- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Konflik Natuna, Prabowo Sudah ingatkan Jokowi. Majapahit Part-2 Terulang?


TS
sharita
Konflik Natuna, Prabowo Sudah ingatkan Jokowi. Majapahit Part-2 Terulang?
Konflik Natuna, Prabowo Sudah ingatkan Jokowi
Mar 25, 2016-
JakarS E N S O RHarian88 – Konflik di Natuna yang melibatkan kapal pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan di Laut Natuna, Kepulauan Riau, dengan kapal nelayan dan armada patroli pantai (Coast Guard) Tiongkok, Minggu (20/3/2016) lalu menjadi perhatian banyak pihak termasuk Partai Gerindra.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Moekhlas Sidik menilai bahwa dalam kasus tersebut sepertinya Tiongkok berkeinginan kuat menguasai seluruh wilayah Laut Cina Selatan, termasuk teritori Indonesia. Apalagi di Natuna terkandung banyak kekayaan alam yang bernilai triliunan rupiah.
Masalah Natuna, menurutnya sudah diingatkan oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, kepada Joko Widodo dalam debat capres 2014 lalu.
“Pak Prabowo sudah ingatkan Pak Jokowi pada debat capres lalu, Namun pada waktu itu Pak Jokowi menganggap bahwa Natuna yang diklaim masuk Laut China Selatan itu bukan urusan Indonesia melainkan urusan negara lain,” katanya, melalui siaran pers, dilansir jpnn Jumat (25/3.2016)..
Moekhlas berharap, Jokowi bisa segera sadar bahwa masalah klaim wilayah Laut China Selatan yang ikut menyasar Natuna tersebut menjadi kepedulian bangsa dan negara Indonesia dalam menjaga kedaulatan wilayahnya.
“Kami berharap presiden segera sadar. Membawa kasus ini ke Mahkamah Hukum Laut Internasional sangat tepat. Tiongkok dan dunia Internasional harus diyakinkan bahwa Natuna adalah wilayah teritori Indonesia,” tegasnya
http://www.harian88.com/konflik-natu...gatkan-jokowi/
Setelah Diprotes Keras, China Akui Natuna Milik Indonesia
Senin, 21 Maret 2016 − 16:33 WIB

BEIJING - Pemerintah China pada Senin (21/3/2016), mengakui wiilayah perairan Natuna milik Indonesia. Pengakuan itu muncul setelah Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno LP Marsudi memprotes keras tindakan kapal nelayan China yang masuk Natuna untuk mencuri ikan.
Semula, Kedutaan Besar China di Jakarta, memprotes penangkapan kapal dan delapan anak buah kapal (ABK) China oleh aparat keamanan Indonesia pada Sabtu pekan lalu. Kedubes China bahkan mengklaim penangkapan itu terjadi di perairan milik China.
(Baca: Klaim Natuna, China Desak RI Bebaskan 8 ABK Pencuri Ikan)
Padahal, Indonesia berulang menegaskan, perairan Natuna, sepenuhnya milik Indonesia. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, akhirnya memberi penegasan soal kepemilikan Indonesia atas perairan Natuna.
”Kedaulatan Natuna milik Indonesia. China tidak memiliki keberatan dengan ini,” kata Hua dalam briefing reguler, seperti dikutip Reuters.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, Menlu Retno telah memanggil dan menemui Kuasa Usaha Kedutaan Besar China di Jakarta, Sun Wei Dei. Pemanggilan ini untuk memprotes keras pelanggaran kapal China di wilayah Natuna, Indonesia.
(Baca juga: Kapal China Masuk Natuna, Indonesia Protes Keras)
”Dalam pertemuan itu, kami nyatakan protes keras dan sampaikan nota yang berisi sebagai berikut, pertama terdapat pelanggaran coast guard China terhadap hak berdaulat dan yuridiksi Indonesia di wilayah ZEE dan landas kontingen,” kata Menlu Retno pada Senin (21/3/2016).
”Protes kedua adalah pelanggaran coast guard Tiongkok (China) terhadap penegakan hukum yang dilakukan terhadap aparat Indonesia pada Zona Ekonomi Ekslusif dan landas kontingen,” lanjut Retno.
”Ketiga, pelanggaran juga dilakukan coast guard Tiongkok pada kedaulatan laut teritorial Indonesia. Indonesia telah minta klarifikasi pada Pemerintah Tiongkok atas kejadiaan ini,” imbuh Retno.
Retno melanjutkan, dalam pertemuan itu dia menekankan kepada pihak Chiina bahwa dalam hubungan bernegara yang baik, prinsip hukum internasional termasuk UN Clos 1982 harus dihormati.
”Terakhir saya sampaikan penekanan bahwa Indonesia bukan merupakan claim state di Laut China. Indonesia bukan claim state Laut China Selatan,” tegas Menlu Retno.
http://international.sindonews.com/r...sia-1458552774
Dua Menteri Jokowi Ini, Berani Bantah Pemerintah China!
14 hours ago

Luhut Binsar Panjaitan & Susi Pudjiastuti
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan menegaskan jika Indonesia tidak mengenal istilah traditional fishing zone. Pernyataan Luhut tentu saja menepis anggapan Kementerian Luar Negeri China.
“Pemerintah kita tidak mengenal dengan zona traditional fishing. Tidak ada itu” ungkap Luhut di Jakarta, Kamis (24/3/2016).
Hal senada juga disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti. Ia mengatakan bukan hanya Indonesia yang tidak mengenal istilah traditional fishing zone. Dunia internasional juga tak mengakui istilah itu.
“Di dunia tidak ada pengakuan akan traditional historical fishingsoal itu. Tidak ada” tegas Susi Pudjiastuti.
Seperti yang diketahui jika Kementerian Luar Negeri China beberapa waktu lalu, membantah kapal nelayan dan costguard-nya memasuki wilayah perairan Indonesia di Natuna. China menganggap wilayah itu adalah tempat yang secara tradisional biasa mereka kunjungi.
“Lokasi yang Anda sebutkan tempat insiden berlangsung, merupakan kawasan penangkapan ikan tradisional China. Kapal nelayan China saat itu menjalankan aktivitas penangkapan seperti biasa di dalam area itu” ungkap juru bicara Kemenlu China, Hua Chunying.
http://m.aktualpost.com/2016/03/dua-...erintah-china/
Terbongkar ! China Sempat Mohon Sama Indonesia Buat Gak Umbar kasus KM Kway Fey, "Kita Adalah Teman" Katanya
3/25/2016

NBCIndonesia.com - Beberapa jam setelah mendapat laporan adanya konfrontasi antara kapal costguard China dengan kapal petugas Indonesia di Laut China Selatan, diplomat senior Negeri Tirai Bambu memohon, via telepon, kepada pejabat pemerintahan Jokowi: Jangan umbar ke media massa, kita adalah teman.
Permohonan tersebut ditolak menyusul konferensi pers yang diselenggarakan pemerintah untuk memprotes intervensi China.
Ini diungkap Bloomberg, kemarin, berdasarkan penuturan seorang pejabat Indonesia yang enggan disebutkan namanya. Sayang, Bloomberg belum mendapatkan konfirmasi terkait diplomasi di balik layar tersebut dari Kedutaan Besar China di Indonesia. Meskipun sudah melayangkan dua surat elektronik dan empat kali telepon.
Pejabat Indonesia itu mengaku pihaknya terpaksa bereaksi lantaran kapal costguard China telah melakukan provokasi. Itu dalam bentuk penghalangan terhadap upaya Indonesia meringkus KM Kway Fey 10078 yang diduga mencuri ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Ian Storey, peneliti keamanan laut Asia Pasifik, mengatakan, Indonesia biasanya cenderung meredam konflik dengan China demi menjaga hubungan baik.
"Tapi, jika China memulai berupaya mengklaim wilayah laut Indonesia, Jakarta tak punya opsi selain melakukan publikasi dan memaksa balik Beijing," kata senior fellow ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapore tersebut.
China mengklaim memiliki 80 persen Laut China Selatan, salah satu perairan tersibuk di dunia. Klaim itu didasarkan pada nine dash line atau sembilan garis putus-putus.
Klaim sepihak ini mendorong perselisihan dengan Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
Pada 2012, Indonesia menyusul berselisih. Ini setelah China mengklaim sebagian perairan Natuna di Laut China Selatan
http://www.nbcindonesia.com/2016/03/...ohon-sama.html
Diplomat Sebut Klaim China Atas Kepulauan Natuna karena Permintaan kepada Deng Xiaoping
October 18, 2015

Wilayah Laut China Selatan yang diklaim Pemerintah China termasuk wilayah RI di Kepulauan Natuna. (medansatu/ist)
MEDANSATU.COM, Jakarta – Konflik China dan Indonesia atas Kepulauan Natuna sebenarnya telah diramal Jurnal the Diplomat tahun 2014 lalu. Disebutkan, cepat atau lambat China dan Indonesia akan berseteru atas kepemilikan wilayah yang sebenarnya sangat jauh dari daratan China tersebut.
Seorang analis politik internasional, Victor Robert Lee mengatakan, Kepualauan Natuna pada awal abad 20 cukup banyak dihuni etnis Tionghoa. Namun seiring waktu, terutama setelah dikuasai resmi oleh Indonesia, warga Melayu dan Jawa jadi dominan. Victor mengaku punya bukti, permintaan resmi warga keturunan China di Natuna yang meminta agar Pemerintah China menganeksasi Kepulauan Natuna.
Setelah konfrontasi Malaysia-Indonesia, disusul sentimen anti-China, jumlah keturunan China di Natuna turun dari kisaran 5.000-6.000 jiwa menjadi 1.000 orang,” tulisnya seperti dikutip dari jakartagreater.com, Minggu (18/10/2015).
Victor mengatakan, warga keturunan China pada 1980-an pernah menghubungi Presiden China saat itu, Deng Xiaoping, agar Pemerintah China segera merebut Kepulauan Natuna dari Indonesia ;Warga keturunan China yang saat itu mayoritas meminta Deng Xiaoping memasukkan Kepulauan Natuna sebagai wilayah administrasi China, sebutnya.
Permintaan tersebut ternyata didengar Pemerintah China. Lalu pada tahun 2009, Pemerintah China mengumumkan peta baru wilayahnya dengan memasukkan Kepulauan Natuna di dalamnya. Indonesia sendiri pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) langsung memprotes Pemerintah China melalui PBB. Namun protes tersebut tak diindahkan negara tirai bambu tersebut.
Setelah diselidiki, lanjut Victor, China telah ternyata telah memasukkan 90 persen wilayah Laut China Selatan sebagai wilayahnya. Ini kemudian memicu protes dari Malaysia, Vietnam, Philipina dan Brunei Darussalam dan Indonesia. Namun hingga kini PBB belum bersikap atas manuver China dan Pemerintah Indonesia.
Klaim China ini telah sejak lama diantisipasi TNI. Sejak 1996, TNI telah mengerahkan armada tempur dan menempatkan 20 ribu personel untuk menjaga wilayah NKRI tersebut. Jokowi lalu menegaskan sikap Indonesia terhadap Natuna lebih keras dari sikap SBY. “Sembilan titik garis yang selama ini diklaim Tiongkok dan menandakan perbatasan maritimnya tidak memiliki dasar hukum internasional apapun,” ujar Jokowi.
http://medansatu.com/berita/10727/di...deng-xiaoping/
oribinal source: http://thediplomat.com/2014/10/is-in...uth-china-sea/
----------------------------------------------------------------------------




Ada catatan sejarah yang dilupakan elit politik dan elit militer China saat ini ketika ekonomi mereka semakin kuat di Asia Pasific. Pertama kisah keterlibatan Jepang dalam Perang Pasific di WW II dulu. Dan kedua, ketika Kekaisaran China hendak menguasai Majapahit di abad 14 lalu. Keduanya menunjukkan bahwa pola ekspansionis wilayah seperti itu, hanya memunculkan kegagalan semata dan semakin terpuruknya negara-negara ybs akibat perang berkepanjangan.
Perhatikan saja peta geopolitik diatas itu, ketika Majapahit berhasil "membujuk" semua negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN sekarang) pada masa itu, untuk masuk dalam persekutuan Majapahit menghadapi Kekaisaran China yang ekpansif pada masa itu. Hal sama bisa saja terjadi pada masa ini ketika RI akhirnya masuk dalam konflik di Laut China Selatan (LCT) itu. Jelas semua negara-negara ASEAN akan berada di belakang Indonesia. Dan pasti mereka setuju mengangkat Indonesia sebagai pemimpin mereka melawan konflik dengan China, oleh sebab kepentingan nasional mereka juga dalam ancaman yang sama. Maka 'sharing' persenjataan pasti terjadi dimana TNI yang minim alutsista, bisa saja dipinjamin oleh Singapore, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Thailand, senjata-senjata canggih milik mereka. China memang punya kekuatan nuklir, tapi tak semudah itu memainkannya, tanpa mengundang reaksi AS dan NATO. Disitulah kisah 'Persatuan Majapahit Part 2" akan terwujud kembali.
Dan bila terjadi konflik, membunuh perekonomian China yang menjadi bahan bakar utama militernya itu, sangat mudah bagi negara-negara ASEAN. Yaitu cukup dengan memblokir jalur pasokan minyak dan barang-barang yang menuju atau dari China yang melalui selat Malaka, Selat Sunda, dan selat Lombok. Oleh sebab itu, mengajak RI bertarung di medan laut China selatan itu, justru sesungguhnya menggambarkan kenaifan para elit di negeri tirai bambu itu sendiri. Sebab, justru kondisi seperti itulah yang selama ini ditunggu-tunggu negara-negara ASEAN yang berkonflik dengan China di LCT itu. Dan yang ditungu-tunggu AS, Jepang dan Australia serta MEE yang merasa "sakit hati" pada China selama ini akibat kekuatran ekonomi mereka mulai dikalahkan dan dipecundangi oleh China.
Makanya kita sendiri juga tidak mengetahui, bagaimana sesungguhnya 'konflik internal' di kalangan elit China sendiri dalam kasus LCT itu. Bisa saja ada 1-2 elit mereka yang sengaja membuat 'pembusukan' dari dalam untuk menyeret China dalam konflik regional di wilayah LCT itu dengan menarik Indonesia ke dalam pusaran konflik di LCT itu. Mereka sengaja mau nembangunankan burung Garuda yang sedang tidur (gara-gara insiden kemarin saja, sudah memantapkan niat Pemerintah, TNI dan DPR untuk merealisaskikan pangkalan militer terdepan di Kepulaua Natunaitu). Burung Garuda yang bangun dan marah keetika sarangnya di usik, bisa saja akan berubah menjadi "burung Phoenix dari Selatan". Dalam legende rakyat China, konon, hanya burung Phoenix api dari Selatan saja yang bisa mengalahkan Naga Api dari Utara itu,..Nah lhoooo.... bisa jadi betul itu legenda!

Mar 25, 2016-
JakarS E N S O RHarian88 – Konflik di Natuna yang melibatkan kapal pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan di Laut Natuna, Kepulauan Riau, dengan kapal nelayan dan armada patroli pantai (Coast Guard) Tiongkok, Minggu (20/3/2016) lalu menjadi perhatian banyak pihak termasuk Partai Gerindra.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Moekhlas Sidik menilai bahwa dalam kasus tersebut sepertinya Tiongkok berkeinginan kuat menguasai seluruh wilayah Laut Cina Selatan, termasuk teritori Indonesia. Apalagi di Natuna terkandung banyak kekayaan alam yang bernilai triliunan rupiah.
Masalah Natuna, menurutnya sudah diingatkan oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, kepada Joko Widodo dalam debat capres 2014 lalu.
“Pak Prabowo sudah ingatkan Pak Jokowi pada debat capres lalu, Namun pada waktu itu Pak Jokowi menganggap bahwa Natuna yang diklaim masuk Laut China Selatan itu bukan urusan Indonesia melainkan urusan negara lain,” katanya, melalui siaran pers, dilansir jpnn Jumat (25/3.2016)..
Moekhlas berharap, Jokowi bisa segera sadar bahwa masalah klaim wilayah Laut China Selatan yang ikut menyasar Natuna tersebut menjadi kepedulian bangsa dan negara Indonesia dalam menjaga kedaulatan wilayahnya.
“Kami berharap presiden segera sadar. Membawa kasus ini ke Mahkamah Hukum Laut Internasional sangat tepat. Tiongkok dan dunia Internasional harus diyakinkan bahwa Natuna adalah wilayah teritori Indonesia,” tegasnya
http://www.harian88.com/konflik-natu...gatkan-jokowi/
Setelah Diprotes Keras, China Akui Natuna Milik Indonesia
Senin, 21 Maret 2016 − 16:33 WIB

BEIJING - Pemerintah China pada Senin (21/3/2016), mengakui wiilayah perairan Natuna milik Indonesia. Pengakuan itu muncul setelah Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno LP Marsudi memprotes keras tindakan kapal nelayan China yang masuk Natuna untuk mencuri ikan.
Semula, Kedutaan Besar China di Jakarta, memprotes penangkapan kapal dan delapan anak buah kapal (ABK) China oleh aparat keamanan Indonesia pada Sabtu pekan lalu. Kedubes China bahkan mengklaim penangkapan itu terjadi di perairan milik China.
(Baca: Klaim Natuna, China Desak RI Bebaskan 8 ABK Pencuri Ikan)
Padahal, Indonesia berulang menegaskan, perairan Natuna, sepenuhnya milik Indonesia. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, akhirnya memberi penegasan soal kepemilikan Indonesia atas perairan Natuna.
”Kedaulatan Natuna milik Indonesia. China tidak memiliki keberatan dengan ini,” kata Hua dalam briefing reguler, seperti dikutip Reuters.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, Menlu Retno telah memanggil dan menemui Kuasa Usaha Kedutaan Besar China di Jakarta, Sun Wei Dei. Pemanggilan ini untuk memprotes keras pelanggaran kapal China di wilayah Natuna, Indonesia.
(Baca juga: Kapal China Masuk Natuna, Indonesia Protes Keras)
”Dalam pertemuan itu, kami nyatakan protes keras dan sampaikan nota yang berisi sebagai berikut, pertama terdapat pelanggaran coast guard China terhadap hak berdaulat dan yuridiksi Indonesia di wilayah ZEE dan landas kontingen,” kata Menlu Retno pada Senin (21/3/2016).
”Protes kedua adalah pelanggaran coast guard Tiongkok (China) terhadap penegakan hukum yang dilakukan terhadap aparat Indonesia pada Zona Ekonomi Ekslusif dan landas kontingen,” lanjut Retno.
”Ketiga, pelanggaran juga dilakukan coast guard Tiongkok pada kedaulatan laut teritorial Indonesia. Indonesia telah minta klarifikasi pada Pemerintah Tiongkok atas kejadiaan ini,” imbuh Retno.
Retno melanjutkan, dalam pertemuan itu dia menekankan kepada pihak Chiina bahwa dalam hubungan bernegara yang baik, prinsip hukum internasional termasuk UN Clos 1982 harus dihormati.
”Terakhir saya sampaikan penekanan bahwa Indonesia bukan merupakan claim state di Laut China. Indonesia bukan claim state Laut China Selatan,” tegas Menlu Retno.
http://international.sindonews.com/r...sia-1458552774
Dua Menteri Jokowi Ini, Berani Bantah Pemerintah China!
14 hours ago

Luhut Binsar Panjaitan & Susi Pudjiastuti
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan menegaskan jika Indonesia tidak mengenal istilah traditional fishing zone. Pernyataan Luhut tentu saja menepis anggapan Kementerian Luar Negeri China.
“Pemerintah kita tidak mengenal dengan zona traditional fishing. Tidak ada itu” ungkap Luhut di Jakarta, Kamis (24/3/2016).
Hal senada juga disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti. Ia mengatakan bukan hanya Indonesia yang tidak mengenal istilah traditional fishing zone. Dunia internasional juga tak mengakui istilah itu.
“Di dunia tidak ada pengakuan akan traditional historical fishingsoal itu. Tidak ada” tegas Susi Pudjiastuti.
Seperti yang diketahui jika Kementerian Luar Negeri China beberapa waktu lalu, membantah kapal nelayan dan costguard-nya memasuki wilayah perairan Indonesia di Natuna. China menganggap wilayah itu adalah tempat yang secara tradisional biasa mereka kunjungi.
“Lokasi yang Anda sebutkan tempat insiden berlangsung, merupakan kawasan penangkapan ikan tradisional China. Kapal nelayan China saat itu menjalankan aktivitas penangkapan seperti biasa di dalam area itu” ungkap juru bicara Kemenlu China, Hua Chunying.
http://m.aktualpost.com/2016/03/dua-...erintah-china/
Terbongkar ! China Sempat Mohon Sama Indonesia Buat Gak Umbar kasus KM Kway Fey, "Kita Adalah Teman" Katanya
3/25/2016

NBCIndonesia.com - Beberapa jam setelah mendapat laporan adanya konfrontasi antara kapal costguard China dengan kapal petugas Indonesia di Laut China Selatan, diplomat senior Negeri Tirai Bambu memohon, via telepon, kepada pejabat pemerintahan Jokowi: Jangan umbar ke media massa, kita adalah teman.
Permohonan tersebut ditolak menyusul konferensi pers yang diselenggarakan pemerintah untuk memprotes intervensi China.
Ini diungkap Bloomberg, kemarin, berdasarkan penuturan seorang pejabat Indonesia yang enggan disebutkan namanya. Sayang, Bloomberg belum mendapatkan konfirmasi terkait diplomasi di balik layar tersebut dari Kedutaan Besar China di Indonesia. Meskipun sudah melayangkan dua surat elektronik dan empat kali telepon.
Pejabat Indonesia itu mengaku pihaknya terpaksa bereaksi lantaran kapal costguard China telah melakukan provokasi. Itu dalam bentuk penghalangan terhadap upaya Indonesia meringkus KM Kway Fey 10078 yang diduga mencuri ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Ian Storey, peneliti keamanan laut Asia Pasifik, mengatakan, Indonesia biasanya cenderung meredam konflik dengan China demi menjaga hubungan baik.
"Tapi, jika China memulai berupaya mengklaim wilayah laut Indonesia, Jakarta tak punya opsi selain melakukan publikasi dan memaksa balik Beijing," kata senior fellow ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapore tersebut.
China mengklaim memiliki 80 persen Laut China Selatan, salah satu perairan tersibuk di dunia. Klaim itu didasarkan pada nine dash line atau sembilan garis putus-putus.
Klaim sepihak ini mendorong perselisihan dengan Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
Pada 2012, Indonesia menyusul berselisih. Ini setelah China mengklaim sebagian perairan Natuna di Laut China Selatan
http://www.nbcindonesia.com/2016/03/...ohon-sama.html
Diplomat Sebut Klaim China Atas Kepulauan Natuna karena Permintaan kepada Deng Xiaoping
October 18, 2015

Wilayah Laut China Selatan yang diklaim Pemerintah China termasuk wilayah RI di Kepulauan Natuna. (medansatu/ist)
MEDANSATU.COM, Jakarta – Konflik China dan Indonesia atas Kepulauan Natuna sebenarnya telah diramal Jurnal the Diplomat tahun 2014 lalu. Disebutkan, cepat atau lambat China dan Indonesia akan berseteru atas kepemilikan wilayah yang sebenarnya sangat jauh dari daratan China tersebut.
Seorang analis politik internasional, Victor Robert Lee mengatakan, Kepualauan Natuna pada awal abad 20 cukup banyak dihuni etnis Tionghoa. Namun seiring waktu, terutama setelah dikuasai resmi oleh Indonesia, warga Melayu dan Jawa jadi dominan. Victor mengaku punya bukti, permintaan resmi warga keturunan China di Natuna yang meminta agar Pemerintah China menganeksasi Kepulauan Natuna.
Setelah konfrontasi Malaysia-Indonesia, disusul sentimen anti-China, jumlah keturunan China di Natuna turun dari kisaran 5.000-6.000 jiwa menjadi 1.000 orang,” tulisnya seperti dikutip dari jakartagreater.com, Minggu (18/10/2015).
Victor mengatakan, warga keturunan China pada 1980-an pernah menghubungi Presiden China saat itu, Deng Xiaoping, agar Pemerintah China segera merebut Kepulauan Natuna dari Indonesia ;Warga keturunan China yang saat itu mayoritas meminta Deng Xiaoping memasukkan Kepulauan Natuna sebagai wilayah administrasi China, sebutnya.
Permintaan tersebut ternyata didengar Pemerintah China. Lalu pada tahun 2009, Pemerintah China mengumumkan peta baru wilayahnya dengan memasukkan Kepulauan Natuna di dalamnya. Indonesia sendiri pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) langsung memprotes Pemerintah China melalui PBB. Namun protes tersebut tak diindahkan negara tirai bambu tersebut.
Setelah diselidiki, lanjut Victor, China telah ternyata telah memasukkan 90 persen wilayah Laut China Selatan sebagai wilayahnya. Ini kemudian memicu protes dari Malaysia, Vietnam, Philipina dan Brunei Darussalam dan Indonesia. Namun hingga kini PBB belum bersikap atas manuver China dan Pemerintah Indonesia.
Klaim China ini telah sejak lama diantisipasi TNI. Sejak 1996, TNI telah mengerahkan armada tempur dan menempatkan 20 ribu personel untuk menjaga wilayah NKRI tersebut. Jokowi lalu menegaskan sikap Indonesia terhadap Natuna lebih keras dari sikap SBY. “Sembilan titik garis yang selama ini diklaim Tiongkok dan menandakan perbatasan maritimnya tidak memiliki dasar hukum internasional apapun,” ujar Jokowi.
http://medansatu.com/berita/10727/di...deng-xiaoping/
oribinal source: http://thediplomat.com/2014/10/is-in...uth-china-sea/
----------------------------------------------------------------------------



Ada catatan sejarah yang dilupakan elit politik dan elit militer China saat ini ketika ekonomi mereka semakin kuat di Asia Pasific. Pertama kisah keterlibatan Jepang dalam Perang Pasific di WW II dulu. Dan kedua, ketika Kekaisaran China hendak menguasai Majapahit di abad 14 lalu. Keduanya menunjukkan bahwa pola ekspansionis wilayah seperti itu, hanya memunculkan kegagalan semata dan semakin terpuruknya negara-negara ybs akibat perang berkepanjangan.
Perhatikan saja peta geopolitik diatas itu, ketika Majapahit berhasil "membujuk" semua negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN sekarang) pada masa itu, untuk masuk dalam persekutuan Majapahit menghadapi Kekaisaran China yang ekpansif pada masa itu. Hal sama bisa saja terjadi pada masa ini ketika RI akhirnya masuk dalam konflik di Laut China Selatan (LCT) itu. Jelas semua negara-negara ASEAN akan berada di belakang Indonesia. Dan pasti mereka setuju mengangkat Indonesia sebagai pemimpin mereka melawan konflik dengan China, oleh sebab kepentingan nasional mereka juga dalam ancaman yang sama. Maka 'sharing' persenjataan pasti terjadi dimana TNI yang minim alutsista, bisa saja dipinjamin oleh Singapore, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Thailand, senjata-senjata canggih milik mereka. China memang punya kekuatan nuklir, tapi tak semudah itu memainkannya, tanpa mengundang reaksi AS dan NATO. Disitulah kisah 'Persatuan Majapahit Part 2" akan terwujud kembali.
Dan bila terjadi konflik, membunuh perekonomian China yang menjadi bahan bakar utama militernya itu, sangat mudah bagi negara-negara ASEAN. Yaitu cukup dengan memblokir jalur pasokan minyak dan barang-barang yang menuju atau dari China yang melalui selat Malaka, Selat Sunda, dan selat Lombok. Oleh sebab itu, mengajak RI bertarung di medan laut China selatan itu, justru sesungguhnya menggambarkan kenaifan para elit di negeri tirai bambu itu sendiri. Sebab, justru kondisi seperti itulah yang selama ini ditunggu-tunggu negara-negara ASEAN yang berkonflik dengan China di LCT itu. Dan yang ditungu-tunggu AS, Jepang dan Australia serta MEE yang merasa "sakit hati" pada China selama ini akibat kekuatran ekonomi mereka mulai dikalahkan dan dipecundangi oleh China.
Makanya kita sendiri juga tidak mengetahui, bagaimana sesungguhnya 'konflik internal' di kalangan elit China sendiri dalam kasus LCT itu. Bisa saja ada 1-2 elit mereka yang sengaja membuat 'pembusukan' dari dalam untuk menyeret China dalam konflik regional di wilayah LCT itu dengan menarik Indonesia ke dalam pusaran konflik di LCT itu. Mereka sengaja mau nembangunankan burung Garuda yang sedang tidur (gara-gara insiden kemarin saja, sudah memantapkan niat Pemerintah, TNI dan DPR untuk merealisaskikan pangkalan militer terdepan di Kepulaua Natunaitu). Burung Garuda yang bangun dan marah keetika sarangnya di usik, bisa saja akan berubah menjadi "burung Phoenix dari Selatan". Dalam legende rakyat China, konon, hanya burung Phoenix api dari Selatan saja yang bisa mengalahkan Naga Api dari Utara itu,..Nah lhoooo.... bisa jadi betul itu legenda!

Diubah oleh sharita 26-03-2016 08:56


tien212700 memberi reputasi
0
10.4K
41


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan