TEMPO.CO, SURABAYA - Partai Demokrat mengelar konsolidasi nasional yang dihadiri 34 Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Demokrat seluruh Indonesia dan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam pertemuan di Surabaya, Minggu 20 Maret 2016. ada sejumlah rekomendasi yang diberikan untuk pemerintahan Joko Widodo.
"Rekomendasi ini setelah kami lakukan blusukan dengan program #SBY Tour De Java," ujar SBY setelah rapat konsolidasi nasional di Surabaya. Minggu 20 Maret 2016.
SBY menjelaskan bahwa rekomendasi ini adalah hasil dari menyerap langsung aspirasi dari masyarakat, berdialog dengan masyarakat maupun bertemu dengan masyarakat. Selain itu rekomendasi ini juga hasil dari bertemu dengan para kader Demokrat di berbagai daerah di Pulau Jawa.
"Partai Demokrat menyampaikan pandangan dan rekomendasi ini terhadap 10 isu nasional terkini," kata SBY.
1. Pemerintah harus menghitung pembiayaan yang tepat untuk pembangunan infrastruktur.
2. Partai Demokrat mendukung upaya pemerintah untuk memerangi tanpa hentu dan tanpa pandang bulu kejahatan narkoba.
3. Pemerintah perlu mencarikan solusi secara rasional dan feasible tentang permasalahan di APBN dan transparan dalam melakukan kebijakan fiskal.
4. Pemerintah harus memasukan tiga pilar utama ekonomi yaitu manfaat ekonomi harus nyata, menjamin keadilan sosial, dan sistem tata kelolanya yang baik ke dalam RUU Tax Amnesty.
5. Tidak boleh ada desain dan kandungan suatu undang-undang yang membuat KPK tak independen dan lemah .
6. Pemerintah harus mengupayakan penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak untuk mencegah PHK dan bertambahnya pengangguran.
7. Partai politik adalah pilar demokrasi oleh karena itu, semua harus menghormati kedaulatan partai termasuk kekuasaan.
8. Kisruh sepakbola dan PSSI harus segera diselesaikan.
9. Pemerintah harus memberikan solusi soal status pegawai dan guru honorer agar masyarakat tidak resah.
10. Partai Demokrat melihat dalam melakukan kebijakan dan langkah pemerintah tidak sinergis.
33 Daftar Kegagalan SBY Versi Aktivis
Minggu, 23 Januari 2011, 16:57
Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono saat kampanye akbar Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono saat kampanye akbar(Abror Rizki)
VIVAnews - Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Petisi Garuda (Gerakan Rakyat untuk Demokrasi) menganggap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono telah gagal. Petisi Garuda pun merilis sejumlah kegagalan pemerintahan SBY-Boediono.
Salah satu kegagalan Pemerintahan SBY-Boediono menurut mereka adalah di bidang hukum. Penegakan hukum dianggap semakin carut-marut, terutama dengan semakin ruwetnya kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan. "Pemerintahan terbukti sudah gagal dalam penegakan hukum. Contoh dengan adanya kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus. Itu konspirasi yang melibatkan banyak pihak dan mengeruk uang negara ratusan miliar rupiah," kata aktivis Bendera, Ferdi Semaun, di Jakarta, Minggu 23 Januari 2011.
Petisi Garuda juga menyesalkan pemerintahan SBY-Boediono yang gagal dalam mensejahterakan rakyat. Rakyat juga dinilai susah mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. "Pada dasarnya, rakyat tidak sejahtera," ujar Ferdi. "Sedangkan Presiden hanya bisa curhat." Karena itu, Petisi Garuda pun kemudian mengancam akan berkonsolidasi lebih lanjut untuk menggelar demonstrasi di depan Istana Merdeka.
Berikut daftar 33 kegagalan pemerintahan SBY-Boediono versi Petisi Garuda:
- Gagal melindungi sumber daya ekonomi rakyat dan sumber daya ekonomi negara.
- Gagal menyediakan pelayanan pendidikan yang terjangkau oleh masyarakat.
- Gagal menyediakan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas.
- Gagal melindungi warga negara menjadi tenaga kerja di luar negeri.
- Gagal melindungi kedaulatan bangsa dari upaya hegemoni modal, budaya, maupun upaya nyata untuk mencaplok secara fisik wilayah kedaulatan NKRI.
- Gagal melindungi HAM dan menuntaskan kasus pelanggaran HAM.
- Gagal dalam upaya pemberantasan dan penuntasan kasus korupsi.
- Gagal dalam upaya peningkatan perekonomian rakyat
- Gagal dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat.
- Gagal dalam melakukan reformasi birokrasi.
- Gagal dalam upaya penegakan hukum untuk menjamin ketertiban dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Gagal membangun politik yang beretika dan menghilangkan praktik politik yang transaksional.
- Gagal dalam upaya membangun karakter bangsa.
- Gagal dalam upaya membangun moralitas bangsa.
- Gagal dalam mewujudkan kemandirian pangan.
- Gagal dalam membangun wilayah perbatasan dan perdesaan.
- Gagal mensejahterakan buruh, nelayan, dan kaum miskin kota.
- Gagal memberikan keadilan, penyelesaian kasus-kasus rakyat.
- Gagal menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat.
- Gagal menjaga membangun kemandirian pangan.
- Gagal menyediakan kebutuhan energi untuk menopang kegiatan ekonomi masyarakat.
- Gagal membangun industri dasar yang dibutuhkan rakyat untuk meningkatkan produktivitas kegiatan ekonominya.
- Gagal membangun lingkungan hidup yang menyebabkan sering terjadinya bencana banjir.
- Gagal menyelamatkan hutan Indonesia dari kegiatan mafia kayu.
- Gagal mengeliminir praktik penyelundupan di wilayah perbatasan.
- Gagal membebaskan bangsa dari cengkeraman mafia.
- Gagal menyelamatkan keuangan negara dari tindakan pencurian mafia pajak
- Gagal dalam menyelamatkan potensi pertambangan dari eksploitasi liar mafia tambang.
- Gagal membangun pluralitas bangsa yang harmonis.
- Gagal menyediakan pupuk yang murah untuk meningkatkan produktivitas pertanian
- Gagal melindungi hak buruh untuk mendapatkan status pekerjaan yang jelas dengan upah yang layak.
- Gagal dalam diplomasi internasional untuk memperjuangkan kepentingan bangsa.
- Gagal melindungi hak hidup fakir miskin dan anak telantar.
Sebelum ini, sejumlah tokoh lintas agama juga mengkritik pemerintah telah melakukan kebohongan. Tapi, Istana sudah mengundang tokoh lintas agama dan melakukan dialog.
Ketika memberi pengarahan dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri, Jumat 21 Januari 2011, Presiden SBY menegaskan bahwa memang tidak semua program dan target pemerintah tercapai. Dan itu bukan cuma terjadi di Indonesia, di negara lain juga. Menurut SBY, tidak semua program tuntas tercapai. Bila tidak tercapai, SBY melanjutkan, "Itu lumrah dan bukan kebohongan. Kami punya perencanaan, kami jalankan dan akhir tahun ini kami lakukan evaluasi mana yang tercapai, mana yang tidak."
Setelah semua target dan rencana itu dievaluasi, Presiden melanjutkan, hampir pasti banyak yang tercapai, tapi banyak juga yang tidak tercapai. "Ini rencana, target, dan itu bukan kebohongan. Karena itu sasaran yang ingin kita capai dan akan dievaluasi," ujar SBY.
http://politik.news.viva.co.id/news/...-versi-aktivis
Rizal Ramli: SBY Tinggalkan "Bom Waktu" Quatro Deficit
Selasa, 27 Agustus 2013 , 15:07:00
JAKARTA - Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli mengatakan, pada akhir pemerintahannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan meninggalkan warisan ‘bom waktu’ berupa quatro-deficits. Jika tidak segera diatasi, menurut Rizal, tidak mustahil 'bom waktu' itu akan membawa Indonesia ke dalam jurang krisis seperti pada 1998 silam.
"Bom waktu yang saya maksud itu adalah terjadinya quatro-deficits sekaligus. Yaitu, Defisit Neraca Perdagangan sebesar -U$6 miliar, defisit Neraca Pembayaran -U$9,8 miliar, deficit Balance Of Payments -U$6,6 miliar pada Q1-2013, dan defisit APBN plus utang lebih dari Rp2.100 triliun. Ini berbahaya. Kita harus mencegah agar Indonesia tidak kembali terpuruk seperti tahun 1998,” kata Rizal Ramli, dalam rilisnya, Selasa (27/8).
Menurut Rizal, sebetulnya quarto deficit itu tidak terjadi dalam semalam. Tanda-tandanya sudah tampak sejak dua tahun silam. "Seharusnya, SBY dan para menteri ekonominya sudah bisa mengantisipasi sejak awal," tegas dia.
Dijelaskannya, selama tiga bulan terakhir cadangan devisa sudah berkurang –USD14,6 miliar. Kemerosotan lebih tajam jika dibandingkan posisi akhir tahun lalu, yaitu sebesar –USD20 miliar. Sampai 31 Juli 2013 cadangan devisa tinggal US$92,7 miliar. Padahal, sampai akhir Agustus 2011 cadangan devisa tercatat USD124,6 miliar.
“Pertanyaannya, kemana saja pemerintah kita selama ini? Kok bisa, memburuknya berbagai indikator makro itu dibiarkan saja terus terjadi? Apa karena SBY dan para menterinya sibuk berpolitik? Yang pasti, akibat pemerintah telmi, rakyat menjadi korban. Setelah terpukul kenaikan harga ronde 1 akibat kenaikan harga BBM dan bulan puasa, rakyat kembali terpukul akibat kenaikan harga pangan ronde 2 (10-15 persen) akibat anjloknya nilai tukar Rupiah. Saya sudah sarankan sejumlah langkah untuk menurunkan harga pangan sejak tiga bulan lalu ke Kepala Bulog, Menteri Perdagangan dan melalui media masa. Namun saran-saran itu diabaikan,” ungkap Rizal Ramli.
Terkait melemahnya rupiah, dia mengatakan upaya Bank Indonesia (BI) yang terus-menerus melakukan intervensi dengan menjual dolar hanya akan sia-sia. Langkah itu ibarat ‘menggarami laut’ yang justru berakibat makin tergerusnya devisa.
"Quatro-defisits itu ditambah pula dengan defisit kepercayaan dan kredibilitas terhadap kesungguhan dan kemampuan pemerintah menyelesaikan masalah. Perlu dicatat pada tahun 1998, defisit kepercayaan di tengah-tengah kemerosotan ekonomi makro serta gejolak eksternal, akhirnya berujung pada perubahan politik," imbuhnya
http://www.jpnn.com/read/2013/08/27/...uatro-Deficit-
Lengser, SBY bakal tinggalkan warisan utang Rp 2.532 triliun
Senin, 29 September 2014 17:15
bye ... bye ... bye ....
Merdeka.com - Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi menyatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan meninggalkan warisan utang sebesar Rp 2.532 triliun. Utang itu berasal dari pinjaman luar negeri selama pemerintahan SBY. "Pada tahun 2014, utang Indonesia sebesar Rp 2.532 triliun," kata Uchok dalam acara diskusi bertajuk 'Implikasi ekonomi politik utang rezim SBY terhadap rezim Jokowi dan anak cucu bangsa', di Galery Cafe, Jakarta, Senin (29/9).
Maka, tambah dia, jika Indonesia ingin melunasi utang yang begitu besar itu setiap warga negara dapat dikenakan beban sebesar Rp 10.042.659.
Tak hanya itu, Uchok juga mengatakan bahwa kenaikan utang pada pemerintahan SBY dari 2013 ke 2014 mencapai Rp 157 triliun. "Karena setiap tahun APBN selalu defisit, setiap tahun juga Indonesia harus mencari pinjaman untuk menutupi defisit," ucapnya.
Uchok pun menilai di masa pemerintahan mendatang, pemerintah harus mengurangi pengeluaran anggaran yang dinilai tidak produktif. Hal itu dilakukan guna menutup defisit APBN. "Kalau kita ingin mengetatkan ikat pinggang atau anggaran itu bisa dilakukan, seperti anggaran fasilitas untuk pejabat, perjalanan dinas, belanja operasional, makan minum untuk tamu. Itu bisa diperkecil atau dihilangkan tiap kementerian," tutupnya.
http://nasional.rimanews.com/politik...Y-untuk-Jokowi
SBY Ampuni Gembong, Ganggu Pemberantasan Narkoba?
Grasi Abaikan Saran MA
Sunday, 14 October 2012 08:16
JAKARTA-Banyak kalangan menyesalkan kebijakan Presiden SBY yang memberikan grasi kepada para gembong narkoba. Alasan kemanusiaan menjadi salah satu pertimbangan presiden. Namun, para penentang pemberian grasi juga menilai tindakan gembong narkoba tersebut justru membahayakan kemanusiaan. Apalagi, MA dalam pertimbangannya menilai bahwa permohonan grasi tersebut selayaknya ditolak.
Anggota Komisi III DPR, Indra, menyesalkan kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, memberikan grasi bagi para gembong narkotika dan obat-obatan terlarang. Ia menegaskan, apapun alasannya seharusnya tidak boleh ada kompromi bagi para gembong narkoba.
"Apalagi dalam kasus Deni dan Ola, Mahkamah Agung telah memberikan pertimbangan dan berpendapat bahwa tidak terdapat cukup alasan untuk memberikan grasi kepada mereka. Oleh karena itu MA mengusulkan agar permohonan grasi itu ditolak," ujar Indra, Sabtu (13/10).
Dia mengakui, pemberian grasi memang merupakan hak presiden seperti diatur di dalam UUD 1945 pasal 14 ayat 1. "Namun tentunya hak istimewa tersebut harus digunakan secara bijak dan tepat," jelas Indra.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera, itu tidak mengerti mengapa presiden mau memberikan grasi kepada gembong narkoba. "Dari catatan saya setidak-tidaknya sudah empat gembong narkoba yang mendapatkan grasi dari SBY, yakni Corby, Peter, Deni, dan Ola," ujarnya.
Menurut dia, sebaiknya presiden memberikan penjelasan kepada publik, mengapa grasi tersebut diberikan. Sebab, lanjut dia, grasi tersebut tentunya melukai rasa keadilan masyarakat. "Bayangkan saja, narkoba yang daya rusaknya lebih berbahaya daripada korupsi dan terorisme, dan para bandar narkoba tersebut yang jelas-jelas telah merusak jutaan anak bangsa dan generasi penerus bangsa ini di berikan pengampunan," katanya.
Dia mengatakan, tidak mengherankan apabila peredaran narkoba di Indonesia makin hari semakin merajalela. Karena, memang para bandar narkoba telah memosisikan Indonesia sebagai pasar utama dan surga peredaran narkoba.
"Bagaimana tidak, kalaupun tertangkap terkadang putusan diduga dapat di kondisikan. Fasilitas istimewa di rutan, lapas, remisi, pembebasan bersyarat dan grasi diduga mudah didapat," pungkasnya.
Anggota Komisi III lain, Bambang Soesatyo menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak konsisten dalam perang melawan jaringan kejahatan narkotika dan obat-obatan terlarang di dalam negeri. Menurut Bambang, SBY yang pernah menyatakan berkomitmen memberantas narkoba justru mengampuni bandar kelas kakap.
Bambang mengatakan, SBY pada peringatan Hari Anti-Narkoba pernah menyatakan tidak akan mengampuni para penjahat kasus narkoba yang merusak generasi bangsa. "Anehnya sekarang presiden ingkari ucapannya," kata Bambang, Sabtu (13/10).
Seperti diketahui, Presiden SBY mengabulkan permohonan grasi yang diajukan gembong narkoba Deni Setia Maharwan alias Rapi Mohammed Majid. Demi yang tertangkap menyelundupkan narkoba melalui Bandara Soekarno-Hatta, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan. Namun justru melalui grasi dari Presiden, hukuman atas Deni diubah menjadi sumur hidup.
Bambang mengatakan, dalam rentang waktu pendek, sejumlah narapidana kelas berat kasus narkoba menerima keringanan. Keganjilan ini tentu membuat publik merasa curiga. "Kita berharap pemberian keringan kepada sejumlah gembong narkoba ini tidak ada kaitannya dengan kegiatan pengumpulan dana menuju agenda politik tahun-tahun mendatang. Ataupun akibat tekanan para mafia narkoba," katanya.
Gembong narkoba anggota sindikat internasional Deni Setia Maharwa alias Rapi Muhammad Maji batal menghadapi eksekusi hukuman mati. Pasalnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengabulkan permohonan grasi yang diajukan terpidana penyelundup narkoba yang tertangkap di Bandara Internasional Soekarno Hatta.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengakui adanya pemberian grasi yang mengubah hukuman mati untuk Deni menjadi hukuman pidana seumur hidup. "Patut dipahami bahwa terhukum itu tidak bebas, tetapi tetap dihukum," kata Julian di Binagraha, komplek istana kepresidenan, Jumat (12/10).
Awalnya, Deni yang tertangkap karena membawa heroin seberat 3,5 kilogram dan kokain 3 kilogram dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada Agustus 2000. Putusan kasasi MA pada 18 April 2001 juga menguatkan putusan tersebut. sementara pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ditolak MA.
Julian menegaskan, grasi merupakan hak konstitusional yang dimiliki presiden. Meski begitu, dikabulkannya permohonan grasi itu tetap mempertimbangkan rekomendasi dari beberapa pihak. Antara lain dari Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM, serta Jaksa Agung.
Selain itu, presiden juga mempertimbangkan alasan kemanusiaan. Menurut Julian, presiden juga concern terhadap nasib warga negara Indonesia yang juga mendapat vonis hukuman mati di negara lain. "(Grasi) ini masih pantas lah. Meski tidak ada yurisprudensi, tetapi hukuman mati terhadap seseorang itu urusan Tuhan lah untuk menjatuhkan," terang doktor ilmu politik lulusan Hosei University, Tokyo itu.
Juru Bicara MA Djoko Sarwoko mengatakan, sebelumnya MA telah memberikan pertimbangan atas grasi yang diajukan Deni dan Ola. Sejalan dengan putusan kasasi dan PK, MA mengusulkan agar grasi ditolak. "MA berpendapat tidak terdapat cukup alasan untuk mengabulkannya," katanya.
Namun, putusan grasi memang bisa mengurangi atau mengabulkan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap. "Putusan MA kan pidana mati, bisa dikurangi atau dihapus oleh keputusan presiden dengan melalui grasi tadi," katanya.
http://www.indopos.co.id/index.php/b...n-narkoba.html
http://permalink.gmane.org/gmane.cul...i-india/103505