- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Badan tinju dunia yang yang semakin tidak dihargai


TS
sukamto77
Badan tinju dunia yang yang semakin tidak dihargai
Badan Tinju Dunia Semakin tak Dihargai
Jika kita ditanya, cabang olahraga apa yang paling banyak induk organisasi dunianya? Sekilas jawabannya mudah saja. Bukan sepak bola (FIFA), bola voli (FIVB), ataupun bulu tangkis (IBF), tetapi dalam cabang tinju.
Sedikitnya ada tujuh badan tinju dunia yang didirikan. Mereka adalah WBA (World Boxing Association), WBC (World Boxing Council), IBF (International Boxing Federation), WBO (World Boxing Organization), WBF (World Boxing Federation), IBC (International Boxing Council), dan IBU (International Boxing Union).
Kalau kita hitung dari 17 kelas yang dipertandingkan dalam tiga badan tinju saja (WBA, WBC, dan IBF), maka sudah ada 51 petinju yang menyandang gelar juara dunia. Belum lagi jika ditambah dengan empat badan tinju dunia lainnya. Bahkan bisa lebih seandainya media massa memberitakan tentang nama-nama badan tinju dunia mulai dari yang terkenal hingga yang kurang terkenal.
Namun, apakah dengan semakin bertambahnya badan tinju dunia itu, maka akan semakin bertambah pula pengaruhnya terhadap para petinju? Dengan kata lain, para petinju akan bangga dan tertarik untuk menjadi anggota badan tinju dunia. Ternyata tidak. Kenyataannya, kini badan tinju dunia seolah-olah kurang dihargai oleh para petinju.
Tampaknya, badan tinju dunia itu kurang berpengaruh dibanding dua jaringan televisi. Kedua jaringan televisi yang berpengaruh itu ialah Showtime di bawah komando Don King dan HBO (Home Box Office) di bawah naungan Bob Arum.
Hasilnya, para petinju rela melepaskan sabuk gelar juaranya. Karena tanpa membawa nama badan tinju dunia pun mereka masih bisa bertarung dengan ‘bantuan’ promotor melalui jaringan televisi yang dimilikinya.
Mau bukti? George Foreman menjadi petinju pertama yang melepaskan gelar juara dunianya tanpa bertarung dengan petinju lain. Foreman harus rela melepaskan sabuk WBA-nya dengan alasan tidak mau bertanding dengan penantang peringkat satu WBA, Tony Tucker. Ia lebih suka bertarung dengan Axel Schulz. Lalu sabuk IBF-nya pun terpaksa harus dilepaskan karena tidak mau bertarung ulang dengan petinju Jerman, Axel Schulz.
Persaingan King-Arum
Begitu pula dengan petinju muda Amerika Serikat (AS), Oscar de la Hoya. La hOya terpaksa melepaskan sabuk IBF-nya oleh karena tidak mau bertarung dengan penantang urutan satu IBF, Miguel Julio dari Kolombia. Alasannya, petinju asal Kolombia itu dinilainya kurang berbobot, petinju sayur. Ternyata, La Hoya lebih suka bertarung dengan petinju yang kuat, Genaro Hernandez.
Sesaat setelah melepaskan sabuk IBF-nya, Oscar de la Hoya mengatakan bahwa ia lebih suka bertarung dengan petinju-petinju yang kuat. Ia rela tidak rela menyandang sabuk IBF, karena masih bisa bertarung dalam versi WBO.
Meskipun para petinju itu lepas dari salah satu badan tinju dunia, mereka masih bisa bertarung dengan petinju lain. Jaringan televisilah yang membuatnya bisa bertanding. Apalagi yang dicari kalau bukan uang. Rahasianya tentu saja segudang kekuatan untuk berprestasi.
Semakin berpengaruhnya jaringan televisi daripada badan tinju dunia, kini masyarakat penggemar tinju di AS lebih suka menyebut sang juara bukan sebagai juara dunia versi badan tinju dunia, tetapi sebagai juara versi jaringan televisi.
Puncak perseteruan antara Don King (Showtime) dan Bob Arum (HBO) akan berlangsung pada 4 November 1995 mendatang antara Mike “Abdullah” Tyson dengan Buster Mathis Junior di MGM Grand, Las Vegas, AS. Sementara pada waktu yang sama di tempat berbeda (Cesars Palace), akan berlangsung pertarungan yang ketiga antara mantan juara dunia, yaitu Riddick Bowe menghadapi Evander Holyfield.
Kedua pertarungan penting itu tentu bakal ditunggu hasilnya oleh masyarakat penggemar tinju dunia. Tetapi yang menarik tentunya pertarungan antara Don King dengan Bob Arum. Bagaimana pun jaringan televisi tampaknya lebih berpengaruh daripada badan tinju dunia. Siapa yang akan menang? Apakah Don King lewat Showtimenya ataukah Bob Arum lewat HBO-nya.
Lalu bagaimana dengan nasib badan tinju dunia yang dianggap kurang dihargai?
Novan Herfiyana
*) Tulisan ini dimuat di Harian Umum Bandung Pos edisi Selasa, 10 Oktober 1995.
Jika kita ditanya, cabang olahraga apa yang paling banyak induk organisasi dunianya? Sekilas jawabannya mudah saja. Bukan sepak bola (FIFA), bola voli (FIVB), ataupun bulu tangkis (IBF), tetapi dalam cabang tinju.
Sedikitnya ada tujuh badan tinju dunia yang didirikan. Mereka adalah WBA (World Boxing Association), WBC (World Boxing Council), IBF (International Boxing Federation), WBO (World Boxing Organization), WBF (World Boxing Federation), IBC (International Boxing Council), dan IBU (International Boxing Union).
Kalau kita hitung dari 17 kelas yang dipertandingkan dalam tiga badan tinju saja (WBA, WBC, dan IBF), maka sudah ada 51 petinju yang menyandang gelar juara dunia. Belum lagi jika ditambah dengan empat badan tinju dunia lainnya. Bahkan bisa lebih seandainya media massa memberitakan tentang nama-nama badan tinju dunia mulai dari yang terkenal hingga yang kurang terkenal.
Namun, apakah dengan semakin bertambahnya badan tinju dunia itu, maka akan semakin bertambah pula pengaruhnya terhadap para petinju? Dengan kata lain, para petinju akan bangga dan tertarik untuk menjadi anggota badan tinju dunia. Ternyata tidak. Kenyataannya, kini badan tinju dunia seolah-olah kurang dihargai oleh para petinju.
Tampaknya, badan tinju dunia itu kurang berpengaruh dibanding dua jaringan televisi. Kedua jaringan televisi yang berpengaruh itu ialah Showtime di bawah komando Don King dan HBO (Home Box Office) di bawah naungan Bob Arum.
Hasilnya, para petinju rela melepaskan sabuk gelar juaranya. Karena tanpa membawa nama badan tinju dunia pun mereka masih bisa bertarung dengan ‘bantuan’ promotor melalui jaringan televisi yang dimilikinya.
Mau bukti? George Foreman menjadi petinju pertama yang melepaskan gelar juara dunianya tanpa bertarung dengan petinju lain. Foreman harus rela melepaskan sabuk WBA-nya dengan alasan tidak mau bertanding dengan penantang peringkat satu WBA, Tony Tucker. Ia lebih suka bertarung dengan Axel Schulz. Lalu sabuk IBF-nya pun terpaksa harus dilepaskan karena tidak mau bertarung ulang dengan petinju Jerman, Axel Schulz.
Persaingan King-Arum
Begitu pula dengan petinju muda Amerika Serikat (AS), Oscar de la Hoya. La hOya terpaksa melepaskan sabuk IBF-nya oleh karena tidak mau bertarung dengan penantang urutan satu IBF, Miguel Julio dari Kolombia. Alasannya, petinju asal Kolombia itu dinilainya kurang berbobot, petinju sayur. Ternyata, La Hoya lebih suka bertarung dengan petinju yang kuat, Genaro Hernandez.
Sesaat setelah melepaskan sabuk IBF-nya, Oscar de la Hoya mengatakan bahwa ia lebih suka bertarung dengan petinju-petinju yang kuat. Ia rela tidak rela menyandang sabuk IBF, karena masih bisa bertarung dalam versi WBO.
Meskipun para petinju itu lepas dari salah satu badan tinju dunia, mereka masih bisa bertarung dengan petinju lain. Jaringan televisilah yang membuatnya bisa bertanding. Apalagi yang dicari kalau bukan uang. Rahasianya tentu saja segudang kekuatan untuk berprestasi.
Semakin berpengaruhnya jaringan televisi daripada badan tinju dunia, kini masyarakat penggemar tinju di AS lebih suka menyebut sang juara bukan sebagai juara dunia versi badan tinju dunia, tetapi sebagai juara versi jaringan televisi.
Puncak perseteruan antara Don King (Showtime) dan Bob Arum (HBO) akan berlangsung pada 4 November 1995 mendatang antara Mike “Abdullah” Tyson dengan Buster Mathis Junior di MGM Grand, Las Vegas, AS. Sementara pada waktu yang sama di tempat berbeda (Cesars Palace), akan berlangsung pertarungan yang ketiga antara mantan juara dunia, yaitu Riddick Bowe menghadapi Evander Holyfield.
Kedua pertarungan penting itu tentu bakal ditunggu hasilnya oleh masyarakat penggemar tinju dunia. Tetapi yang menarik tentunya pertarungan antara Don King dengan Bob Arum. Bagaimana pun jaringan televisi tampaknya lebih berpengaruh daripada badan tinju dunia. Siapa yang akan menang? Apakah Don King lewat Showtimenya ataukah Bob Arum lewat HBO-nya.
Lalu bagaimana dengan nasib badan tinju dunia yang dianggap kurang dihargai?
Novan Herfiyana
*) Tulisan ini dimuat di Harian Umum Bandung Pos edisi Selasa, 10 Oktober 1995.
0
5.1K
27


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan