- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bermodal Dukungan KTP doank: Ada Kemungkinan Calon INDEPENDEN Disponsori Asing?


TS
budimansia
Bermodal Dukungan KTP doank: Ada Kemungkinan Calon INDEPENDEN Disponsori Asing?
Komisi II DPR Ingin Perberat Syarat untuk Calon Independen
Selasa 15 Mar 2016, 09:48 WIB

Ruang rapat Komisi II DPR.
Jakarta - Syarat dukungan bagi calon independen sudah menjadi lebih ringan sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun lalu. Tetapi, kini syarat dukungan itu hendak dinaikkan lagi oleh DPR lewat revisi UU Pilkada.
Awalnya, syarat dukungan KTP bagi calon independen sesuai putusan MK adalah 6,5-10 persen dari jumlah pemilih pada Pemilu sebelumnya. Ini merupakan hasil gugatan masyarakat karena syarat sebelumnya adalah berdasarkan jumlah penduduk.
Saat ini, UU Pilkada akan direvisi atas usul inisiatif pemerintah. Meskipun draf belum secara resmi diterima DPR, tetapi sudah ada wacana untuk menaikkan syarat dukungan independen itu.
"Timbul wacana di kita bahwa UU pilkada ini harus pada azas keadilan. Karena syarat untuk calon independen jauh dari syarat untuk parpol, kita naikkan agar tetap berkeadilan," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edi dalam perbincangan, Selasa (15/3/2016).
Lukman menuturkan bahwa saat ini syarat dukungan untuk calon dari parpol naik 5 persen menjadi 20 persen dari jumlah suara. Oleh sebab itu, Komisi II merasa syarat untuk calon independen juga harus diperberat agar berimbang.
"Ada 2 model yang diwacanakan. Yang pertama, syarat dukungan adalah 10-15 persen dari DPT (jumlah pemilih) atau yang kedua 15-20 persen dari DPT," ungkap Wasekjen PKB ini.
Menurutnya, waktu yang ada saat ini masih cukup untuk merevisi UU Pilkada. Fraksi-fraksi nantinya akan mengumpulkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). "Sekarang masih ada waktu dua bulan," ucap Lukman.
https://news.detik.com/berita/316490...lon-independen
Politik Uang Dalam Pilkada, Membuka Peluang Asing Pecah Belah Bangsa
November 12, 2015
Jakarta – Pengajar ilmu politik UI Chusnul Mariyah mengakui, sejak awal dirinya menolak Pilkada langsung untuk kabupaten/kota, karena akan mempermudah asing untuk memecah-belah negara, mengingat maraknya money politics (politik uang), Tidak ada batasan dana kampanye (spending limit).
“Terbukti pemilu kita lebih liberal dari negara yang liberal, Amerika Serikat. Uang di mana-mana tidak terbatas, sehingga petahana pasti diuntungkan,” tegas Chusnul Mariyah dalam dialog kenegaraan ‘Pencairan Dana Desa Menjelang Pilkada Serentak 2015’ di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Rabu (11/11).
Tapi, kalau bupati, walikota dan kepala desanya cerdas, dana itu bisa dimanfaatkan untuk program pembangunan di desa, pemberdayaan masyarakat, pendidikan dan kesehatan sebagai program prioritas.
“Hanya saja ada yang tidak prioritas, inilah yang bisa dimanfaatkan di mana penggunaannya cukup mendapat persetujuan bupati/wali kota,” ungkapnya.
Menurut Chusnul, Pemilu lalu saja berat dengan anggaran sekitar Rp 28,4 triliun, meski tidak ada yang di-KPK-kan kenapa? Pilkades juga demikian di mana untuk menjadi Kades ada yang menghabiskan Rp 10 miliar.
Oleh karena itu perlu aturan pembatasan dana kampanye agar semua mempunyai kesempatan dan peluang yang sama. “Toh, amanat konstitusi itu pemilu adalah untuk mencerdaskan, mensejahterakan dan membahagiakan rakyat. Nah, dana desa itu untuk membahagiakan rakyat,” pungkasnya.
http://radarpolitik.com/politik-uang...h-belah-bangsa
Dampak dari RUU Pilkada, OJK akan Diintervensi Asing
Senin, 15 September 2014 22:44 WIB
Jakarta, HanTer — Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamudin Daeng menilai jika pemerintah mengesahkan RUU Pilkada maka akan menimbulkan dampak sistemik selain terhadap Otonomi Daerah juga kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurutnya, selama ini lembaga tersebut independen dan terbebas dari intervensi oleh presiden.
"OJK merupakan self regulation organization yang berkuasa penuh atas perbankan, keuangan dan pasar modal. OJK memiliki sumber anggaran sendiri dari pungutan 0,04 Persen dari aset perbankkan, lembaga keuangan, asuransi dan pasar modal. Anggarannya sangat besar, karena lembaga ini mengelola aset sekitar Rp12 ribu-Rp13 ribu triliun," kata Salamduin di Jakarta, Senin (15/9).
Dikatakan Salamudin, padahal sektor perbankan, keuangan, asuransi dan pasar modal adalah aliran darahnya perekonomian Indonesia. Dengan demikian, kata dia, lembaga ini menentukan hidup matinya ekonomi nasional.
"Jika OJK melakukan kebijakan yang pro asing, maka jatuhlah sektor keuangan kita sepenuhnya pada asing. Jika OJK terus menjadi parasit yang memberatkan sektor keuangan maka tamatlah maka rakyatlah yang akan menjadi korban," tegas Salamudin.
Dia mengaku, sifat independen OJK sama seperti Otonomi Daerah yakni kekuasaan pimpinan OJK sama dengan kekuasaan para Bupati atau Walikota.
"OJK dapat membuat kebijakan dan regulasi apa saja sesuai kehendaknya dan keyakinannya sendiri. OJK tidak perlu mentaati presiden. Sama dengan para Bupati yang dapat membuat kebijakan tanpa perlu mentaati Presiden," ungkapnya.
Kata dia, otonomi daerah, Pilkada langsung dan OJK memiliki sejarah yang sama, yakni lahir dari rahim reformasi, "Undang Undangnya dibuat atas perintah lembaga keuangan IMF, World Bank, ADB. Tujuannya sebagai strategi liberalisasi ekonomi dan liberalisasi pemerintahan. Mengapa ? Supaya mudah diintervensi asing," tegas Salamudin.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah baru harus tegas dan efektif dalam menjalankan roda kepemimpinan.
"Sehingga untuk mengefektifkan jalannya negara dan pemerintahan agar sesuai visi misi dan janjinya, pemerintahan Jokowi JK tidak hanya dituntut membubarkan Otonomi Daerah dan menghentikan Pilkada langsung, namun juga mengakhiri UU OJK. Jika tidak, pemerintahan ini tidak akan berfungsi," pungkasnya.
http://nasional.harianterbit.com/nas...tervensi-Asing
KASUS:
Dana Asing Diduga Mengalir ke Dua Paslon
Rabu 16-07-2014 16:56:00
Dana dari pihak asing diduga mengalir ke rekening sumbangan kampanye kedua pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Temuan ini diungkap Kemitraan dari hasil penelusuran administratif terhadap Laporan Penerimaan Dana Kampanye (LPDK) Tahap II yang dilaporkan kedua paslon pada Komisi Pemilihan Umum 7 Juli lalu.
“Harus ada upaya pencegahan intervensi asing melalui sumbangan dana kampanye,” kata Wahidah Suaib, penasihat pemantauan Kemitraan, dalam konferensi pers “Transparansi Dana Kampanye dan Ancaman Pidana: Catatan Terhadap Laporan Penerimaan Dana Kampanye Tahap II Pilpres 2014” di Media Center Gedung KPU, Jakarta Pusat, Rabu (16/7).
Dalam LPDK, termuat sumbangan satu miliar rupiah dari lembaga pendidikan Yayasan Gandhi Memorial International School untuk paslon nomor 1. Yayasan ini adalah sekolah internasional yang tim manajernya hampir semua orang asing. Dari informasi ini, Kemitraan menilai hal ini patut diduga sumbangan dari pihak asing, yakni India.
Di kubu paslon nomor 2, Kemitraan menelusuri perusahaan penyumbang PT. Apexindo Pratama Duta. Disebutkan dalam profil perusahaan PT. Apexindo Pratama Duta, daftar komposisi kepemilikan saham per 31 Desember 2011 meliputi pemodal nasional sebesar 1,6 persen dan pemodal asing sebesar 98,4 persen.
Dalam Pasal 103 UU 42/2008 terdapat larangan menerima sumbangan dari pihak asing. Sanksi pidana apabila sumbangan itu tak dilaporkan ke KPU diatur dalam pasal 222 UU 42/2008. “Perlu diingat oleh pasangan calon apabila sumbangan tersebut tak dilaporkan kepada KPU dan atau tak diserahkan kepada kas negara sesuai batas waktu, ada pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 24 bulan dan denda sebanyak tiga kali dari jumlah sumbangan yang diterima,” kata Wahidah, Komisioner Bawaslu periode 2008-2012 itu.
http://www.rumahpemilu.org/in/read/6...ua-Paslon.html
Waspadai Merebaknya Calon Independen Pasca Putusan MK
Rabu, 30 September 2015 − 10:46 WIB
JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pasangan calon tunggal bisa mengikuti Pilkada Serentak 2015 dinilai dapat memicu semakin banyaknya calon independen maju di pilkada.
Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria menilai, keputusan MK tersebut tidak akan efektif dalam rangka proses demokratisasi di Indonesia. Pasalnya, kata Riza, selama ini banyak calon independen yang sengaja diajukan sebagai calon boneka dalam perhelatan pilkada.
"Karena syaratnya mudah jadi calon independen, selama ini tidak sedikit calon independen dijadikan boneka oleh pasangan calon lain," kata Riza di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (30/9/2015).
Riza memaparkan, karena begitu mudahnya syarat menjadi calon independen, lazimnya pasangan calon yang diajukan partai sengaja memunculkan calon boneka sebagai salah satu strategi pemenangan.
Tak hanya itu, Riza menambahkan, calon independen juga digunakan sebagai strategi pemecah suara. "Karenanya, syarat calon independen harus dinaikkan. Syarat bagi partai saja dinaikkan. Kita tidak ingin batasi masyarakat untuk memilih atau dipilih. Kita akan bangun regulasi berkeadilan," tutur Riza.
http://nasional.sindonews.com/read/1...-mk-1443584757
Rapat Terbatas Menteri Bersama Presiden, Mendagri Tidak Akan Persulit Syarat Calon Independen
Rabu, 30 September 2015 − 17:30 WIB (1 hour ago)
Jakarta, Beritaempat – Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana akan mengelar rapat kabinet terbatas perihal revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Rapat terbatas (ratas) tersebut dijadwalkan berlangsung pada pukul 15.00 WIB di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (15/3).
“Dalam ratas akan kami laporkan kepada Presiden soal draf RUU Pilkada,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Program Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Pusat dan Daerah di Hotel Swis Belhotel.
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menambahkan, ratas nantinya akan dihadiri di antaranya oleh Menteri Keuangan (Menkeu), terkait soal anggaran Pilkada Serentak tahap II.
Saat disinggung mengenai kemungkinan dipersulitnya persyaratan calon independen (perseorangan), Tjahjo memastikan hal tersebut tidak akan terjadi dalam ratas nanti sore.
“Jangan ada kesan membatasi. Ini kan hak politik warga negara, masyarakat mencalonkan diri dan ingin mencalonkan seseorang. Kami ingin jaring calon kepala daerah yang terbaik dan mampu memimpin daerahnya,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan bahwa keringanan calon independen sudah disetuji Mahkamah Konstitusi (MK). Dia berharap tidak ada pertentangan antara calon independen dan calon dari partai politik (parpol).
“Jadi jangan ada dikotomi pertentangan, Bakal calon kepala daerah itu bisa diusung satu partai, gabungan partai, dan calon independen,” ucapnya.
Dalam Undang-Undang, kata Tjahjo, siapa pun berhak mencalonkan diri di pemilihan kepala daerah. “Siapa pun berhak maju dalam pilkada,” tandas Mendagri.
http://www.beritaempat.com/rapat-ter...on-independen/
Ahok Melawan Deparpolisasi dan Siasat di Jalur Independen
Jalur independen, kata Ahok, agar kekuasaannya tidak dimonopoli.
Kamis, 10 Maret 2016 | 15:12 WIB
VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memastikan akan menjadi orang yang paling depan melakukan perlawanan jika tindakan deparpolisasi, atau upaya memisahkan partai politik dari roda pemerintahan terjadi.
Menurut Ahok, deparpolisasi merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi. Partai politik merupakan pilar negara demokrasi. Peranan parpol tidak boleh ditiadakan.
"Kalau ada siapa pun melakukan deparpolisasi di Republik ini, saya akan maju di depan untuk melawan," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Kamis, 10 Maret 2016.
Ahok menegaskan keputusannya untuk maju melalui jalur independen, bukanlah tindakan yang mendukung terjadinya deparpolisasi dalam proses demokrasi di Indonesia.
Majunya seorang kandidat dari jalur independen dalam sebuah Pemilihan Kepala Daerah dimungkinkan berkat keberadaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pilkada.
Undang-undang itu bisa menjadi sebuah peraturan yang berlaku di seluruh Indonesia karena didukung partai politik. Unsur partai politik lewat perwakilannya pada setiap fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui diundangkannya aturan.
Menurut Ahok, pertimbangan yang diambil partai politik tidak bisa memastikan seluruh kadernya memiliki tindakan yang sejalan dengan visi dan misi yang dimiliki parpol untuk membangun bangsa.
Dimungkinkannya jalur independen dalam pilkada adalah untuk memastikan hal itu tidak terjadi. Meski parpol adalah pilar bangsa, jalannya pemerintahan tidak boleh dimonopoli parpol. Kedaulatan negara pada hakikatnya ada di tangan rakyat.
"Kalau sebuah negara ada 10 partai politik dan setiap parpol hanya dikuasai ketua dan sekjen, apa berarti negara menjadi hanya dikuasai 20 orang? Tentu tidak. Makanya agar kekuasaannya tidak dimonopoli orang tertentu, dibuka lah jalur independen," ujar Ahok.
http://metro.news.viva.co.id/news/re...ependen-berita
-------------------------------------
Model INDEPENDEN dalam sistem Demokrasi kita, memang cukup menarik, dimana seseorang figur publik bisa maju tanpa bergantung atau memperoleh dukungan politik daripada parpol yang sedang berkuasa untuk menjadi Kepala Daerah (dan bukan tidak mungkin, sebuah amandemen UUD 1945 di masa depan, maka hal sama akan bisa berlakukan pula untuk jabatan Presiden dan Wapres).
Masalahnya itu, sistem demokrasi kita ini masih terlalu prematur untuk bisa kebal daripada praktek politik uang (money politics). Rakyat atau penduduk Indonesia yang sebagian terbesar tinggal di daerah pedesaan atau di daerah urban di perkotaan, sangat rentan oleh godaan yang bersumber dari praktek 'money politics' itu. Kemiskinan dan pendidikan yang masih rendah, serta tingkat pengangguran yang tinggi (terutama di kalangan penduduk usia muda yang masih labil/alay), menjadi penjelas untuk rawannya praktek "money politics" dalam sistem demokrasi yang sedang kita bangun saat ini.
Fenomena ini tentunya bisa memancing minat pihak asing, atau cukong gajah, untuk ikut mengintervensi pilkada di Indonesia. Karena memang ada peluang bagi mereka untuk bisa bermain disana. Bila ada kepentingan asing atau kepentingan cukong yang besar untuk sebuah wilayah provinsi atau kabupaten yang kaya akan kandungan Sumber Daya Alam, maka bukan tidak mungkin mereka akan berusaha keras agar calon Kepala Daerah yang kelak memimpin wilayah itu, bisa pro pada kepentingan bisnis mereka (meski pun itu bisa berarti bukan merugikan kepentingan rakyat dan kepentingan nasional).
Tidak sulit secara teoritis, mereka cukup menghubungi beberapa LSM atau Lembaga Survey/Konsultan politik di dalam negeri yang jumlahnya puluhan itu, dan "bisa diatur" sesuai pesan sponsornya. Selanjutnya mereka tinggal menunggu hasil akhirnya saja! Makanya kalau sebentar lagi ada Gubernur atau Bupati yang bisa naik melalui jalur INDEPENDEN, adalah Kepala Daerah "pesanan" Amrik, China, Inggris, Prancis, Jerman, Australia, India, Singapura, Malaysia, Arab Saudi, Turki, Iran, ISIS, atau cukong-cukong Gajah di Asia, jangan terkaget-kaget yak!

Selasa 15 Mar 2016, 09:48 WIB

Ruang rapat Komisi II DPR.
Jakarta - Syarat dukungan bagi calon independen sudah menjadi lebih ringan sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun lalu. Tetapi, kini syarat dukungan itu hendak dinaikkan lagi oleh DPR lewat revisi UU Pilkada.
Awalnya, syarat dukungan KTP bagi calon independen sesuai putusan MK adalah 6,5-10 persen dari jumlah pemilih pada Pemilu sebelumnya. Ini merupakan hasil gugatan masyarakat karena syarat sebelumnya adalah berdasarkan jumlah penduduk.
Saat ini, UU Pilkada akan direvisi atas usul inisiatif pemerintah. Meskipun draf belum secara resmi diterima DPR, tetapi sudah ada wacana untuk menaikkan syarat dukungan independen itu.
"Timbul wacana di kita bahwa UU pilkada ini harus pada azas keadilan. Karena syarat untuk calon independen jauh dari syarat untuk parpol, kita naikkan agar tetap berkeadilan," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edi dalam perbincangan, Selasa (15/3/2016).
Lukman menuturkan bahwa saat ini syarat dukungan untuk calon dari parpol naik 5 persen menjadi 20 persen dari jumlah suara. Oleh sebab itu, Komisi II merasa syarat untuk calon independen juga harus diperberat agar berimbang.
"Ada 2 model yang diwacanakan. Yang pertama, syarat dukungan adalah 10-15 persen dari DPT (jumlah pemilih) atau yang kedua 15-20 persen dari DPT," ungkap Wasekjen PKB ini.
Menurutnya, waktu yang ada saat ini masih cukup untuk merevisi UU Pilkada. Fraksi-fraksi nantinya akan mengumpulkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). "Sekarang masih ada waktu dua bulan," ucap Lukman.
https://news.detik.com/berita/316490...lon-independen
Politik Uang Dalam Pilkada, Membuka Peluang Asing Pecah Belah Bangsa
November 12, 2015
Jakarta – Pengajar ilmu politik UI Chusnul Mariyah mengakui, sejak awal dirinya menolak Pilkada langsung untuk kabupaten/kota, karena akan mempermudah asing untuk memecah-belah negara, mengingat maraknya money politics (politik uang), Tidak ada batasan dana kampanye (spending limit).
“Terbukti pemilu kita lebih liberal dari negara yang liberal, Amerika Serikat. Uang di mana-mana tidak terbatas, sehingga petahana pasti diuntungkan,” tegas Chusnul Mariyah dalam dialog kenegaraan ‘Pencairan Dana Desa Menjelang Pilkada Serentak 2015’ di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Rabu (11/11).
Tapi, kalau bupati, walikota dan kepala desanya cerdas, dana itu bisa dimanfaatkan untuk program pembangunan di desa, pemberdayaan masyarakat, pendidikan dan kesehatan sebagai program prioritas.
“Hanya saja ada yang tidak prioritas, inilah yang bisa dimanfaatkan di mana penggunaannya cukup mendapat persetujuan bupati/wali kota,” ungkapnya.
Menurut Chusnul, Pemilu lalu saja berat dengan anggaran sekitar Rp 28,4 triliun, meski tidak ada yang di-KPK-kan kenapa? Pilkades juga demikian di mana untuk menjadi Kades ada yang menghabiskan Rp 10 miliar.
Oleh karena itu perlu aturan pembatasan dana kampanye agar semua mempunyai kesempatan dan peluang yang sama. “Toh, amanat konstitusi itu pemilu adalah untuk mencerdaskan, mensejahterakan dan membahagiakan rakyat. Nah, dana desa itu untuk membahagiakan rakyat,” pungkasnya.
http://radarpolitik.com/politik-uang...h-belah-bangsa
Dampak dari RUU Pilkada, OJK akan Diintervensi Asing
Senin, 15 September 2014 22:44 WIB
Jakarta, HanTer — Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamudin Daeng menilai jika pemerintah mengesahkan RUU Pilkada maka akan menimbulkan dampak sistemik selain terhadap Otonomi Daerah juga kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurutnya, selama ini lembaga tersebut independen dan terbebas dari intervensi oleh presiden.
"OJK merupakan self regulation organization yang berkuasa penuh atas perbankan, keuangan dan pasar modal. OJK memiliki sumber anggaran sendiri dari pungutan 0,04 Persen dari aset perbankkan, lembaga keuangan, asuransi dan pasar modal. Anggarannya sangat besar, karena lembaga ini mengelola aset sekitar Rp12 ribu-Rp13 ribu triliun," kata Salamduin di Jakarta, Senin (15/9).
Dikatakan Salamudin, padahal sektor perbankan, keuangan, asuransi dan pasar modal adalah aliran darahnya perekonomian Indonesia. Dengan demikian, kata dia, lembaga ini menentukan hidup matinya ekonomi nasional.
"Jika OJK melakukan kebijakan yang pro asing, maka jatuhlah sektor keuangan kita sepenuhnya pada asing. Jika OJK terus menjadi parasit yang memberatkan sektor keuangan maka tamatlah maka rakyatlah yang akan menjadi korban," tegas Salamudin.
Dia mengaku, sifat independen OJK sama seperti Otonomi Daerah yakni kekuasaan pimpinan OJK sama dengan kekuasaan para Bupati atau Walikota.
"OJK dapat membuat kebijakan dan regulasi apa saja sesuai kehendaknya dan keyakinannya sendiri. OJK tidak perlu mentaati presiden. Sama dengan para Bupati yang dapat membuat kebijakan tanpa perlu mentaati Presiden," ungkapnya.
Kata dia, otonomi daerah, Pilkada langsung dan OJK memiliki sejarah yang sama, yakni lahir dari rahim reformasi, "Undang Undangnya dibuat atas perintah lembaga keuangan IMF, World Bank, ADB. Tujuannya sebagai strategi liberalisasi ekonomi dan liberalisasi pemerintahan. Mengapa ? Supaya mudah diintervensi asing," tegas Salamudin.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah baru harus tegas dan efektif dalam menjalankan roda kepemimpinan.
"Sehingga untuk mengefektifkan jalannya negara dan pemerintahan agar sesuai visi misi dan janjinya, pemerintahan Jokowi JK tidak hanya dituntut membubarkan Otonomi Daerah dan menghentikan Pilkada langsung, namun juga mengakhiri UU OJK. Jika tidak, pemerintahan ini tidak akan berfungsi," pungkasnya.
http://nasional.harianterbit.com/nas...tervensi-Asing
KASUS:
Dana Asing Diduga Mengalir ke Dua Paslon
Rabu 16-07-2014 16:56:00
Dana dari pihak asing diduga mengalir ke rekening sumbangan kampanye kedua pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Temuan ini diungkap Kemitraan dari hasil penelusuran administratif terhadap Laporan Penerimaan Dana Kampanye (LPDK) Tahap II yang dilaporkan kedua paslon pada Komisi Pemilihan Umum 7 Juli lalu.
“Harus ada upaya pencegahan intervensi asing melalui sumbangan dana kampanye,” kata Wahidah Suaib, penasihat pemantauan Kemitraan, dalam konferensi pers “Transparansi Dana Kampanye dan Ancaman Pidana: Catatan Terhadap Laporan Penerimaan Dana Kampanye Tahap II Pilpres 2014” di Media Center Gedung KPU, Jakarta Pusat, Rabu (16/7).
Dalam LPDK, termuat sumbangan satu miliar rupiah dari lembaga pendidikan Yayasan Gandhi Memorial International School untuk paslon nomor 1. Yayasan ini adalah sekolah internasional yang tim manajernya hampir semua orang asing. Dari informasi ini, Kemitraan menilai hal ini patut diduga sumbangan dari pihak asing, yakni India.
Di kubu paslon nomor 2, Kemitraan menelusuri perusahaan penyumbang PT. Apexindo Pratama Duta. Disebutkan dalam profil perusahaan PT. Apexindo Pratama Duta, daftar komposisi kepemilikan saham per 31 Desember 2011 meliputi pemodal nasional sebesar 1,6 persen dan pemodal asing sebesar 98,4 persen.
Dalam Pasal 103 UU 42/2008 terdapat larangan menerima sumbangan dari pihak asing. Sanksi pidana apabila sumbangan itu tak dilaporkan ke KPU diatur dalam pasal 222 UU 42/2008. “Perlu diingat oleh pasangan calon apabila sumbangan tersebut tak dilaporkan kepada KPU dan atau tak diserahkan kepada kas negara sesuai batas waktu, ada pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 24 bulan dan denda sebanyak tiga kali dari jumlah sumbangan yang diterima,” kata Wahidah, Komisioner Bawaslu periode 2008-2012 itu.
http://www.rumahpemilu.org/in/read/6...ua-Paslon.html
Waspadai Merebaknya Calon Independen Pasca Putusan MK
Rabu, 30 September 2015 − 10:46 WIB
JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pasangan calon tunggal bisa mengikuti Pilkada Serentak 2015 dinilai dapat memicu semakin banyaknya calon independen maju di pilkada.
Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria menilai, keputusan MK tersebut tidak akan efektif dalam rangka proses demokratisasi di Indonesia. Pasalnya, kata Riza, selama ini banyak calon independen yang sengaja diajukan sebagai calon boneka dalam perhelatan pilkada.
"Karena syaratnya mudah jadi calon independen, selama ini tidak sedikit calon independen dijadikan boneka oleh pasangan calon lain," kata Riza di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (30/9/2015).
Riza memaparkan, karena begitu mudahnya syarat menjadi calon independen, lazimnya pasangan calon yang diajukan partai sengaja memunculkan calon boneka sebagai salah satu strategi pemenangan.
Tak hanya itu, Riza menambahkan, calon independen juga digunakan sebagai strategi pemecah suara. "Karenanya, syarat calon independen harus dinaikkan. Syarat bagi partai saja dinaikkan. Kita tidak ingin batasi masyarakat untuk memilih atau dipilih. Kita akan bangun regulasi berkeadilan," tutur Riza.
http://nasional.sindonews.com/read/1...-mk-1443584757
Rapat Terbatas Menteri Bersama Presiden, Mendagri Tidak Akan Persulit Syarat Calon Independen
Rabu, 30 September 2015 − 17:30 WIB (1 hour ago)
Jakarta, Beritaempat – Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana akan mengelar rapat kabinet terbatas perihal revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Rapat terbatas (ratas) tersebut dijadwalkan berlangsung pada pukul 15.00 WIB di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (15/3).
“Dalam ratas akan kami laporkan kepada Presiden soal draf RUU Pilkada,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Program Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Pusat dan Daerah di Hotel Swis Belhotel.
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menambahkan, ratas nantinya akan dihadiri di antaranya oleh Menteri Keuangan (Menkeu), terkait soal anggaran Pilkada Serentak tahap II.
Saat disinggung mengenai kemungkinan dipersulitnya persyaratan calon independen (perseorangan), Tjahjo memastikan hal tersebut tidak akan terjadi dalam ratas nanti sore.
“Jangan ada kesan membatasi. Ini kan hak politik warga negara, masyarakat mencalonkan diri dan ingin mencalonkan seseorang. Kami ingin jaring calon kepala daerah yang terbaik dan mampu memimpin daerahnya,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan bahwa keringanan calon independen sudah disetuji Mahkamah Konstitusi (MK). Dia berharap tidak ada pertentangan antara calon independen dan calon dari partai politik (parpol).
“Jadi jangan ada dikotomi pertentangan, Bakal calon kepala daerah itu bisa diusung satu partai, gabungan partai, dan calon independen,” ucapnya.
Dalam Undang-Undang, kata Tjahjo, siapa pun berhak mencalonkan diri di pemilihan kepala daerah. “Siapa pun berhak maju dalam pilkada,” tandas Mendagri.
http://www.beritaempat.com/rapat-ter...on-independen/
Ahok Melawan Deparpolisasi dan Siasat di Jalur Independen
Jalur independen, kata Ahok, agar kekuasaannya tidak dimonopoli.
Kamis, 10 Maret 2016 | 15:12 WIB
VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memastikan akan menjadi orang yang paling depan melakukan perlawanan jika tindakan deparpolisasi, atau upaya memisahkan partai politik dari roda pemerintahan terjadi.
Menurut Ahok, deparpolisasi merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi. Partai politik merupakan pilar negara demokrasi. Peranan parpol tidak boleh ditiadakan.
"Kalau ada siapa pun melakukan deparpolisasi di Republik ini, saya akan maju di depan untuk melawan," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Kamis, 10 Maret 2016.
Ahok menegaskan keputusannya untuk maju melalui jalur independen, bukanlah tindakan yang mendukung terjadinya deparpolisasi dalam proses demokrasi di Indonesia.
Majunya seorang kandidat dari jalur independen dalam sebuah Pemilihan Kepala Daerah dimungkinkan berkat keberadaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pilkada.
Undang-undang itu bisa menjadi sebuah peraturan yang berlaku di seluruh Indonesia karena didukung partai politik. Unsur partai politik lewat perwakilannya pada setiap fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui diundangkannya aturan.
Menurut Ahok, pertimbangan yang diambil partai politik tidak bisa memastikan seluruh kadernya memiliki tindakan yang sejalan dengan visi dan misi yang dimiliki parpol untuk membangun bangsa.
Dimungkinkannya jalur independen dalam pilkada adalah untuk memastikan hal itu tidak terjadi. Meski parpol adalah pilar bangsa, jalannya pemerintahan tidak boleh dimonopoli parpol. Kedaulatan negara pada hakikatnya ada di tangan rakyat.
"Kalau sebuah negara ada 10 partai politik dan setiap parpol hanya dikuasai ketua dan sekjen, apa berarti negara menjadi hanya dikuasai 20 orang? Tentu tidak. Makanya agar kekuasaannya tidak dimonopoli orang tertentu, dibuka lah jalur independen," ujar Ahok.
http://metro.news.viva.co.id/news/re...ependen-berita
-------------------------------------
Model INDEPENDEN dalam sistem Demokrasi kita, memang cukup menarik, dimana seseorang figur publik bisa maju tanpa bergantung atau memperoleh dukungan politik daripada parpol yang sedang berkuasa untuk menjadi Kepala Daerah (dan bukan tidak mungkin, sebuah amandemen UUD 1945 di masa depan, maka hal sama akan bisa berlakukan pula untuk jabatan Presiden dan Wapres).
Masalahnya itu, sistem demokrasi kita ini masih terlalu prematur untuk bisa kebal daripada praktek politik uang (money politics). Rakyat atau penduduk Indonesia yang sebagian terbesar tinggal di daerah pedesaan atau di daerah urban di perkotaan, sangat rentan oleh godaan yang bersumber dari praktek 'money politics' itu. Kemiskinan dan pendidikan yang masih rendah, serta tingkat pengangguran yang tinggi (terutama di kalangan penduduk usia muda yang masih labil/alay), menjadi penjelas untuk rawannya praktek "money politics" dalam sistem demokrasi yang sedang kita bangun saat ini.
Fenomena ini tentunya bisa memancing minat pihak asing, atau cukong gajah, untuk ikut mengintervensi pilkada di Indonesia. Karena memang ada peluang bagi mereka untuk bisa bermain disana. Bila ada kepentingan asing atau kepentingan cukong yang besar untuk sebuah wilayah provinsi atau kabupaten yang kaya akan kandungan Sumber Daya Alam, maka bukan tidak mungkin mereka akan berusaha keras agar calon Kepala Daerah yang kelak memimpin wilayah itu, bisa pro pada kepentingan bisnis mereka (meski pun itu bisa berarti bukan merugikan kepentingan rakyat dan kepentingan nasional).
Tidak sulit secara teoritis, mereka cukup menghubungi beberapa LSM atau Lembaga Survey/Konsultan politik di dalam negeri yang jumlahnya puluhan itu, dan "bisa diatur" sesuai pesan sponsornya. Selanjutnya mereka tinggal menunggu hasil akhirnya saja! Makanya kalau sebentar lagi ada Gubernur atau Bupati yang bisa naik melalui jalur INDEPENDEN, adalah Kepala Daerah "pesanan" Amrik, China, Inggris, Prancis, Jerman, Australia, India, Singapura, Malaysia, Arab Saudi, Turki, Iran, ISIS, atau cukong-cukong Gajah di Asia, jangan terkaget-kaget yak!

Diubah oleh budimansia 15-03-2016 19:33
0
4K
44


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan