- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tangkap—Siksa—Teken BAP—Selesai Part II (SOP masa SBY)


TS
lapakmaho
Tangkap—Siksa—Teken BAP—Selesai Part II (SOP masa SBY)

Mirip Kisah Sengkon & Karta
Sia Kim Tui & Sumiati Mendamba Keadilan untuk Suami Mereka
- detikNews
Sia Kim Tui & Sumiati Mendamba Keadilan untuk Suami Mereka
Jakarta - Sia Kim Tui (36) dan Sumiati (30) sudah hampir setahun ini mencari keadilan. Suami mereka Sun An (51) dan Ang Ho (34) divonis seumur hidup atas pembunuhan yang tidak pernah mereka lakukan.
Kisah ini mirip Sengkon dan Karta yang divonis penjara atas pidana kasus pembunuhan yang tidak pernah mereka lakukan pada 1980-an. Hingga kemudian terbukti bahwa Sengkon dan Karta tak pernah membunuh
Pada Selasa (23\/10\/2012), Sia Kim dan Sumiati menemui anggota Wantimpres Albert Hasibuan di kantornya di Jl Veteran, Jakarta Pusat. Didampingi aktivis HAM Usman Hamid dan pengacara Edwin Partogi, kedua perempuan itu curhat soal perlakuan tak adil yang diterima suami mereka kepada Albert.
\\\"Mereka melaporkan tindakan penganiayaan dan suaminya ditangkap untuk tindak pidana pembunuhan atas nama Kho Wie To dan Dora Halim pemilik gudang penitipan kapal, PT Putra Derombang Perkasa di Medan. Padahal suami mereka sama sekali tidak tahu soal pembunuhan itu, kenal korban saja tidak,\\\" jelas Edwin saat menemani dua perempuan itu di kantor Wantimpres.
Peristiwa pembunuhan itu terjadi pada 29 Maret 2011 di Medan. Korban dibunuh ketika mengendarai mobil dan diberondong tembakan oleh 4 pelaku pengendara motor.
Peristiwa itu cukup mengejutkan, polisi 3 hari kemudian menangkap Ang Ho di Hotel JW Marriott. \\\"Padahal Ang Ho tidak tahu apa-apa, dia sedang menyiapkan pameran barang antik di hotel itu,\\\" jelas Edwin.
Sehari kemudian, Sun An yang tengah berada di Kisaran, Medan ditangkap. Ang Ho dan Sun An adalah paman dan keponakan. \\\"Selama diperiksa di Polresta Medan, Ang Ho mendapatkan penyiksaan,\\\" terang Edwin.
Edwin menyebut pelaku penyiksaan pejabat Polresta seorang perwira menengah berinisial SS dan sejawatnya RSS. \\\"Jadi selama penahanan tidak mendapatkan perawatan medis, juga kunjungan keluarga terbatas. Pernah di-BAP di bawah ancaman penyiksaan, bahkan terhadap Ang Ho diancam dilecehkan secara seksual,\\\" tuturnya.
Seorang penyidik berinisial B, bahkan pernah terang-terangan meminta uang untuk membeli rumah. Namun karena tak sanggup, istri Sun An, hanya memberikan uang Rp 80 juta. Uang cash diberikan sebesar Rp 43 juta, dan sisanya memberikan ATM yang didalamnya ada uang Rp 50 juta.
\\\"Penyidik itu pun kemudian mengembalikan ATM, dan membikin surat dengan menyampaikan terima kasihnya karena dengan uang itu bisa membeli rumah,\\\" tutur Edwin sambil memberikan bukti surat dari penyidik B.
Dalam persidangan, keduanya divonis bersalah atas pasal pembunuhan yakni pasal 340 KUHP. Di sidang tingkat pertama keduanya divonis 20 tahun penjara, di tingkat banding diganjar seumur hidup.
Edwin pun merasa heran dengan sikap kepolisian yang yakin bahwa Sun An dan Ang Ho kenal dengan pelaku pembunuhan yakni 4 orang eksekutor dan Achui yang diduga sebagai otak. Kliennya sama sekali tidak tahu menahu dan tidak kenal dengan korban.
\\\"Kedua orang ini tidak kenal dengan korban pembunuhan dan juga bukan rekan bisnis, tidak ada juga motif sakit hati,\\\" terang Edwin.
Pihak Polresta Medan hingga berita ini diturunkan belum memberikan bisa dikonfirmasi.
(ndr/nwk)
Sumur
http://m.detik.com/news/berita/2070428/sia-kim-tui-sumiati-mendamba-keadilan-untuk-suami-mereka

Dugaan Rekayasa Kasus
Keluarga Terpidana Pembunuhan Mengadu ke Wantimpres
KOMPAS.com/Sandro Gatra
Keluarga terpidana kasus pembunuhan didampingi aktivis Kontras Usman Hamid dan pengacara Edwin Partogi mengadukan dugaan rekayasa kasus yang menjerat Sun An (51) dan Ang Ho (34), ke Dewan Pertimbangan Presiden, Selasa (23/10/2012).
Selasa, 23 Oktober 2012 | 15:07 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) diharapkan menindaklanjuti dugaan rekayasa kasus yang dialami Sun An (51) dan Ang Ho (34). Keduanya dituduh melakukan pembunuhan Kho Wie To (34) dan istrinya Lim Chi Chi alias Dora Halim (30).
Kasus itu dilaporkan oleh istri Sun An, Sia Kim Tui, dan istri Ang Ho, Sumiyati kepada Watimpres di Jakarta, Selasa (23/10/2012). Keduanya didampingi oleh aktivis Kontras Usman Hamid dan pengacara keduanya, Edwin Partogi. Laporan diterima anggota Watimpres Albert Hasibuan.
Sun An dan Ang Ho telah divonis seumur hidup oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan. Putusan itu lebih berat dari tuntutan jaksa yakni penjara selama 20 tahun dengan sangkaan sebagai auktor intelektualis. Putusan keduanya lalu dikuatkan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan.
Namun, perkara yang menjerat keduanya dinilai telah direkayasa. Menurut Edwin, keduanya tidak tahu menahu mengenai pembunuhan pasangan suami istri yang terjadi di Kelurahan Durian, Medan Timur, Medan pada 29 Maret 2011 .
Edwin menjelaskan, Ang Ho pengusaha barang antik ditangkap di Hotel JW Marriot Medan pada 1 April 2011 . Ang Ho dipaksa mengaku menjadi otak pembunuhan ketika diinterogasi di hotel. Dia lalu disiksa setelah tak mau menuruti. Bahkan, Ang Ho mengalami pelecehan ketika dipaksa membuka celana lalu seorang polisi menempelkan kemaluannya di bokong Ang Ho.
Penyiksaan berlanjut ketika Ang Ho diajak ke beberapa lokasi kejadian. Tak hanya disiksa, dia juga diancam akan dibunuh jika tak mengaku. Perlakuan sama juga dialami ketika dia diperiksa di Polsek Medan Timur.
"Di sana dia ditanya-tanya soal empat eksekutor, pistol, dan motor. Ang Ho bilang enggak tahu. Dia disiksa hingga kemaluannya ditendang. Setiap polisi yang masuk dalam ruangan bertanya hal sama diikuti penyiksaan," kata Edwin.
Sun An pengusaha kapal penangkapan ikan ditangkap keesokan harinya. Sama seperti Ang Ho, kata Edwin, Sun An juga mengalami penyiksaan selama diperiksa. Penyiksaan fisik dan psikis terhadap Sun An dilakukan selama sekitar dua pekan lantaran tak mau menuruti kemauan pihak Kepolisian.
Dalam proses pemeriksaan, keduanya juga dipaksa untuk menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP). Ang Ho tak tahu apa yang tertulis dalam BAP karena terbiasa bahasa Hokkian dan tidak fasih bahasa Indonesia. Ketika itu, dia didampingi pengacara yang ditunjuk Kepolisian.
"Sun An dipaksa oleh Kapolresta Medan saat itu untuk menandatangani BAP. Jika tidak, Kapolresta mengancam akan kembali menyiksa pada malam harinya. Karena takut, Sun An terpaksa menandatangani," kata Edwin.
Eksekutor masih bebas
Edwin menambahkan, BAP itu yang dijadikan dasar majelis hakim untuk menghukum keduanya. Padahal, dalam persidangan keduanya sudah mencabut BAP lantaran tidak sesuai dengan yang dijelaskan ketika diperiksa.
Anehnya, eksekutor yang menurut saksi pembantu korban berjumlah empat orang belum tertangkap. "Tidak ada saksi yang bisa menjelaskan keterlibatan keduanya. Tidak ada juga pistol dan motor yang digunakan pelaku. Dasar putusan hanya BAP yang direkayasa. Keduanya didesain merencanakan pembunuhan tapi tanpa bukti," kata Edwin.
Saat ini, perkara keduanya dalam proses kasasi. Kasus itu juga sudah dilaporkan ke Divisi Propam Polri, Komisi Kepolisian Nasional, Komnas HAM, dan Komisi Yudisial.
Penulis: Sandro Gatra
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary
Sumur
http://nasional.kompas.com/read/2012/10/23/15071665/Keluarga.Terpidana.Pembunuhan.Mengadu.ke.Wantimpres

Empat Polisi Terindikasi Siksa Sun An dan Ang Ho
MEDAN, KOMPAS.com - Hasil pemeriksaan dan konfrontasi yang dilakukan Irwasum, Irwasda, Kompolnas, tim medis dari Polda Sumut, dan kuasa hukum Sun An dan Ang Ho, diduga telah terjadi penyimpangan dalam bentuk penangkapan, penggeledahan, penyiksaan, dan pelecehan seksual yang dilakukan empat oknum polisi. Keempatnya adalah Kombes Pol Tagam Sinaga yang sebelumnya menjabat Kapolresta Medan, AKP Ronald F.C Sipayung selaku Kanit Ranmor Polresta Medan, Aiptu Baharuddin dan Bripka Rahmad Ginting sebagai penyidik pembantu Polresta Medan.
"Saat konfrontasi di rutan tadi, Tagam Sinaga tidak datang dengan alasan yang tidak jelas. Seharusnya dia datang karena dialah yang paling bertanggung jawab. Saya melihat banyak kejadian yang terindikasi spekulasi polisi, tapi dibantah oleh Kasat Reskrim Poltabes Medan dengan alasan bagian dari penyidikan yang tidak bisa diungkap ke publik," kata kuasa hukum Sun An dan Ang Ho, Edwin Partogi didampingi Divisi Advokasi Hukum dan HAM Kontras Jakarta, Bustami Arifin di Medan, Jumat (23/11/2012).
Menurut Edwin, istri Sun An, Sia Kim Tui juga sudah melaporkan keempat polisi tersebut ke Propam Polda Sumut dengan Nomor : STPL/274/X/2012/YANDUAN di Jakarta pada 10 Oktober lalu. Surat yang ditandatangani Katim III Sentra Pelayanan Propam, Eddy Salfian berisi pelanggaran ketidakprofesionalan penyidikan dan tindakan arogansi polisi.
Menurutnya, ada yang lucu pada pengaduan ini. Beni dari Propam menghubungi istri Sun An menanyakan lokasi pemeriksaan apakah di Jakarta atau Medan, tapi akomodasinya ditanggung pelapor. "Dia juga kontak saya dan minta Kamis pas liburan kemarin diundang ke Jakarta. Lucu, kasus yang sudah di-Propam-kan saja masih mau dikapitaliskan," kata Edwin.
Sementara itu, Kontras mengatakan bahwa pihaknya akan tetap mengawasi dan mendorong pengusutan penyimpangan kasus ini sehingga terbuka dan diketahui publik. "Kita minta Irwasum dan Propam Polda Sumut harus memperbaiki internalnya. Pengawasan dari mereka lah yang bisa menjadi pelajaran ke depannya. Soal pengusutan ini akan membuka borok institusi, itu kesalahan individu. Tetap harus diproses. Kita perlu transparansi, publik harus tahu apa yang dilakukan polisi," kata Bustami.
Untuk diketahui, Sun An dan Ang Ho menjadi terpidana atas dugaan pembunuhan terhadap pasangan suami isteri, Kwito dan Dora Halim pada 29 Maret 2011 tahun lalu di Medan, Sumut. Selama proses hukum, didapati sejumlah keganjilan seperti penyiksaan oleh polisi saat proses pemeriksaan (BAP). Polisi dinilai memaksakan keterangan kepada kedua terpidana untuk mengakui sebagai pelaku dan otak pembunuhan.
Proses hukum juga berjalan sangat cepat, dan ada upaya pemerasan oleh penyidik kepada keluarga. Persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan dilakukan tanpa menghadirkan dan membuktikan pelaku lapangan maupun hasil Labfor uji balistik. Setelah sejumlah proses hukum yang tidak layak, kasus dan berkasnya diajukan ke MA pada 19 September lalu.
Pasca-diterima MA, Edwin mencatat terdapat sejumlah keganjilan. Contohnya, pada 1 November lalu MA menginformasikan lewat website-nya bahwa perkara Sun An dan Ang Ho telah diputus. "Anehnya, saat itu tidak ada info tentang tanggal dan amar putusannya. Pihak MA tidak dapat menjelaskan ketidaklengkapan info perkara ini. Baru pada pukul 5 sore di hari yang sama informasi perkara ini dilengkapi," kata Edwin lagi.
Kemudian, berkas perkara didistribusikan ke tiga hakim agung MA pada 19 September 2012, dan dalam kurun waktu 1 bulan pada 18 Oktober 2012 telah diputus (No. 1446 K dan 1448 K). Ini tentu suatu proses cepat yang patut diapresiasi bila MA berkomitmen untuk secara umum memutus perkara dengan cepat dan mencegah penunggakan perkara. Namun Edwin tidak yakin itu karena faktanya, ketiga hakim tersebut masih mempunyai tunggakan perkara yg belum diputus dalam dua tahun terakhir.
"Timbul pertanyaan, mengapa kasus bisa diputuskan begitu cepat tanpa memperhatikan buruknya proses hukum kasus ini, salah satunya, tidak ada pelaku lapangan pembunuhan?" tanyanya. Edwin menilai beberapa keganjilan ini patut untuk diselidiki lebih jauh.
Hingga hari ini pihaknya sudah melapor ke Komnas HAM soal penyiksaan dan praktik buruk peradilan, Propam Polri, Wantimpres dan UKP4 dan Ombudsmen. Sayangnya mekanisme koreksi ini tidak menjadi pertimbangan proses hukum, terutama pada MA. Sepatutnya MA menunda proses hukum, mengingat ada banyak kejanggalan dan pelanggaran HAM dalam kasus ini. Terlebih kasus ini menunjukkan kembali buruknya pelayanan hukum di Indonesia oleh polisi.
"Ke depan, kami akan membawa kasus ini ke Komisi Yudisial dan meminta sejumlah institusi koreksi di atas untuk mengeluarkan hasilnya, agar bisa dijadikan novum oleh kuasa hukum dalam mengajukan Peninjauan Kembali sebagai upaya koreksi atas putusan MA yang pragmatis," tegas Edwin.
Penulis: Kontributor Medan, Mei Leandha
Editor: Farid Assifa
Sumur
http://regional.kompas.com/read/2012/11/23/18291787/Empat.Polisi.Terindikasi.Siksa.Sun.An.dan.Ang.Ho?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp
=====================================
Bonus sumber :
http://www.bagansiapiapi.net/id/topic.php?id=3042
Ada yg tahu Albert Hasibuan itu anggota dewan pertimbangan presiden zaman sapa hayoooo ?

Diubah oleh lapakmaho 25-02-2016 16:44
0
3.9K
29


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan