Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com — Rebutan pengaruh di media sosial menjelang Pilkada DKI Jakarta sudah memanas, apalagi setelah Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengumumkan akan menempuh jalur independen bersama Heru Budi Hartono.
Selain ramai soal pengumpulan ulang KTP bagi para pendukung Ahok, media sosial juga banyak membincangkan calon-calon alternatif yang mulai disodorkan partai antara lain pengusaha Sandiaga Uno, musisi Ahmad Dhani, dan Yusril Ihza Mahendra.
Pengamat media sosial, Nukman Luthfie, mengatakan, keriuhan ini wajar terjadi walau pilkada masih akan berlangsung pada Februari 2017 mendatang.
"Umumnya begitu. Jauh-jauh hari untuk posisi-posisi strategis (seperti gubernur Jakarta) memang ramai, terutama Jakarta dan Bandung, yang memang menjadi pusatnya media sosial," katanya.
Namun, tampaknya Ahok masih jauh lebih unggul dibanding calon-calon lain dalam percakapan di media sosial. Di Twitter, misalnya, kata kunci Ahok menjadi paling banyak dikicaukan selama satu bulan terakhir oleh pemberitaan media massa dan juga pengguna dengan lebih dari satu juta tweet.
Faktor utamanya adalah basis pendukung Ahok yang memang besar di media sosial. "Sebagai kandidat nomor satu Ahok susah dilawan, makanya siapa pun yang mau melawan dia itu sekarang susah sekali," katanya.
"Pendukung terbesar Ahok itu ada di media sosial, bicara lewat media sosial, mereka generasi-generasi yang hidupnya di dunia digital, yang selama ini banyak diabaikan oleh partai."
"Ahok tahu betul bagaimana menggalang generasi digital ini. Makanya, mereka sahut-sahutan di Twitter, Facebook, dan Ahok juga aktif mengabarkan program-program di sana."
Selain suara-suara dukungan, tentu ada juga kritik yang ditujukan untuk Gubernur Jakarta, misalnya terkait cara komunikasinya yang dianggap kasar. Namun, sejumlah pihak membawa kritikan ke arah yang lebih jauh.
Di Facebook, misalnya, diskusi merambah ke soal-soal agama dan ras. Satu unggahan, misalnya, bertuliskan, "Saya Muslim saya gak mungkin pilih Ahok", sementara yang lain bertuliskan, "Saya Muslim saya pilih Ahok".
Di Twitter, tagar bernada negatif muncul.
Berikut ini sejumlah tagar yang beredar di Twitter dan akun yang pertama kali menggunakannya:
#UsirAhokDariJakarta , 8.100 kicauan, via @SiBonekaKayu
#TemanAhokTipuKTP, 4.900, kicauan, via @Revolusi_Sosmed
#AhokBikinMaluIndonesia, 5.200 kicauan, via @mata_indigo
#AyoKPKEksekusiAhok, 9.700 kicauan, via @Restyies
#KandangkanAhok, 20.700 kicauan, via @yudissejahtera
#AhokGubernurKulitKabel, 10.300 kicauan, via @Pitung_id
Media sosial jadi kunci
Nukman mengatakan, bagi Kota Jakarta, media sosial adalah kunci kemenangan. Siapa pun yang bisa merebut pengaruh besar di media sosial, dialah yang kemungkinan besar bisa menang.
"Mereka yang punya hak memilih masih aktif di Facebook dan Twitter. Jadi, yang bersuara banyak di sana itu adalah orang-orang yang punya hak pilih," katanya.
Namun, satu kekhawatiran yang muncul adalah apakah para pengguna bijak menyaring konten terkait calon pilihannya di media sosial. Pasalnya, pendiri PoliticaWave Yose Rizal berpendapat bahwa banyak pengguna media sosial yang saat ini masih gagap menyaring informasi dengan baik.
"Di media sosial persepsi lebih penting dari fakta," katanya. "Kita sering mendapat informasi yang berbeda tentang satu hal yang sama dan masyarakat sekarang cenderung percaya pada data yang mendukung pendapatnya," kata Yose.
"Ini kan tentunya sangat disayangkan, edukasi terhadap pengguna perlu dilakukan karena banyak media online yang turut menyebar informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," katanya
Sumber
Yak kuncinya emang di sosmed, apalagi Jakarta masuk sebagai kota teraktif dalam bersosial media
Makin rame aja, kita tunggu gimana perang sosmed dari team ahok vs penantang ahok
mudah mudahan bisa saling sportif, kurang kurangin black campaign #demokrasisejuk
