- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tarif DPRD SUMUT Untuk Pengesahan APBD Tiap Tahun Naik


TS
laksamanaxiaomi
Tarif DPRD SUMUT Untuk Pengesahan APBD Tiap Tahun Naik
Quote:
Permintaan Uang Ketok DPRD ke Pemprov Sumut Setiap Tahun Naik
Nur Khafifah - detikNews
sumber
Jakarta - Uang ketok DPRD Sumatera Utara disebut sudah menjadi tradisi tahunan sebelum pengesahan dan laporan pertanggungjawaban APBD. Bahkan permintaan uang ketok tersebut naik setiap tahun.
Hal itu diakui oleh mantan Sekda Sumut Nurdin Lubis saat bersaksi untuk mantan Wakil Ketua DPRD Sumut Kamaluddin Harahap. Nurdin mengaku mendengar permintaan langsung dari Kamaluddin terkait uang ketok sebesar Rp 1,5 miliar untuk pengesahan laporan pertanggungjawaban APBD tahun 2012. Saat itu SKPD Pemprov Sumut bersama para anggota DPRD Sumut tengah berkumpul di ruang Sekretaris Dewan (Sekwan) usai membahas APBD.
"Waktu itu ada permintaan dari dewan, bagaimana uang ketoknya yang Rp 1.550.000.000. Kemudian saya bilang, ya nanti lapor ke Pak Gubernur (Gatot Pujo Nugroho) dulu," kata Nurdin di Pengadilan Tipikor di Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (2/3/2016).
Menurut Nurdin, Gatot kemudian menyetujui permintaan uang ketok para anggota dewan tersebut karena hal itu sudah menjadi tradisi tahunan. Hal yang sama terulang sebelum pengesahan APBD Perubahan 2013. Namun nilai uang ketok yang diminta naik.
"(Tahun 2013) Naik Rp 1 miliar, jadi Rp 2,5 miliar Yang Mulia," kata Nurdin Lubis.
Kemudian sebelum pengesahan APBD tahun 2014, permintaan uang ketok itu naik menjadi Rp 1,3 triliun dalam bentuk program. Namun Gatot sebagai Gubernur Sumut saat itu menyatakan keberatan dan meminta uang ketok diturunkan. Setelah dilakukan negosiasi, akhirnya diputuskan permintaan uang ketok sebesar 5% dari Rp 1 triliun yakni Rp 50 miliar.
"Kemudian untuk pengesahan APBD 2015 saya dapat info dari Pak Gubernur awalnya DPRD minta Rp 250 juta. Tapi diminta Pak Gubernur Rp 150 juta, kemudian disepakati Rp 200 juta," kata Nurdin.
Dalam berkas dakwaan Kamaluddin dituduh menerima uang sebesar Rp 1,4 miliar dari Pemprov Sumut untuk memuluskan pengesahan APBD tahun anggaran (TA) 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015.
Uang suap Rp 1,4 miliar menurut Jaksa KPK diterima Kamaluddin beberapa kali. Gatot menyerahkan uang tersebut melalui Bendahara Sekretariat DPRD Sumut Muhammad Alinafiah, Sekrataris DPRD Sumut Randiman Tarigan, atau Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis. Besaran duit yang diberikan bertahap ini berkisar mulai dari Rp 40 juta hingga Rp 1,5 miliar.
Selain kepada Kamaluddin, Gatot juga memberikan duit suap atau yang dikenal dengan istilah 'uang ketok' kepada pimpinan DPRD Sumut lainnya yaitu Ajib Shah, Saleh Bangun, Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono Asri.
'Uang ketok' diberikan dengan tujuan yang sama, yakni memuluskan persetujuan APBD Pemprov Sumut tahun anggaran 2012 hingga 2015.
Atas perbuatannya, Kamaluddin Harahap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
(kff/jor)
Nur Khafifah - detikNews
sumber
Jakarta - Uang ketok DPRD Sumatera Utara disebut sudah menjadi tradisi tahunan sebelum pengesahan dan laporan pertanggungjawaban APBD. Bahkan permintaan uang ketok tersebut naik setiap tahun.
Hal itu diakui oleh mantan Sekda Sumut Nurdin Lubis saat bersaksi untuk mantan Wakil Ketua DPRD Sumut Kamaluddin Harahap. Nurdin mengaku mendengar permintaan langsung dari Kamaluddin terkait uang ketok sebesar Rp 1,5 miliar untuk pengesahan laporan pertanggungjawaban APBD tahun 2012. Saat itu SKPD Pemprov Sumut bersama para anggota DPRD Sumut tengah berkumpul di ruang Sekretaris Dewan (Sekwan) usai membahas APBD.
"Waktu itu ada permintaan dari dewan, bagaimana uang ketoknya yang Rp 1.550.000.000. Kemudian saya bilang, ya nanti lapor ke Pak Gubernur (Gatot Pujo Nugroho) dulu," kata Nurdin di Pengadilan Tipikor di Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (2/3/2016).
Menurut Nurdin, Gatot kemudian menyetujui permintaan uang ketok para anggota dewan tersebut karena hal itu sudah menjadi tradisi tahunan. Hal yang sama terulang sebelum pengesahan APBD Perubahan 2013. Namun nilai uang ketok yang diminta naik.
"(Tahun 2013) Naik Rp 1 miliar, jadi Rp 2,5 miliar Yang Mulia," kata Nurdin Lubis.
Kemudian sebelum pengesahan APBD tahun 2014, permintaan uang ketok itu naik menjadi Rp 1,3 triliun dalam bentuk program. Namun Gatot sebagai Gubernur Sumut saat itu menyatakan keberatan dan meminta uang ketok diturunkan. Setelah dilakukan negosiasi, akhirnya diputuskan permintaan uang ketok sebesar 5% dari Rp 1 triliun yakni Rp 50 miliar.
"Kemudian untuk pengesahan APBD 2015 saya dapat info dari Pak Gubernur awalnya DPRD minta Rp 250 juta. Tapi diminta Pak Gubernur Rp 150 juta, kemudian disepakati Rp 200 juta," kata Nurdin.
Dalam berkas dakwaan Kamaluddin dituduh menerima uang sebesar Rp 1,4 miliar dari Pemprov Sumut untuk memuluskan pengesahan APBD tahun anggaran (TA) 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015.
Uang suap Rp 1,4 miliar menurut Jaksa KPK diterima Kamaluddin beberapa kali. Gatot menyerahkan uang tersebut melalui Bendahara Sekretariat DPRD Sumut Muhammad Alinafiah, Sekrataris DPRD Sumut Randiman Tarigan, atau Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis. Besaran duit yang diberikan bertahap ini berkisar mulai dari Rp 40 juta hingga Rp 1,5 miliar.
Selain kepada Kamaluddin, Gatot juga memberikan duit suap atau yang dikenal dengan istilah 'uang ketok' kepada pimpinan DPRD Sumut lainnya yaitu Ajib Shah, Saleh Bangun, Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono Asri.
'Uang ketok' diberikan dengan tujuan yang sama, yakni memuluskan persetujuan APBD Pemprov Sumut tahun anggaran 2012 hingga 2015.
Atas perbuatannya, Kamaluddin Harahap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
(kff/jor)
kalau gubernurnya kasar kaya ahok, pasti dibilang memangnya duit nenek loe?

beda kalau gubernurnya orang agamis dan santun kaya gubernur dari PKS, gatot pujo

0
1.7K
Kutip
23
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan