- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Cerita dari Kalijodo


TS
atandi
Cerita dari Kalijodo
Catatan Kaki Jodhi Yudono
Kini kalijodo seperti sedang mempersiapkan "pesta perpisahan". Meski nampak meriah, tapi di sana tak ada umbul-umbul atau lampion sebagai tanda pesta perpisahan akan dimulai. Yang ada adalah ribuan aparat keamanan, barisan mobil stasiun televisi dan sejumlah wartawan dari berbagai media.
Para petugas keamanan tentu saja hendak mengamankan jalannya penerapan kebijakan Pemprov DKI yang hendak mengembalikan wilayah itu menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH). Cuma kabarnya, saking banyaknya petugas keamanan yang datang lengkap dengan peralatan senjata, membuat warga panik. Kuasa Hukum Warga Kalijodo Razman Arif Nasution menyebut ada dua warga yang langsung sakit akibat rencana pembongkaran kawasan tersebut. Bahkan salah seorang di antaranya sudah meninggal dunia.
"Saat rumah mereka ditempel surat peringatan, akibatnya satu orang, Pak Idris seketika stroke dan Pak Mamat meninggal dunia dua hari yang lalu setelah dibawa ke ICU," kata Razman, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (19/2/016).
Razman mengatakan, mereka sangat terkejut melihat banyaknya aparat bersenjata laras panjang berjaga di lingkungan rumahnya.
Sementara para awak media itu tentu saja tak hendak melepas kepergian para Pekerja Seks Kometsial (PSK) dan para pekerja lainnya yang selama ini turut menafasi kehidupan di kalijodo. Tidak. Para pekerja media itu, sedang menjalankan pekerjaannya sebagai pelapor peristiwa dan mengabarkannya kepada dunia melalui koran, majalah, online, radio, dan televisi.
Mengapa sedemikian pentingnya kalijodo bagi para wartawan hingga mereka rela berhari-hari memantau di tempat ini?
"Penting dong mas, kan kita seperti melihat Waduk Pluit, Kampung Pulo, Waduk Ria Rio, reklamasi Jakarta, dll," kata kawan saya Wahana, wartawan sebuah media online asal Kebumen.
Menurut Wahana, peristiwa yang terjadi di Kalijodo merupakan sebuah premis, apakah pembangunan akan memanusiakan atau menjauhkan manusia dari lingkungan.
Lebih dari itu, Kalijodo itu bak magnet bagi banyak orang. Dari dulu sampai sebelum digusur, Kalijodo adalah tempat hang out , tempat bersenang-senang, hiburan buat mereka yang hendak sekedar minum-minum, berjudi, hingga mereka yang hendak melampiaskan hasrat biologisnya. "Nah kalau sudah dibangun apa tetap bisa memenuhi hasrat masyarakat untuk mencari hiburan?" ujar Wahana.
"Intinya, mengapa para awak media berbondong-bondong ke Kalijodo belakangan ini, ya kita akan kawal relokasi Kalijodo agar damai, masyarakat senang, pembangunan berjalan, hasilnya bisa dinikmati kembali oleh masyarakat," imbuh Wahana.
Menurut Wahana, yang tak kalah menariknya dari Kalijodo adalah sisi sejarahnya. Dari zaman Batavia sampai sekarang tempat itu adalah salah satu saksi sejarah perkembangan Jakarta. Itu kan dari tempat kumpul orang-orang Tionghoa, pelarian preman eks Pasar Senen di zaman Ali Sadikin, pelarian eks lokalisasi Kramat Tunggak, tempat tiga kelompok preman (Bugis, Mandar, Banten) bersaing mencari rezeki. Wajah ibu kota lengkap di sana. Wajah "kerasnya" ya dari preman, prostitusi, pedagang kecil, slum area, sungai.
Persiapan perpisahan memang sedang berlangsung di Kalijodo. Aparat pemerintah sudah siap siaga hendak meratakan Kalijodo, sementara penghuni Kalijodo juga tak kalah sibuknya. Mereka naga-naganya sudah bisa memastikan nasib mereka di Kalijodo akan tamat begitu mesin buldozer masuk ke area tersebut. Maklumlah, di belakang kebijakan yang dikeluarkan Pemda DKI itu, Gubernur Ahok juga mengerahkan ribuan polisi dan tentara yang siap melibas mereka yang akan jadi penghalang.
Warga Kalijodo hanya diberi waktu 11 hari dari Kamis (18/2/2016) untuk mengosongkan atau membongkar sendiri bangunannya.
Sebelas hari itu terdiri atas tujuh hari untuk masa berlaku surat peringatan pertama, tiga hari untuk masa berlaku surat peringatan kedua, dan satu hari untuk masa berlaku surat peringatan ketiga. Jika tidak mengosongkan wilayah Kalijodo, pemerintah akan melakukan eksekusi.
Walhasil, para pemilik kafe di kawasan Kalijodo, Jakarta Utara, diketahui sudah banyak yang kabur dari kawasan tersebut. Mereka tidak ditemukan saat ribuan aparat gabungan menggelar operasi pemberantasan penyakit masyarakat, Sabtu (20/2/2016) pagi.
"Sudah banyak yang kabur, ya. Premannya juga (kabur). Tetapi, enggak apa-apa," kata Kapolda Metro Jaya Komisaris Besar Tito Karnavian seperti dikutip Kompas.com, di lokasi.
Sebagian lainnya sibuk membereskan barang-barang di rumah sekaligus tempat usahanya. Baju-baju dibungkus dengan seprei. Kursi-kursi, meja, lemari pendingin dibereskan. Begitu juga dengan pendingin ruangan.
Tentu, sebagian dari mereka masih tak percaya masa tinggalnya di Kalijodo tidak akan lama lagi. Kafe Intan milik Abdul Azis alias Daeng Azis, pentolan di Kalijodo, kini tampak berantakan.
Dalam beberapa malam terakhir, kafe-kafe di Kalijodo memang sudah menutup operasionalnya, tak terkecuali Kafe Intan. Pantauan Kompas.com, tampak botol dan minuman bekas pengunjung dibiarkan begitu saja di atas meja. Sebagian botol terlihat berserakan di kursi dan lantai.
Kondisi beberapa sofa pun sudah penuh debu. Selain penuh debu, posisi sofa juga terlihat tak beraturan. Hal serupa juga terlihat di bagian panggung musik. Tampak beberapa standing mic dan satu set drum yang ditutup oleh kain
Di antara mereka juga tak tahu harus ke mana setelah pemukiman Kalijodo dibongkar. Namun sebagian lainnya menganggap peristiwa ini sebagai jalan untuk hijrah, berpindah ke tempat yang lebih baik. Maklumlah, Kalijodo tidak selalu terkait dengan dunia prostitusi ataupun perjudian. Karena sebagian besar warga di sana punya kehidupan normal laiknya masyarakat pada umumnya, yang sama sekali tak berhubungam dengan prostitusi, perjudian, apalagi kelompok Azis.
Kalijodo, dapat dipastikan bakal tinggal jadi cerita. Ya, cerita tentang bergelimangnya uang, tentang kehidupan yang keras, asmara, darah, hingga kisah tentang tempat persinggahan etnis Tionghoa yang mencari gundik atau selir di abad 17.
Sebentar lagi, wajah Kalijodo akan berubah menjadi taman hijau yang akan menyegarkan udara kota Jakarta dan juga menyegarkan mata. Tapi seperti yang kerap kita saksikan, berpindahnya sebuah kelompok masyarakat, tentulah akan serupa efek karambol yang saling bertautan. Mereka yang selama ini bekerja sebagai PSK, preman, bandar judi, penjual minuman keras, tentu akan menjadi bola karambol yang liar hingga mendapatkan lahan baru. Seperti halnya saat lokalisasi Kramat Tunggak digusur pada tahun 1999, para penghuninya pun berserakan, termasuk ke Kalijodo.
Nah, mereka yang terbiasa dengan kehidupan yang keras seperti di Jakarta ini, tentulah sudah terlatih untuk bertahan hidup setelah kelak Kalijodo sempurna tutup. Bisa saja mereka berkeliaran di jalanan, di daerah kumuh, atau mungkin malah di tempat-tempat wangi semacam hotel atau diskotek. Entahlah.
Sambil berharap semoga kehidupan kota Jakarta akan tambah baik setelah ini, simak juga
puisi WS Rendra yang berjudul "Bersatulah pramuria-pramuria Kota Jakarta ".
.....
pramuria-pramuria kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik...
@JodhiY
Editor: Jodhi Yudono
sumber : nasional.kompas.com/read/2016/02/20/23374081/Cerita.dari.Kalijodo.
Kini kalijodo seperti sedang mempersiapkan "pesta perpisahan". Meski nampak meriah, tapi di sana tak ada umbul-umbul atau lampion sebagai tanda pesta perpisahan akan dimulai. Yang ada adalah ribuan aparat keamanan, barisan mobil stasiun televisi dan sejumlah wartawan dari berbagai media.
Para petugas keamanan tentu saja hendak mengamankan jalannya penerapan kebijakan Pemprov DKI yang hendak mengembalikan wilayah itu menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH). Cuma kabarnya, saking banyaknya petugas keamanan yang datang lengkap dengan peralatan senjata, membuat warga panik. Kuasa Hukum Warga Kalijodo Razman Arif Nasution menyebut ada dua warga yang langsung sakit akibat rencana pembongkaran kawasan tersebut. Bahkan salah seorang di antaranya sudah meninggal dunia.
"Saat rumah mereka ditempel surat peringatan, akibatnya satu orang, Pak Idris seketika stroke dan Pak Mamat meninggal dunia dua hari yang lalu setelah dibawa ke ICU," kata Razman, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (19/2/016).
Razman mengatakan, mereka sangat terkejut melihat banyaknya aparat bersenjata laras panjang berjaga di lingkungan rumahnya.
Sementara para awak media itu tentu saja tak hendak melepas kepergian para Pekerja Seks Kometsial (PSK) dan para pekerja lainnya yang selama ini turut menafasi kehidupan di kalijodo. Tidak. Para pekerja media itu, sedang menjalankan pekerjaannya sebagai pelapor peristiwa dan mengabarkannya kepada dunia melalui koran, majalah, online, radio, dan televisi.
Mengapa sedemikian pentingnya kalijodo bagi para wartawan hingga mereka rela berhari-hari memantau di tempat ini?
"Penting dong mas, kan kita seperti melihat Waduk Pluit, Kampung Pulo, Waduk Ria Rio, reklamasi Jakarta, dll," kata kawan saya Wahana, wartawan sebuah media online asal Kebumen.
Menurut Wahana, peristiwa yang terjadi di Kalijodo merupakan sebuah premis, apakah pembangunan akan memanusiakan atau menjauhkan manusia dari lingkungan.
Lebih dari itu, Kalijodo itu bak magnet bagi banyak orang. Dari dulu sampai sebelum digusur, Kalijodo adalah tempat hang out , tempat bersenang-senang, hiburan buat mereka yang hendak sekedar minum-minum, berjudi, hingga mereka yang hendak melampiaskan hasrat biologisnya. "Nah kalau sudah dibangun apa tetap bisa memenuhi hasrat masyarakat untuk mencari hiburan?" ujar Wahana.
"Intinya, mengapa para awak media berbondong-bondong ke Kalijodo belakangan ini, ya kita akan kawal relokasi Kalijodo agar damai, masyarakat senang, pembangunan berjalan, hasilnya bisa dinikmati kembali oleh masyarakat," imbuh Wahana.
Menurut Wahana, yang tak kalah menariknya dari Kalijodo adalah sisi sejarahnya. Dari zaman Batavia sampai sekarang tempat itu adalah salah satu saksi sejarah perkembangan Jakarta. Itu kan dari tempat kumpul orang-orang Tionghoa, pelarian preman eks Pasar Senen di zaman Ali Sadikin, pelarian eks lokalisasi Kramat Tunggak, tempat tiga kelompok preman (Bugis, Mandar, Banten) bersaing mencari rezeki. Wajah ibu kota lengkap di sana. Wajah "kerasnya" ya dari preman, prostitusi, pedagang kecil, slum area, sungai.
Persiapan perpisahan memang sedang berlangsung di Kalijodo. Aparat pemerintah sudah siap siaga hendak meratakan Kalijodo, sementara penghuni Kalijodo juga tak kalah sibuknya. Mereka naga-naganya sudah bisa memastikan nasib mereka di Kalijodo akan tamat begitu mesin buldozer masuk ke area tersebut. Maklumlah, di belakang kebijakan yang dikeluarkan Pemda DKI itu, Gubernur Ahok juga mengerahkan ribuan polisi dan tentara yang siap melibas mereka yang akan jadi penghalang.
Warga Kalijodo hanya diberi waktu 11 hari dari Kamis (18/2/2016) untuk mengosongkan atau membongkar sendiri bangunannya.
Sebelas hari itu terdiri atas tujuh hari untuk masa berlaku surat peringatan pertama, tiga hari untuk masa berlaku surat peringatan kedua, dan satu hari untuk masa berlaku surat peringatan ketiga. Jika tidak mengosongkan wilayah Kalijodo, pemerintah akan melakukan eksekusi.
Walhasil, para pemilik kafe di kawasan Kalijodo, Jakarta Utara, diketahui sudah banyak yang kabur dari kawasan tersebut. Mereka tidak ditemukan saat ribuan aparat gabungan menggelar operasi pemberantasan penyakit masyarakat, Sabtu (20/2/2016) pagi.
"Sudah banyak yang kabur, ya. Premannya juga (kabur). Tetapi, enggak apa-apa," kata Kapolda Metro Jaya Komisaris Besar Tito Karnavian seperti dikutip Kompas.com, di lokasi.
Sebagian lainnya sibuk membereskan barang-barang di rumah sekaligus tempat usahanya. Baju-baju dibungkus dengan seprei. Kursi-kursi, meja, lemari pendingin dibereskan. Begitu juga dengan pendingin ruangan.
Tentu, sebagian dari mereka masih tak percaya masa tinggalnya di Kalijodo tidak akan lama lagi. Kafe Intan milik Abdul Azis alias Daeng Azis, pentolan di Kalijodo, kini tampak berantakan.
Dalam beberapa malam terakhir, kafe-kafe di Kalijodo memang sudah menutup operasionalnya, tak terkecuali Kafe Intan. Pantauan Kompas.com, tampak botol dan minuman bekas pengunjung dibiarkan begitu saja di atas meja. Sebagian botol terlihat berserakan di kursi dan lantai.
Kondisi beberapa sofa pun sudah penuh debu. Selain penuh debu, posisi sofa juga terlihat tak beraturan. Hal serupa juga terlihat di bagian panggung musik. Tampak beberapa standing mic dan satu set drum yang ditutup oleh kain
Di antara mereka juga tak tahu harus ke mana setelah pemukiman Kalijodo dibongkar. Namun sebagian lainnya menganggap peristiwa ini sebagai jalan untuk hijrah, berpindah ke tempat yang lebih baik. Maklumlah, Kalijodo tidak selalu terkait dengan dunia prostitusi ataupun perjudian. Karena sebagian besar warga di sana punya kehidupan normal laiknya masyarakat pada umumnya, yang sama sekali tak berhubungam dengan prostitusi, perjudian, apalagi kelompok Azis.
Kalijodo, dapat dipastikan bakal tinggal jadi cerita. Ya, cerita tentang bergelimangnya uang, tentang kehidupan yang keras, asmara, darah, hingga kisah tentang tempat persinggahan etnis Tionghoa yang mencari gundik atau selir di abad 17.
Sebentar lagi, wajah Kalijodo akan berubah menjadi taman hijau yang akan menyegarkan udara kota Jakarta dan juga menyegarkan mata. Tapi seperti yang kerap kita saksikan, berpindahnya sebuah kelompok masyarakat, tentulah akan serupa efek karambol yang saling bertautan. Mereka yang selama ini bekerja sebagai PSK, preman, bandar judi, penjual minuman keras, tentu akan menjadi bola karambol yang liar hingga mendapatkan lahan baru. Seperti halnya saat lokalisasi Kramat Tunggak digusur pada tahun 1999, para penghuninya pun berserakan, termasuk ke Kalijodo.
Nah, mereka yang terbiasa dengan kehidupan yang keras seperti di Jakarta ini, tentulah sudah terlatih untuk bertahan hidup setelah kelak Kalijodo sempurna tutup. Bisa saja mereka berkeliaran di jalanan, di daerah kumuh, atau mungkin malah di tempat-tempat wangi semacam hotel atau diskotek. Entahlah.
Sambil berharap semoga kehidupan kota Jakarta akan tambah baik setelah ini, simak juga
puisi WS Rendra yang berjudul "Bersatulah pramuria-pramuria Kota Jakarta ".
.....
pramuria-pramuria kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik...
@JodhiY
Editor: Jodhi Yudono
sumber : nasional.kompas.com/read/2016/02/20/23374081/Cerita.dari.Kalijodo.
0
2.5K
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan