Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pakdejoyAvatar border
TS
pakdejoy
Ini salah Siapa? SBY atau Jokowi? Kesenjagan Ekonomi Semakin Parah!
Pembangunan Ekonomi di Jakarta Hanya Dinikmati Kalangan Menengah Atas
Rabu 24 Februari 2016 | 22:59 WIB

MONITORDAY.com, Jakarta - Bakal calon Gubernur DKI Jakarta dari PKS, Muhammad Idrus, menuturkan Jakarta harus ada perubahan. Sebab, ekonomi saat hanya dinikmati oleh kalangan menengah atas.

Menurutnya, saat ini Gini Ratio (Kesenjangan Ekonomi) Jakarta sebesar 0,43 adalah nomor dua terendah di Indonesia setelah Papua. "Terkait dengan pembangunan Jakarta, harus dibangun tiga pilar, yaitu SDM, infrasturuktur, dan lingkungan," katanya, dalam acara Kajian Dialogis yang digelar Dewan Pimpinan Wilayah Barisan Muda Penegak Amanah Nasional (BM-PAN) DKI Jakarta, dalam rangka menyongsong Pilkada DKI 2017 mendatang, Rabu (24/2).

Idrus menambahkan, pemerintah daerah saat ini hanya ribut bicara toleransi pada saat perayaan keagamaannya. Padahal "toleransi" pembangunan Jakarta benar-benar tidak toleran. Artinya, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Sejarawan yang juga Budayawan Jakarta, JJ Rizal, mengungkapkan bahwa Jakarta hari ini hanya melindungi aristokrasi kapitalis dan aristokrasi politik. Menurutnya, saat ini 12 prioritas pembangunan DKI Jakarta hampir 100% orentasinya hanya pembangunan fisik belaka. "Padahal ujung semua kesuksesan adalah dimulai dengan pembangunan manusianya," ujarnya.

Sementara itu, anggota DPR RI Eko H Punomo atau biasa di sapa Eko Patrio, mengkritisi perihal kepemimpinan Gubernur saat ini. Menurutnya, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bertutur kata baik dan tidak selalu marah-marah
http://www.monitorday.com/detail/279...gah-atas#popup


Bank Dunia: Indonesia Negara yg Memilki Kesenjangan Sosial Paling Tinggi di Asia
Senin, 14 Desember 2015 − 20:11 WIB

Ini salah Siapa? SBY atau Jokowi? Kesenjagan Ekonomi Semakin Parah!
Bank Dunia kembali mengingatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki tingkat ketimpangan paling besar di Asia. Foto: Istimewa

JAKARTA - Bank Dunia (World Bank) kembali mengingatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki tingkat ketimpangan paling besar di Asia. Hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah agar ketimpangan tidak semakin melebar.

Country Director Bank Dunia Rodrigo Chaves mengungkapkan, ketimpangan yang terjadi di Indonesia sangat jelas terlihat dari pelayanan kepada anak-anak. Di Papua, anak-anak yang dapat menikmati air serta sanitasi yang layak hanya sekitar 2%, sementara di Jakarta hampir 98% anak hidup layak dengan sanitasi yang bersih.

"‎Jadi, sangat penting untuk meningkatkan performa pemda dalam menyediakan pendidikan yang layak, infrastruktur, dan sarana kesehatan di level lokal. Itu sangat penting," ujarnya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/12/2015).

Selain itu, kesenjangan gaji antara pekerja dengan keahlian dan pekerja tanpa keahlian juga sangat kentara terlihat. ‎Sebab itu, pemerintah perlu menyediakan pelatihan agar para pekerja Indonesia lebih sukses di bursa kerja.

"Pemerintah bisa menarik lebih banyak pajak penghasilan, juga pajak dari aset seperti mobil dan lahan, untuk dibelanjakan program-program yang membantu masyarakat miskin," terangnya.

Menurut Chaves, Indonesia bisa meningkatkan kesetaraan dengan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada anak-anak memperoleh kehidupan yang layak, memberikan keterampilan yang lebih baik kepada para pekerja dan menggunakan kebijakan fiskal untuk memeratakan distribusi pendapatan di Indonesia.

‎"Indonesia saat ini merupakan salah satu negara paling inequal di Asia. Ini jelas jadi perhatian pemerintah Indonesia. Pemerintah ingin membalikkan tren melebarnya kesenjangan," tandasnya.
http://ekbis.sindonews.com/read/1069...sia-1450098364


Sri Mulyani Beberkan Ketimpangan RI di Media Asing
Selasa, 2 Februari 2016 − 17:40 WIB

Ini salah Siapa? SBY atau Jokowi? Kesenjagan Ekonomi Semakin Parah!
Sri Mulyani

JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang lama tidak terdengar kiprahnya di Tanah Air setelah diangkat sebagai Managing Director Bank Dunia, berbicara soal ketimpangan sosial yang terjadi di dunia lewat tulisannya pada media asing, bostonglobe.com. Dalam sebuah kolom opini, mantan Menkeu era Susilo Bambang Yudhoyono itu menulis artiket yang berjudul 'Kesenjangan Ekstrem, Gejala Masyarakat yang Rusak'.

Ketimpangan sosial adalah masalah yang dihadapi semua negara, baik itu kaya, miskin atau di antaranya. Pada beberapa kasus kesenjangan sosial terjadi ketika pertumbuhan ekonomi tidak dirasakan semua orang dengan kecepatan setara dan pada saat yang sama. Tapi ketika mayoritas masyarakat mengalami stagnasi ekonomi dan sosial, kesenjangan sosial akan menimbulkan ancaman nyata untuk kemajuan individu dan seluruh negara.

Inilah sebabnya mengapa tingginya kesenjangan sosial, tidak hanya secara moral salah tapi juga gejala masyarakat yang rusak. Hal ini kemudian dapat menyebabkan kemiskinan, menekan pertumbuhan hingga konflik sosial. Inilah kenapa tujuan Bank Dunia tidak hanya memberantas kemiskinan, tapi juga meratakan kemakmuran buat semuanya.

Dalam diskusi kesenjangan sosial sering hanya fokus kepada perbedaan pendapatan. Padahal ada aspek lain ketidaksetaraan yang sama pentingnya. Pertama adalah adanya ketidaksetaraan kesempatan karena biaya yang tinggi dan bisa berdampak serius. Ini berarti bahwa anak-anak sudah merasakan ketimpangan sosial sejak dari mereka dilahirkan. Contohnya, bukti baru dari negara saya sendiri di Indonesia menunjukkan bahwa sepertiga ketimpangan sosial yang terjadi hari ini karena keadaan sejak lahir.

Bahkan di banyak daerah, jika seorang anak lahir di daerah pedesaan dan jika orang tuanya miskin atau dari kelompok marjinal. Maka ia akan mempunyai kesempatan lebih sedikit dan punya kemungkinan lebih besar untuk menjadi lebih miskin. Peluang terbatas membuat mereka sulit memperbaiki ekonomi keluarga sehingga akan terus miskin di seluruh generasi.

Itulah sebabnya kami membantu negara-negara untuk memberikan layanan dasar kepada semua orang, khususnya 40% warga miskin dari keseluruhan populasi. Isu kedua yang tidak kalah pentingnya adalah rasa pesimisme seperti yang dirasakan di Timur Tengah dan beberapa negara bagian Eropa Timur misalnya. Mereka kurang puas dan lebih pesimis tentang masa depannya dibandingkan wilayah lain dengan tingkat kesenjangan yang tidak jauh berbeda.

Hal ini disebabkan memburuknya mobilitas ekonomi, tumbuhnya rasa ketidakadilan, dan kurangnya keadilan sosial. Karena ini kami memberikan bantuan pembangunan di wilayah tersebut dan bertujuan membangun kontral sosial yang baru mendorong pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja. Contohnya di Tunisia, pekerjaan kami adalah mendukung tujuan peralihan setelah musim semi Arab.

Jadi langkah apa yang terbaik untuk menghapuskan ketidaksetaraan? Dibutuhkan koordinasi antar kebijakan yang tepat, pemerintah bersih dan lembaga-lembaga yang baik. Negara-negara berbeda seperti Ukraina, Indonesia, Peru, Mesir dan Etiopia telah meminta kami untuk bekerja sama. Sering kali ini berarti kami bertugas menghilangkan hambatan seperti subsidi energi yang boros, belanja publik yang tidak efisiesn atau pengiriman layanan buruk.

Tapi mungkin untuk mengakhiri ketidaksetaraan adalah kepemimpinan yang baik. Dapat dimulai dengan pemimpin yang perlu memahami pentingnya meratakan pertumbuhan ekonomi dan menghilangkan kesenjangan gender. Manfaat yang sama juga terjadi apabila kebutuhan anak-anak terpenuhi yang paling penting adalah kesehatan dan pendidikan.

Pada akhirnya para pemimpin dunia harus bersedia menantang status quo dan mengatasi tantangan bersama dalam peluang terbatas, korupsi, kurangnya akuntabilitas. Mengatasi ketimpangan sosial akan membutuhkan pemimpin yang siap membuat keputusan yang diperlukan, meski terkadang tidak populer yang terkadang membutuhkan waktu panjang untuk menunjukkan efek.

Ini semua bermuara pada pemimpin yang memiliki keberanian dan kemauan politik untuk mengukur kesuksesan mereka bukan oleh bagaimana margin kecil kroni dan menghubungkan kelompok-kelompok yang terhubung dengannya untuk memperbaiki kehidupan masyarakat luas.
http://ekbis.sindonews.com/read/1082...ing-1454409513


Jumlah Penduduk Miskin Bertambah akibat Kenaikan Harga Pangan
Kontribusi bahan makanan terhadap kenaikan garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan bukan makanan seperti perumahan sandang pendidikan dan kesehatan
16 September 2015 | 14:04

Ini salah Siapa? SBY atau Jokowi? Kesenjagan Ekonomi Semakin Parah!

KATADATA – Jumlah penduduk miskin hingga tiga bulan pertama tahun ini terus bertambah dibandingkan tahun lalu. Penambahan paling banyak terjadi di daerah pedesaan. Penyebabnya adalah kenaikan harga beras dan sejumlah bahan pangan kebutuhan pokok.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin per Maret 2015 mencapai 28,59 juta orang atau 11,22 persen dari total penduduk Indonesia. Jumlahnya bertambah 86 ribu orang dalam kurun enam bulan sejak September 2014 yang sebanyak 27,73 juta orang atau 10,96 persen. Mereka adalah penduduk dengan pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) enam bulanan yang digelar BPS bulan Maret lalu.

Dari hasil survei tersebut, penambahan jumlah penduduk miskin lebih banyak berada di pedesaan, yaitu bertambah 57 ribu orang menjadi 17,94 juta orang. Sedangkan jumlah penduduk miskin di perkotaan naik 29 ribu orang menjadi 10,65 juta orang.

“Kontribusi bahan makanan terhadap kenaikan garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan bukan makanan, seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan,” kata BPS dalam siaran pers, Selasa (15/9). Kontribusi bahan makanan terhadap penambahan jumlah orang miskin sebesar 73,23 persen atau tidak jauh berubah dari kondisi pada September 2014 sebesar 73,47 persen.

Secara lebih detail, menurut BPS, ada beberapa faktor penyebab bertambahnya jumlah dan persentase orang miskin selama periode September 2014-Maret 2015. Pertama, laju inflasi selama kurun enam bulan tersebut sebesar 4,03 persen. Kedua, rata-rata harga beras secara nasional meningkat 14,48 persen menjadi Rp 13.089 per kilogram.

Ketiga, harga eceran beberapa komoditas bahan pokok selain beras mengalami kenaikan. Antara lain harga cabe rawit dan gula pasir masing-masing naik sebesar 26,28 persen dan 1,92 persen.

Di sisi lain, rata-rata upah buruh tani per hari pada Maret 2015 turun 1,34 persen dibandingkan bulan September 2014 menjadi Rp 38.522. Selain itu, tingkat inflasi pedesaan pada periode September 2014-Maret 2015 sebesar 4,4 persen.

Meski begitu, jumlah penduduk miskin dalam enam tahun terakhir ini sebenarnya menunjukkan tren penurunan. Pada tahun 2009, jumlah penduduk miskin sebanyak 32,53 juta orang atau 14,15 persen dari total penduduk. Adapun jumlah penduduk miskin terendah pada September 2014, yang sebanyak 27,73 juta orang atau 10,96 persen dari total penduduk.
http://katadata.co.id/berita/2015/09....Bcea5kZY.dpbs

-------------------------------------

Kebijakan ekonomi rezim SBY dan Jokowi sama saja, lebih pro pada pemodal (terutama asing macam Freeport itu contohnya), ketimbang membangun ekonomi kerakyatan (pro pemerataan dan keadilan ekonomi). Begitu pula aturan yang terlalu lunak untuk penguasaan SDA oleh pemodal besar (baik lokal maupun asing), menyebabkan gap antar kelompok penduduk semakin parah. Sementara pengeluaran Pemerintah via APBN, yang seharusnya menjadi jalan keluar untuk mengurangi gap itu, justru seret! Kebanyakan pengeluaran Pemerintah hanya untuk menambah penyertaan modal ke BUMN, menaikkan gaji PNS besar-besaran, dan membangun infra-sruktur ekonomi yang banyak dinikmati kalangan kaya semata. Dan, tentu mebayar utang LN dari penjualan obligasi Pemerintah sejak zaman SBY dulu.

Sementara itu, beban rakyat kelas menengah-kebawah semakin berat. Itu bisa dilihat dari fakta bahwa pajak untuik mereka justru dinaikkan dan diperluas, subsidi pangan dan energi mulai dikurangi dan dicabut, biaya pendidikan semakin mahal dan disuruh menanggung sendiri sebagian besarnya, harga makanan pokok dan kebutuhan primer semakin mahal, layanan kesehatan yang diserahkan BPJS sebagai cara licik berlepas-tangannya Negara dari kewajiban untuk memberikan layanan kesehatan ke rakyatnya sendiri (via dana APBN tentunya), Dan yang paling parah tentunya, korupsi yang semakin parah di 2 rezim erakhir ini. Mungkin angka korupsi itu sekarang sudah melebihi 30% dari total APBN setiap tahunnya, yang lenyap tak jelas rimbanya akibat di korup oleh Pejabat, Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, bahkan militer dan kepolisian.



Diubah oleh pakdejoy 26-02-2016 23:30
0
4.2K
35
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan