Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pakdejoyAvatar border
TS
pakdejoy
5 Gebrakan Jokowi yg Membuat Ekonomi Indonesia Kebakaran, yg ke 6 bikin Terpuruk?
Tapera Bisa Buat Pengusaha Kembali Terpuruk
Kamis, 25 Februari 2016 - 12:04 wib

JAKARTA – Pemerintah telah melakukan pengesahan Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera). Meski belum dipastikan jumlah iurannya, namun diperkirakan biaya yang akan dipungut 2,5-3 persen.

Disahkannya RUU Tapera menimbulkan berbagai anggapan, terutama dari pihak pengusaha. Para pengusaha mengeluhkan iuran Tapera hanya menambah beban bagi pengusaha.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi dengan tegas menolak adanya UU Tapera. Menurutnya, saat ini pengusaha sedang mengalami masa sulit, setelah terpuruk cukup dalam pada 2015, seharusnya pemerintah memberikan suntikan, bukan justru menambah beban.

“Tahun ini pengusaha mulai bangkit, tapi kalau dibebani seperti ini akan terpuruk lagi,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman mengatakan, perlu ada pendalaman lebih jauh mengenai undang-undang itu sebelum disahkan. Terlebih, kata dia, hal ini menyangkut kepentingan mendasar masyarakat sehingga DPD pun perlu terlibat dalam pembahasannya.

Karena itu, dia menilai penetapan rancangan undang-undang itu menjadi undang-undang terkesan terburu-buru. Padahal, secara substansi seharusnya bukan aturan mengenai pembiayaan perumahan yang diutamakan, tapi bagaimana agar rumah dapat dimiliki secara merata oleh rakyat Indonesia.
http://economy.okezone.com/read/2016...mbali-terpuruk


Ini 5 Gebrakan Jokowi yang Membuat Ekonomi Indonesia Kebakaran
02 Oktober 2015 23:28

POSMETRO INFO - Ekonomi Indonesia saat ini bagaikan hutan kebakaran, nilai dolar yang terus membumbung menghanguskan sedikit demi sedikit kekayaan Indonesia, bagai asap melayang ke luar negeri dalam bentuk aliran keluar modal asing, aliran pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri. Mengapa bisa terjadi? Ada lima gebrakan Jokowi yang secara langsung menyebabkan situasi ini.

1. Gebrakan awal Pemerintahan Jokowi yang menaikkan harga BBM. Ekonomi Indonesia langsung mengalami lesu, bagai tubuh yang kehilangan darah. Kebijakan ini langsung menyebabkan kenaikan harga-harga (inflasi) yang tinggi, dan langsung memukul daya beli masyarakat. Dampak kenaikan harga BBM itulah yang masih terasa sampai dengan saat ini, tidak hanya bagi masyarakat namun juga bagi pelaku usaha. Inflasi yang tinggi dan daya beli yang rendah memyebabkan investasi enggan masuk ke Indonesia, karena imbal hasilnya akan negatif.

2. Gebrakan Jokowi yang agresif membuat MOU dengan China dalam hal investasi dan utang. Puluhan MOU dibuat untuk mendapatkan utang China dan Investasi China. Padahal pelaku usaha internasional tau bahwa China tengah sekarat akibat perlambatan ekonominya, krisis utang publik yang besar dan ambruknya sektor property China. Langkah Jokowi yang bersandar pada China dinilai sebagai langkah membahayakan karena akan menjadikan Indonesia sebagai pelampung penyelamat ekonomi China.

3. Kebijakan Jokowi yang memicu inflasi tinggi tersebut diikuti dengan kebijjakan BI yang menaikkan suku bunga. Akibatnya langsung pada pelemahan kredit dan konsumsi yang selama ini menopang lebih dari 57% PDB Indonesia. Kebijakan BI yang menaikan suku bunga memicu bank bank menaikkan suku bunga gila gilaan, yang kemudian berdampak pada perlambatan kredit dan usaha.

4. Kebijakan Jokowi yang menetapkan target ambisius dalam pembangunan infrastruktur yang dipandang oleh para pelakuekonomi akan semakin memperparah defisit neraca berjalam Indonesia. Proyek proyek infrastuktur skala besar tersebut pastilah akan memicu impor gila gilaan sehingga akan menyedot cadangan devisa Indonesia.

5. Kebijakan Jokowi yang menetapkan target ambisius terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Target kenaikan APBN yang sangat ambisius dalam APBN P 2015 hingga 30 % dinilai oleh lembaga lembaga keuangan internasional tidak masuk akal dan tidak akan tercapai, dikarenakan ekonomi sedang melemah baik nasional maupun global. Target kenaikan pajak dan cukai yang juga ugal ugalan langsung memukul ekonomi nasional, menyebabkan bangkrutnya perusahaan dan memicu PHK.

Hari hari ke depan adalah situasi yang rumit, baik karena inflasi tinggi, daya beli rendah, industri bangkrut, harga komoditi merosot, impor meningkat, aliran devisa keluar negeri tinggi, bunga utang dan cicilan utang pokok pemerintah dan swasta yang besar. Apakah segudang masalah itu ada jalan keluarnya? Tergantung pak Jokowi sendiri.
http://www.posmetro.info/2015/10/ini...g-membuat.html


Kebijakan Ekonomi Amburadul
Oleh RED19 Juni 2015 02:16 WIB

JAKARTA (SK) – Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menilai, kebijakan ekonomi pemerintahan yang dipimpin Presiden Jokowi amburadul. Pembenahan total yang belakangan ini dilakukan, dinilai belum menyelesaikan masalah. Akar persoalan tidak pernah diatasi dengan baik.

Hal itu disampaikan Ketua Komite Tetap Regulasi Logistik Kadin Indonesia M Akbar Johan di Jakarta, Kamis (18/6).

Sementara itu, mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier menilai perekonomian Indonesia sulit untuk berkembang dengan baik karena kebijakan ekonomi yang dibuat pemerintah selalu direspons buruk oleh pasar.

Ia mencontohkan, kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak, elpiji dan tarif dasar listrik.

”Kebijakan ini malah memacu kenaikan inflasi karena diberlakukan saat perekonomian Indonesia tidak stabil,” tuturnya.

Akbar Johan mengatakan naik turunnya pertumbuhan ekonomi mencerminkan kemampuan kinerja pemerintahan. ”Kita lihat bagaimana arus barang pada pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia. Yang saya tahu terus merosot dan pasti diikuti sektor lain,” katanya.

Akibat amburadulnya kebijakan ekonomi Jokowi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus tergerus dan sampai saat ini belum ada tanda-tanda penguatan.

Indikator ekonomi negatif seperti lemahnya arus perdagangan di dalam negeri, ekspor dan impor merosot tajam, harga kebutuhan pokok tak terkendali serta produktivitas anjlok bersamaan dengan daya beli pasar yang terjun bebas.

Akbar Johan mengaku prihatin, karena kebijakan pemerintah mengatasi beragam masalah ekonomi nasional tak kunjung selesai bahkan ekonomi cenderung terpuruk. Sekarang ini Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang mengkhawatirkan, namun pemerintah diam, seolah kebingungan sehingga belum ada langkah konkret yang dilakukan.

Ia menambahkan, ketergantungan pemerintah terhadap impor masih tinggi, terutama untuk migas dan bahan mineral. Terlebih sekarang ini, ketika subsidi bahan bakar mengacu pada mekanise pasar dunia, laju pertumbuhan ekonomi nasional jalan di tempat.

”Hadirnya pemerintahan baru, yang semula menjanjikan banyak perubahan, malah membuat kita semua makin terpuruk,” ujarnya.
Pemerhati kebijakan publik Agus Pambagio menilai ada yang salah dalam penerapan kebijakan ekonomi dan politik di Pemerintahan Jokowi. Kabinet kerja harusnya mendorong semua sektor untuk kerja keras
http://www.suarakarya.id/2015/06/19/...amburadul.html


Amburadulnya Pembangunan Hukum dan Ekonomi Rezim Jokowi-JK
Kamis, 02 Jul 2015 - 15:03:16 WIB

Salah satu penyebab semakin menurunnya kinerja perekonomian rezim Jokowi-JK adalah kondisi faktual fenomena ungoverned government. Fenomena ini mengindikasikan pemerintah yang tidak mampu mengatur dan mengelola kebijakan ekonomi secara optimal dan efisien.

Alih-alih merevolusi mental bangsa dengan program Nawacita, jargon “kerja-kerja-kerja” yang dikoar-koarkan Presiden Jokowi justru semakin jauh panggang dari api. Yang terjadi malah potret pengangguran dan ketimpangan ekonomi yang semakin meningkat. Gelombang PHK juga semakin marak dampaknya pada angka pengangguran yang kian meningkat. Bahkan sekelas BUMN seperti PT Timah juga telah melakukan perampingan besar-besaran dengan memberhentikan 500 karyawan kontraknya baru-baru ini. Gelombang PHK kini di depan mata. Ironisnya, di saat PHK tengah membayangi, eksodus pekerja asing justru telah mulai berdatangan utamanya dari China yang direncanakan akan mencapai angka sepuluh juta pekerja.

Alhasil, pada Februari 2015 tercatat 5,81% angka kemiskinan dan pengangguran yang meningkat bila dibandingkan dengan Februari 2014 yang berada di angka 5,70%. Disparitas kemiskinan antar-daerah juga semakin meningkat. Papua misalnya, sebagai salah satu penghasil sumber daya mineral terbesar Papua justru memiliki persentase penduduk miskin terbesar di Indonesia, yakni 27,8%, diikuti Papua Barat 26,26%, Nusa Tenggara Timur 19,06%, dan Maluku 18,44%.

Daya beli masyarakat pun kini kian anjlok meski telah memasuki fase Ramadhan dan Hari Raya. Dua faktor utama penentu daya beli masyarakat tengah babak belur, yakni stabilitas harga kebutuhan pokok dan tersedianya sumber pendapatan utama rakyat. Padahal, pengendalian stabilitas harga di Indonesia konon cukup sederhana, kuncinya ialah stabilitas harga energi yang diatur pemerintah dan harga barang bergejolak yang bersumber dari bahan pangan pokok. Namun faktanya, sampai dengan Mei 2015 inflasi harga yang diatur pemerintah telah mencapai angka di atas 13%. Pemerintah seperti telah kehilangan fungsi dalam memberikan arah dan panduan terhadap jalannya roda perekonomian.

Padahal, dalam batas penalaran yang wajar, kunci keberhasilan pembangunan ekonomi adalah hadirnya negara dan pemerintah yang memiliki fungsi komando. Pemerintah harus tampil sebagai kondektur yang memimpin arah kebijakan ekonomi nasional demi re-distribusi kemakmuran dan kesejahteraan. Tanpa pembangunan ekonomi, pembangunan politik dan hukum juga turut mandeg dan terpengaruhi sebab akan selalu ada hubungan antara ekonomi dan stabilitas sosial politik.

Mandegnya pembangunan ekonomi rezim Jokowi-JK juga diikuti dengan amburadulnya penegakan hukum. Di tengah balada pembangunan hukum dan stabilitas politik, Presiden Joko Widodo justeru terlihat kurang kompak dengan Wakilnya, Jusuf Kalla (JK). Perdebatan soal revisi UU KPK dimana ada perbedaan sikap Presiden dan wakil Presiden adalah bukti betapa ada persoalan kekompakan di istana. Terlebih di beberapa kesempatan justeru terlihat betapa tidak solidnya koordinasi dan komunikasi antara Presiden, Wakil Presiden dan para menteri.

Yang terbaru, insiden “penghinaan” oleh salah satu menteri sebagaimana disampaikan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. Hal itu menggambarkan betapa epsientrum masalah, di lebih dari setengah tahun pemerintahannya, sejauh ini adalah pemerintah yang tak efektif memerintah (ungoverned government). Buktinya, sampai hari ini rezim Jokowi belum juga mampu menunjukkan hasil -hasil yang positif di tengah fakta makin lesunya ekonomi, gaduhnya politik dan buramnya potret penegakan hukum.

Di bidang pemberantasan korupsi, publik tidak akan lupa bahwa pada butir kedua dan keempat Nawa Cita yang termaktub dalam janji politik Jokowi-JK. Dengan terang benderang keduanya menegaskan komitmen untuk tidak akan absen dalam membangun tata kelola pemerintahan bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya. Kini janji itu layak ditagih, apalagi mengingat usia pemerintahan Jokowi-JK sudah hampir menginjak satu tahun.

Agar agenda kerja pemberantasan korupsi dan penyelamatan KPK dapat terwujud, diperlukan sikap berani Presiden dengan berbagai langkah yang simultan, bijak dan terukur.

Bagaimanapun, publik pasti memberikan dukung penuh dan tidak akan lagi meragukan kemampuan dan keberanian Presiden mengambil langkah menangani polemik demi polemik yang mendera KPK. Sikap Presiden yang memilih diam dan tidak tegas sama saja membiarkan publik makin kehilangan kepercayaan dan terlebih yang paling buruk adalah hadirnya batu nisan KPK. Semoga tidak
http://www.teropongsenayan.com/13493...ezim-jokowi-jk


Koordinasi Kebijakan Menteri Ekonomi Jokowi Amburadul
Sabtu, 9 Mei 2015 - 14:17 wib

JAKARTA - Buruknya kinerja Pemerintahan bidang ekonomi dinilai bukan hanya karena kebijakan yang tidak tepat, tapi juga belum adanya jalinan koordinasi yang baik antar pemerintahan.
Direktur Indef, Enny Sri Hartati, menilai bahwa kerjasama pemerintah baik multisektoral di bidang ekonomi saat ini belum terbentuk. Hal itu bisa terlihat dengan banyaknya kebijakan yang dibuat kementerian justru bertolak belakang dengan kepentingan menteri lainnya.

"Misal memberikan PPN terhadap minerba, ini ditolak Kementerian ESDM. Artinya kebijakan sudah diputuskan belum mendapatkan persetujuan kementerian terkait. Ini kan menunjukkan tidak ada koordinasi. Sehingga membuat kebijakan yang bagus tidak jalan," tutur Enny di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (9/5/2015).

Menurutnya, tidak ada satu sektor perekonomian yang dapat bekerja sendiri. Untuk menghasilkan kebijakan perekonomian yang baik, harus ada koordinasi yang matang. Oleh karena dibutuhkan seorang koordinator, dalam hal ini Menko Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, untuk menyatukan visi tersebut.

"Harus ada koordinasi yang matang ketika ada persoalan tidak bisa langsung menuduh, ini tidak kecakapan satu menteri, harus ada garis komando untuk bisa memfungsikan bekerja secara solid sehingga menghasilkan kinerja optimal," pungkasnya.
http://economy.okezone.com/read/2015...kowi-amburadul


Ekonomi Amburadul, Pakar Penjilat Jokowi Harus Tanggung Jawab
Selasa (16/6/2015).

Para pakar yang sebelumnya menyatakan bahwa Rezim Jokowi dianggap hebat karena akan mampu memperbaiki keadaan negara harus bertanggungjawab.

Demikian dikatakan pengamat politik Muhammad Huda dalam pernyataan kepada intelijen, Selasa (16/6).

Menurut Huda, para pakar yang menilai Jokowi hebat berarti kepakarannya dipertanyakan. “Buktinya Jokowi tidak bisa mengatasi nilai rupiah yang terus turun. Padahal para pakar memprediksi Jokowi mampu mengatasi ekonomi. Para pakar tersebut menjelaskan dengan dibungkus bahasa ilmiah,” jelas Huda.

Huda melihat harusnya para pakar itu harus objektif dalam melihat sesuatu termasuk calon presiden. “Tidak perlu dilebihkan, tetapi dibuka semua kekurangan dan kelebihannya,” jelas Huda.

Ia mengatakan, ekonomi Indonesia yang amburadul ini karena Presiden Jokowi tidak mengerti dalam mengurus Bangsa Indonesia.

“Pemerintahan Jokowi yang tidak paham mengurus republik ini, dengan gambaran hukum amburadul, ekonomi amburadul. Jadi menurut saya ini dampak kebijakan yang menyebabkan krisis ekonomi,” ujarnya.

Selain itu, kata Huda, Jokowi lebih banyak pencitraan dan kampanye dalam menjalankan roda pemerintahan. “Kalau ke daerah bagi-bagi kartu sakti, bagi-bagi kaos. Ini seperti kampanye saja,” pungkas Huda.
https://www.intelijen.co.id/ekonomi-...anggung-jawab/

-----------------------------------



Bukannya meringankan dunia usaha ... malahan membebani mereka dan konsumen Indonesia dengan berbagai kebijakan ekonomi yang semakin melemahkan daya tawar pengusaha dan memperlemah daya beli masyarakat untuk menaikkan konsumsinya. Kalau supply dan demand secara simultan dibikin lemah, pastilah ekonomi otomatis ajlog (pertumbuhan ekonomi semakin turun).


emoticon-Angkat Beer
0
7.7K
37
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan