Senin, 14 Maret 2016 | 05:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal calon gubernur DKI Jakarta Adhyaksa Dault meminta semua pihak yang terlibat dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017 untuk tidak menggunakan materi kampanye yang curang dan memojokan kandidat lain.
Hal yang paling ia soroti adalah materi kampanye yang berbau unsur suku agama dan ras (SARA). Menurut Adhyaksa, tidak boleh ada materi kampanye yang memuat unsur SARA, baik yang digunakan untuk keuntungan sendiri maupun menyerang orang lain.
"'Saya muslim saya pilih Ahok' (gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama), yang kayak gitu-gitu tidak boleh tuh. Atau sebaliknya, jangan pilih Ahok karena dia bukan muslim, tidak boleh juga yang seperti itu. Jangan bawa suku, jangan bawa agama," kata Adhyaksa saat kunjungan Yusril Ihza Mahendra ke rumahnya, di Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (12/3/2016).
Menurut Adhyaksa, persaingan untuk memperebutkan kursi Gubernur DKI tidak boleh dilandasi nafsu untuk mengejar kekuasaan. Tapi, niat untuk membangun Jakarta ke arah yang lebih baik.
"Kalau hanya mengejar kekuasaan, pasti menggunakan segala cara untuk mendapatkannya. Termasuk cara-cara yang tricky," ujar mantan Menteri Pemuda dan Olahraga ini.
Sebelumnya, baik Adhyaksa maupun Yusril sempat mengungkapkan kekesalan dengan adanya upaya mencitrakan mereka sebagai orang yang anti terhadap agama lain. Mereka berdua menilai upaya tersebut sebagai cara yang tidak baik dalam kehidupan berdemokrasi.
Menurut Yusril, dirinya tidak mungkin anti terhadap agama lain. Karena dalam kehidupan sehari-hari, ia bergaul dengan banyak orang dari latar belakang agama berbeda.
"Saya pernah jadi pengurus Klenteng. Saya juga dekat dengan komunitas Gereja Tugu. Saat peluncuran buku di hari ulang tahun saya kemarin, mereka ikut hadir bermain musik," kata Yusril.
Karena itu, ia meminta pihak-pihak yang menyudutkannya agar tidak lagi berbuat hal yang sama. Ia mengajak pihak-pihak itu untuk berkampanye yang lebih fair.
"Janganlah membuat suatu isu yang bukan berasal dari diri kita sendiri," ujar dia.
http://megapolitan.kompas.com/read/2...campaign=Kknwp
Siapa yg lebih dulu mendiskriminasi kok sekarang kebakaran jenggot, masa iya dinegara demokrasi orang dilarang memilih atas nama sara, GMJ dan kelompok lain sering menggunakan isu agama untuk melarang-larang orang lain, dan lagi itu materi pluralisme bukan sara