Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

metrotvnews.comAvatar border
TS
MOD
metrotvnews.com
Bocah Ini Mengurus Adik dan Ayah yang Polio


Metrotvnews.com, Jakarta: Bocah berusia 11 tahun, ED, harus berperan layaknya ibu rumah tangga. ED mengurus SE, 6, adik dan Adeng, ayahnya.


Keluarga ini tinggal di sebuah rumah kontrakan ukuran 2 X 1,5 meter di Kelurahan Kampung Tengah, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur.


Jarum jam menunjukkan pukul 05.30 WIB, ED bangun dari kasur lipat lusuh. Di kasur itu, ED bersama adik dan ayahnya tidur berhimpitan. Warna asli kasur putih keabu-abuan, tapi karena sudah terlalu tua berubah nyaris hitam.


ED bangun pagi bukan untuk siap-siap ke sekolah seperti anak-anak seusianya. Ia mencuci piring, mencuci pakaian, atau menyiapkan makanan. Itu pun jika ada yang bisa dimasak.


Sementara Adeng sudah pergi ke bawah jembatan di Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur, saat kedua putrinya masih terlelap. "Habis Subuh saya langsung berangkat nongkrong," kata Adeng kepada Metrotvnews.com.


Adeng mencari uang dari mengemis. Nongkrong pilihan kata Adeng karena mengemis terdengar negatif.


Pria berusia 48 tahun ini buru-buru mengambil papan beroda empat. Seperti bermain skateboard, ia meluncur ke jalan raya, sekitar 100 meter dari rumahnya, untuk menumpang ojek atau angkutan umum.


Adeng menderita polio sejak balita. Ia tidak bisa beraktivitas tanpa papan 'skateboard' itu.


Pukul 09.00 WIB, Adeng tiba di rumah. Begitu setiap hari. "Dapat uang atau tidak, pukul 09.00 saya pulang karena kasihan anak-anak," ujarnya.


Saat ditemui Metrotvnews.com beberapa waktu lalu, ED baru selesai mencuci pakaian dan siap-siap menjemur. Wajahnya terlihat lelah.




ED selesai mencuci piring dan gelas di toilet umum. Foto: MTVN/Tri Kurniawan


Adeng membantu putrinya memeras pakaian. ED tak lantas duduk istirahat, ia pergi ke toilet umum mengambil satu ember berisi sekitar lima piring, gelas, dan sendok, yang sudah dicuci.


Tubuh kurus itu tiba-tiba berhenti 15 meter dari rumah. ED menurunkan ember dari tangannya. Dia kelelahan mesti berjalan sekitar 70 meter sambil membawa beban. "Pelan-pelan," teriak Adeng ke putrinya.


Rumah yang dikontrak Adeng tanpa kamar mandi. Keluarga ini mandi, mencuci, atau buang air, di toilet umum. Adeng bingung usia toilet umum itu tidak lama lagi.


Toilet itu akan digusur untuk normalisasi kali dan penghijauan di sepanjang jalan depan Pasar Induk Kramajati.


Selama dua jam, tidak terdengar suara ED. Pukul 10.00 WIB, ED bisa sedikit menghela napas. Pekerjaan rumah sudah ia selesaikan.




Adeng dan dua putrinya tinggal di rumah kontrakan ukuran sekitar 2 X 1,5 meter. Foto: MTVN/Tri Kurniawan


ED sedikit riang setelah bermain sepeda sampai toilet umum lalu kembali ke rumah. "Dia tidak sekolah, tapi kalau mengaji tidak boleh berhenti," kata Adeng sambil memerhatikan ED bermain sepeda.


Saya dan Adeng berbincang di bawah sebuah pohon besar. Adeng melepas baju karena cuaca cukup terik hari itu. Badan Adeng tampak sehat meski kakinya polio.


SE, putri kedua Adeng, muncul dengan mengenakan kerudung dan pakaian oranye. Ia baru pulang dari taman kanak-kanak.


Dengan keterbatasan, Adeng berharap keturunannya tidak jadi pengemis. Sebisa mungkin Adeng ingin anaknya sekolah.


Saat tinggal bersama ibunya di Banjarnegara, Jawa Barat, ED sempat sekolah. Namun saat duduk di kelas dua sekolah dasar, ED berhenti. Adeng mengatakan, putrinya itu sering bengong di kelas.


Istri Kabur Bersama Pria Idaman Lain


ED dan SE lahir dan besar di Banjarnegara bersama ibunya. Pada 2013, Adeng memutuskan membawa ED dan SE ke Jakarta.


Sebab, sang ibu tidak diketahui keberadaannya. Adeng menduga, saat itu istrinya kabur bersama pria idaman lain. "Mungkin dia cari (suami) yang sehat," cetus Adeng.


Setiap sebulan sekali, Adeng pulang ke Banjarnegara. Ia membawa uang hasil jerih payah mengemis di Jakarta untuk hidup kedua anak dan istrinya.


Setelah dua hari di rumah, Kamis saat itu ia berencana kembali ke perantauan. Tapi hari itu cukup menyedihkan bagi Adeng dan dua putrinya.





Dini hari Adeng terbangun dari tidur. Ia terkejut mengetahui istrinya tidak ada. "Saya suruh anak cari ibunya ke kamar mandi, ya sudah enggak ada," kata Adeng.


Adeng penasaran apa yang terjadi pada istrinya. Ia menanyakan soal kehidupan sehari-hari istrinya kepada ED.


Dengan bujukan Adeng, ED mengatakan pernah melihat ibunya 'bermain' dengan pria lain. Adeng hanya bisa mengelus dada mendengar keterangan anaknya itu.


"Saya capek-capek usaha di Jakarta, ia malah berbuat tidak benar di rumah," ujar Adeng mengenang perbuatan istrinya.


Adeng menduga, psikologis ED terganggu setelah menyaksikan ibunya selingkuh. ED tidak mampu menangkap pelajaran, kadang-kadang emosi tanpa sebab hingga akhirnya berhenti sekolah.



Dari Banjarnegara ke Cendana


Pada 1983, Adeng memutuskan berangkat ke Jakarta. Tujuannya adalah kediaman Presiden ke-2 RI Soeharto di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat.


Adeng tergiur cerita tetangganya di Banjarnegara yang mengatakan bahwa orang tidak mampu menghadap Pak Harto akan mendapat bantuan.


Berbekal surat keterangan tidak mampu dari petugas RT, RW, kelurahan, dan kecamatan, Adeng berangkat ke Cendana. Adeng nekat. Padahal, saat itu ia sama sekali tidak tahu soal Jakarta.




Adeng beraktifitas dengan papan beroda.  Foto: MTVN/Tri Kurniawan


Jangankan ke Jalan Cendana, angkutan umum dari Banjarnegara ke Jakarta pun ia tidak tahu. Namun, yang ada di pikiran Adeng bisa bertemu Pak Harto dan pulang sambil membawa uang.


"Ada tetangga saya yang sudah ke Cendana, dapat bantuan. Ya, saya mau. Saya bawa map (berisi surat keterangan tidak mampu), berangkat...," cerita Adeng.


Singkat cerita, Adeng sampai di Jalan Cendana. Ia menyaksikan pengamanan di sepanjang Jalan Cendana hingga di depan rumah Pak Harto sangat ketat.


Di depan pagar rumah Pak Harto, Adeng menyampaikan tujuannya ke anggota Pasukan Pengamanan Presiden. Menemui Pak Harto ternyata sangat sulit.




Rumah Presiden ke-2 RI Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta Pusat. Foto: MI/M. Irfan


Adeng sudah berhari-hari di Jakarta, tapi tidak bisa menemui Pak Harto. Satu ketika, ia melihat iring-iringan kendaraan pengawal presiden bersiap, tanda Pak Harto akan ke luar rumah.


Adeng tersenyum. Ia merasa ini momentum dirinya bisa bicara dengan The Smiling General. "Saya melihat Pak Harto ada di dalam mobil, tapi ya saya tidak bisa ngomong. Pengamanan ketat," kata Adeng.


Setelah berhari-hari tidak ada kepastian bisa ketemu Pak Harto, Adeng menceritakan, ada penjaga rumah Pak Harto yang menyarankan ke dirinya pergi ke wilayah Halim, Jakarta Timur.


"Pergi saja ke jalan di Halim, duduk, nanti di sana pasti ada kasih uang," Adeng menirukan ucapan petugas itu.


Adeng pun pergi ke Halim. Niat bertemu Pak Harto, ia malah jadi pengemis. Benar saja, uang mengalir dari tangan pengendara.


Saban hari dari mengemis di Halim, Adeng membawa pulang uang puluhan ribu. "Kalau sehari dapat Rp50 ribu, bisa tiga hari enggak nongkrong di Halim karena uang segitu saat itu bisa untuk makan tiga hari."


Hingga 1990an, Adeng merasakan mudahnya mencari uang dengan mengemis. Namun, semakin tahun bertambah, hidup dari mengemis semakin sulit.


Satuan Polisi Pamong Praja adalah 'musuh' Adeng dan pengemis lainnya. Selama mengemis sejak 1983 hingga sekarang, Adeng sudah 11 kali ditangkap Satpol PP dibawa ke kantor kecamatan atau panti Dinas Sosial.


"Kalau mau bebas, saya harus bayar. Saya pernah bayar sampai Rp300 ribu. Kalau tidak begitu, kan saya kasihan anak-anak saya sama siapa nanti," katanya.


Meski hidup di Ibu Kota makin hari makin sulit, Adeng tetap bertahan. Ia tidak mau pulang ke Banjarnegara.


Baginya, pulang kampung justru hidup akan makin tidak menentu. Adeng sebenarnya punya keahlian membuat sumur bor. "Tapi, kalau tidak punya modal, ya susah juga," ujar Adeng.


"Kalau di Jakarta, walau pun susah paling tidak berangkat Subuh pulang jam 9 saya masih bisa bawa pulang minimal Rp50 ribu."

Sumber : http://news.metrotvnews.com/read/201...yah-yang-polio

---

Kumpulan Berita Terkait KEMISKINAN :

- Bocah Ini Mengurus Adik dan Ayah yang Polio

- Sulut Targetkan Pengembangan 140 IKM Kurangi Kemiskinan

- Jokowi Beri Bantuan ke Remaja Cacat di Pangandaran

0
2.6K
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan