By keradeti►
Spoiler for update:
Kira2 kek gini gampangnya gan...
DanGliesack menggunakan analogi celengan untuk menjelaskan secara sederhana apa sebenarnya kasus Panama Papers ini. Berikut analogi tersebut, seperti dikutip dari vox.com, Senin (4/4/2016):
Anda menabung di celengan yang ada di lemari kamar Anda.

Ibu Anda terus memeriksa uang yang ada di celengan Anda.

Anda tidak suka dengan perilaku ibu.
Anda membeli sebuah celengan baru, dan membawanya ke rumah seorang teman bernama Johnny.

Ibu Johnny sibuk. Dia tidak akan sempat memeriksa celengan Anda. Jadi, Anda dapat dengan tenang menyimpan uang tanpa diperiksa.

Anak-anak tetangga berpikir tindakan Anda adalah sebuah ide brilian.

Mereka pun datang membawa celengan masing-masing ke rumah Johnny.

Suatu hari, ibu Johnny terkejut mengetahui ada banyak celengan di rumahnya.

Dia marah dan menelepon semua orangtua dari anak-anak yang menyimpan celengan.

Ditemukannya celengan dan kemarahan ibu Johnny merupakan analogi dari kemunculan kasus Panama Papers. Ada sejumlah anak yang menyimpan uangnya di "luar rumah" mereka.

Namun tidak semua anak yang menyimpan uangnya itu adalah orang jahat. Sebagai contoh, mungkin ada anak yang menyimpan uangnya di luar rumah karena mereka menginginkan privasi.

Tapi ada juga anak, sebut saja namanya Michael, yang mencuri uang dari dompet ibunya dan menyembunyikannya dalam celengan di rumah Johnny. Ada juga Jacob yang mencuri uang makan siang anak lain dan menyembunyikannya di rumah Johnny karena tidak ingin ketahuan ibunya.
Meski ada yang baik dan jahat, tapi semua anak yang menyimpan uangnya di rumah Johnny tetap dalam masalah, karena memiliki celengan rahasia adalah sesuatu yang dilarang.

Saat ini, jurnalis di berbagai negara sedang mendalami Panama Papers, untuk lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi di "rumah Johnny," apakah itu aktivitas legal, pantas atau melanggar hukum.
pejwan gan..
DanGliesack menggunakan analogi celengan untuk menjelaskan secara sederhana apa sebenarnya kasus Panama Papers ini. Berikut analogi tersebut, seperti dikutip dari vox.com, Senin (4/4/2016):
Anda menabung di celengan yang ada di lemari kamar Anda.

Ibu Anda terus memeriksa uang yang ada di celengan Anda.

Anda tidak suka dengan perilaku ibu.
Anda membeli sebuah celengan baru, dan membawanya ke rumah seorang teman bernama Johnny.

Ibu Johnny sibuk. Dia tidak akan sempat memeriksa celengan Anda. Jadi, Anda dapat dengan tenang menyimpan uang tanpa diperiksa.

Anak-anak tetangga berpikir tindakan Anda adalah sebuah ide brilian.

Mereka pun datang membawa celengan masing-masing ke rumah Johnny.

Suatu hari, ibu Johnny terkejut mengetahui ada banyak celengan di rumahnya.

Dia marah dan menelepon semua orangtua dari anak-anak yang menyimpan celengan.

Ditemukannya celengan dan kemarahan ibu Johnny merupakan analogi dari kemunculan kasus Panama Papers. Ada sejumlah anak yang menyimpan uangnya di "luar rumah" mereka.

Namun tidak semua anak yang menyimpan uangnya itu adalah orang jahat. Sebagai contoh, mungkin ada anak yang menyimpan uangnya di luar rumah karena mereka menginginkan privasi.

Tapi ada juga anak, sebut saja namanya Michael, yang mencuri uang dari dompet ibunya dan menyembunyikannya dalam celengan di rumah Johnny. Ada juga Jacob yang mencuri uang makan siang anak lain dan menyembunyikannya di rumah Johnny karena tidak ingin ketahuan ibunya.
Meski ada yang baik dan jahat, tapi semua anak yang menyimpan uangnya di rumah Johnny tetap dalam masalah, karena memiliki celengan rahasia adalah sesuatu yang dilarang.

Saat ini, jurnalis di berbagai negara sedang mendalami Panama Papers, untuk lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi di "rumah Johnny," apakah itu aktivitas legal, pantas atau melanggar hukum.
pejwan gan..

biar kekinian aja gan share berita ginian.

menarik kayaknya pas nanti udah di full release seluruh perusahaannya ada nama nama petinggi di Indonesia.

oh iya, ini juga sebenarnya gak salah salah amat ngelakuin kayak gini, tergantung niatnya aja pengennya mau diapakan tuh perusahaan.

ditunggu nanti bulan Mei untuk full releasenya dari pihak ICIJ.

Oh iya, ternyata yang 2000an orang Indonesia itu bukan Panama Papers tapi yang sebelumnya yang tahun 2013 lupa apa tuh namanya, jadi untuk orang Indonesia yang ada di Panama Paper masih dalam proses investigasi pihak Tempo selaku perwakilan Indonesia di ICIJ.

Nih gan buat yang mau lihat datanya selengkap lengkapnya, siapa tahu ada nama agan disitu.


Quote:
Original Posted By rannacap►ini yg dishare hari ini kan.
https://offshoreleaks.icij.org
ane bukan orang ekonomi. cuma keliatannya ini massive banget. dan perlu dicari tau kenapa perusahaan segede2 gitu menghindari pajak. apakah selama ini aturan pajak ada yg salah?
ada pernyataan di artikel di link di atas,
it is not they breaking the laws, it is that the laws are so poorly designed
(ane sbg muslim jd ngebandingin praktik ekonomi kaya gini dgn praktik ekonomi syariah. definisi duit itu apa. apa bedanya dgn nilai mata uang. kenapa dlm syariah tidak boleh ada bunga yg disebut sebagai riba. knp duit inflasi terus. harga harga naik terus. bagaimana nilai pajak ditetapkan. bagaimana dibandingkan dg sistem zakat. entahlah.. belajar dulu aja deh.)
https://offshoreleaks.icij.org
ane bukan orang ekonomi. cuma keliatannya ini massive banget. dan perlu dicari tau kenapa perusahaan segede2 gitu menghindari pajak. apakah selama ini aturan pajak ada yg salah?
ada pernyataan di artikel di link di atas,
it is not they breaking the laws, it is that the laws are so poorly designed
(ane sbg muslim jd ngebandingin praktik ekonomi kaya gini dgn praktik ekonomi syariah. definisi duit itu apa. apa bedanya dgn nilai mata uang. kenapa dlm syariah tidak boleh ada bunga yg disebut sebagai riba. knp duit inflasi terus. harga harga naik terus. bagaimana nilai pajak ditetapkan. bagaimana dibandingkan dg sistem zakat. entahlah.. belajar dulu aja deh.)
Diubah oleh Fanelix 10-05-2016 07:32




anasabila dan sebelahblog memberi reputasi
2
149.1K
Kutip
534
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan