- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
BREAKING NEWS: Setelah hampir 1 Tahun, Rupiah menyentuh level 12.000 ! Kenapa ?


TS
indonesiapeopl
BREAKING NEWS: Setelah hampir 1 Tahun, Rupiah menyentuh level 12.000 ! Kenapa ?
Quote:
Dolar Menguat ke Rp 12.990, Isu di AS dan China Jadi Pemicu Kuat
Dewi Rachmat Kusuma - detikfinance
Senin, 07/03/2016 18:47 WIB

Jakarta -Pada pagi ini, dolar Amerika Serikat (AS) sempat jatuh ke titik terendah di Rp 12.990, meski di sisa hari ini terus berada di atas Rp 13.000. Paling tidak ada 7 penyebab penurunan dolar AS ini.
Ekonom INDEF sekaligus Kandidat Doktor Durham University Business School - Inggris, Dzulfian Syafrian mengatakan, secara umum, penguatan rupiah ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal, khususnya perkembangan isu perekonomian terkini di ekonomi terbesar pertama (AS) dan terbesar kedua (China).
"Pertama, akhir pekan lalu, Pemerintah China mengeluarkan pernyataan bahwa akan melakukan reformasi ekonomi, khususnya reformasi berbagai BUMN milik mereka dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Bahkan Pemerintah China juga mewacanakan akan adanya kepemilikian gabungan (mixed ownership) atau privatisasi atas berbagai BUMN mereka," kata Dzulfian kepada detikFinance, Senin (7/3/2016).
Dia mengatakan, aksi pemerintah China ini jadi kabar sangat menggembirakan bagi para investor mengingat China memiliki sekitar 150.000 BUMN dengan total aset sekitar US$15 trilliun, dan mempekerjakan lebih dari 30 juta pekerja.
Kedua, lanjut Dzulfian, pemerintah China menyatakan tidak benar negaranya mengalami hard landing akibat perubahan struktur perekonomian yang awalnya berbasis ekspor dan investasi menjadi berbasis konsumsi domestik.
"Hanya saja mereka mengakui bahwa ketidakpastian dan ketidakstabilan global memberikan dampak negatif bagi perekonomian mereka," jelas Dzulfian.
Lalu ketiga, pemerintah China juga memasang target pertumbuhan ekonomi pada tahun ini akan berada di kisaran 6,5-7,0% dan tidak akan pernah kurang dari 6,5% dalam lima tahun ke depan. "Angka ini cukup memberikan kepercayaan diri pasar, mengingat tren pertumbuhan ekonomi China yang terus menurun, bahkan tahun lalu menyentuh titik terendah dalam 25 tahun terakhir, yaitu hanya sebesar 6,9 persen," papar Dzulfian.
Faktor keempat, ujar Dzulfian, kabar gembira dari China ini tentu diharapkan akan berdampak pada naiknya harga-harga komoditas. "Jika harga komoditas kembali bangkit, ekspor Indonesia lambat laun akan pulih mengingat sebagian besar ekspor Indonesia bergantung pada komoditas di mana China adalah salah satu pasar utamanya," tutur Dzulfian.
Kemudian faktor kelima, menurut Dzulfian, pemulihan ekonomi yang terjadi di AS membuat nilai tukar mereka menguat cukup signifikan terhadap hampir seluruh mata uang dunia.
"Keenam, data-data perekonomian Amerika, khususnya data ketenagakerjaan, menunjukkan angka yang cukup baik. Jumat lalu, Pemerintah AS mengumumkan penambahan tenaga kerja baru sekitar 242.000 selama bulan Februari 2016 dan angka pengangguran berkisar 4,9 persen, terendah sejak krisis finansial global 2008. Meskipun demikian, sebagian besar pengamat yakin The Fed tidak akan terburu-buru menaikkan kembali suku bunganya," kata Dzulfian.
Lalu ketujuh, karena mempertimbangkan keseimbangan global, khususnya memberikan ruang dan peluang bagi negara-negara Emerging Markets agar tidak terguncang, dan poin kelima dan keenam di atas, The Fed nampaknya tidak akan menaikkan suku bunga kembali dalam waktu dekat (bulan ini).
"Oleh karena itu, perpaduan antara optimisme atas perekonomian China dan juga angin segar dari AS, adalah dua poin utama mengapa rupiah menguat cukup signifikan dalam beberapa hari ini, bahkan menembus level sekitar Rp 12.900/US$ hari ini," imbuh Dzulfian.
Hanya saja, lanjut Dzulfian, penguatan ini nampaknya hanya bersifat sementara, tergantung perkembangan perekonomian China, Amerika, dan dunia ke depannya. "Satu hal yang pasti, fenomena ini menunjukkan bahwa rupiah sangat rentan terhadap goncangan eksternal," jelas Dzulfian.
(wdl/hns)
http://finance.detik.com/read/2016/0...di-pemicu-kuat
Dewi Rachmat Kusuma - detikfinance
Senin, 07/03/2016 18:47 WIB

Jakarta -Pada pagi ini, dolar Amerika Serikat (AS) sempat jatuh ke titik terendah di Rp 12.990, meski di sisa hari ini terus berada di atas Rp 13.000. Paling tidak ada 7 penyebab penurunan dolar AS ini.
Ekonom INDEF sekaligus Kandidat Doktor Durham University Business School - Inggris, Dzulfian Syafrian mengatakan, secara umum, penguatan rupiah ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal, khususnya perkembangan isu perekonomian terkini di ekonomi terbesar pertama (AS) dan terbesar kedua (China).
"Pertama, akhir pekan lalu, Pemerintah China mengeluarkan pernyataan bahwa akan melakukan reformasi ekonomi, khususnya reformasi berbagai BUMN milik mereka dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Bahkan Pemerintah China juga mewacanakan akan adanya kepemilikian gabungan (mixed ownership) atau privatisasi atas berbagai BUMN mereka," kata Dzulfian kepada detikFinance, Senin (7/3/2016).
Dia mengatakan, aksi pemerintah China ini jadi kabar sangat menggembirakan bagi para investor mengingat China memiliki sekitar 150.000 BUMN dengan total aset sekitar US$15 trilliun, dan mempekerjakan lebih dari 30 juta pekerja.
Kedua, lanjut Dzulfian, pemerintah China menyatakan tidak benar negaranya mengalami hard landing akibat perubahan struktur perekonomian yang awalnya berbasis ekspor dan investasi menjadi berbasis konsumsi domestik.
"Hanya saja mereka mengakui bahwa ketidakpastian dan ketidakstabilan global memberikan dampak negatif bagi perekonomian mereka," jelas Dzulfian.
Lalu ketiga, pemerintah China juga memasang target pertumbuhan ekonomi pada tahun ini akan berada di kisaran 6,5-7,0% dan tidak akan pernah kurang dari 6,5% dalam lima tahun ke depan. "Angka ini cukup memberikan kepercayaan diri pasar, mengingat tren pertumbuhan ekonomi China yang terus menurun, bahkan tahun lalu menyentuh titik terendah dalam 25 tahun terakhir, yaitu hanya sebesar 6,9 persen," papar Dzulfian.
Faktor keempat, ujar Dzulfian, kabar gembira dari China ini tentu diharapkan akan berdampak pada naiknya harga-harga komoditas. "Jika harga komoditas kembali bangkit, ekspor Indonesia lambat laun akan pulih mengingat sebagian besar ekspor Indonesia bergantung pada komoditas di mana China adalah salah satu pasar utamanya," tutur Dzulfian.
Kemudian faktor kelima, menurut Dzulfian, pemulihan ekonomi yang terjadi di AS membuat nilai tukar mereka menguat cukup signifikan terhadap hampir seluruh mata uang dunia.
"Keenam, data-data perekonomian Amerika, khususnya data ketenagakerjaan, menunjukkan angka yang cukup baik. Jumat lalu, Pemerintah AS mengumumkan penambahan tenaga kerja baru sekitar 242.000 selama bulan Februari 2016 dan angka pengangguran berkisar 4,9 persen, terendah sejak krisis finansial global 2008. Meskipun demikian, sebagian besar pengamat yakin The Fed tidak akan terburu-buru menaikkan kembali suku bunganya," kata Dzulfian.
Lalu ketujuh, karena mempertimbangkan keseimbangan global, khususnya memberikan ruang dan peluang bagi negara-negara Emerging Markets agar tidak terguncang, dan poin kelima dan keenam di atas, The Fed nampaknya tidak akan menaikkan suku bunga kembali dalam waktu dekat (bulan ini).
"Oleh karena itu, perpaduan antara optimisme atas perekonomian China dan juga angin segar dari AS, adalah dua poin utama mengapa rupiah menguat cukup signifikan dalam beberapa hari ini, bahkan menembus level sekitar Rp 12.900/US$ hari ini," imbuh Dzulfian.
Hanya saja, lanjut Dzulfian, penguatan ini nampaknya hanya bersifat sementara, tergantung perkembangan perekonomian China, Amerika, dan dunia ke depannya. "Satu hal yang pasti, fenomena ini menunjukkan bahwa rupiah sangat rentan terhadap goncangan eksternal," jelas Dzulfian.
(wdl/hns)
http://finance.detik.com/read/2016/0...di-pemicu-kuat
Oh jadi gara-gara China dan Mamarika

0
4.2K
Kutip
40
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan