- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kita yang salah, kenapa tempo hari pilih Jokowi ...
TS
ts4l4sa
Kita yang salah, kenapa tempo hari pilih Jokowi ...
"Kita yang salah, kenapa tempo hari pilih Jokowi"
21 Februari 2016 18:30

Agum Gumelar bersama Prabowo
Pemerintahan Jokowi & JK sudah lebih dari setahun berkuasa, namun tak banyak kemajuan yang dicapai, setidaknya demikian dikatakan oleh para pengamat dan pakar. Di bidang ekonomi, diakui, tak ada perubahan yang signifikan. Banyak target yang tak tercapai. Saat ini Jokowi bahkan diambang kegagalan dalam pencanangan target swasembada pangan.
Dikumandangkan sejak awal 2015, beberapa bulan setelah resmi memimpin rezim Kabinet Kerja, Jokowi mengumandangkan pencapaian swasembada pangan maksimal dalam tempo tiga tahun. Artinya, awal 2018 Indonesia benar-benar sudah berhasil swasembada pangan, memenuhi kebutuhan pangan dari dalam negeri sendiri. Tidak perlu impor.
Tak banyak yang percaya target tiga tahun swasembada tersebut bisa dicapai. Pasalnya, statistik dari impor beberapa kebutuhan pangan pokok, masih tinggi. Kalau mau berhasil swasembada berarti angka impor makin lama harus makin mengecil, bukannya malah kian membesar.
Satu-satunya keberhasilan Jokowi sekarang ini adalah, bagaimana mantan walikota Solo ini membekukan peranan otoritas sepakbola nasional alias PSSI. Memang bukan langsung Jokowi yang membekukannya, akan tetapi melalui Menpora Imam Nahrawi.
Sanksi pembekuan terhadap PSSI yang dilakukan oleh Imam Nahrawi sejak 17 April 2015 itu, seperti kita ketahui, efektif untuk membuat FIFA menjatuhkan hukuman pada PSSI. Sebagai pemilik sepakbola global FIFA menentang segala bentuk intervensi dari pemerintah.
Apa yang dilakukan Jokowi pada sepakbola tentu menumbuhkan kekecewaan pada sebagian besar rakyat Indonesa. Mayoritas dari masyarakat Indonesia sudah menjadikan sepakbola sebagai katarsis. Dalam konteks positifnya, mereka menjadikan kompetisi sepakbola sebagai sebuah hiburan yang membuat hati dan pikiran senang. Ketiadaan kompetisi sekarang ini tentu membuat mereka kesal.
Dengan memusuhi PSSI Jokowi jelas-jelas merusak citranya sendiri. Sebagian besar dari pendukungnya kini sudah berbalik. Kalau dulu mereka suka sekarang benci. Mungkin tak terkecuali juga Agum Gumelar, mantan ketua umum PSSI, KONI Pusat dan kini menjadi ketua dewan kehormatan PSSI. Semasa Pilpres 2014 Agum Gumelar menunjukkan simpatinya kepada Jokowi. Bukan justru kepada Prabowo Subiyanto, yuniornya dalam hirarki Danjen Kopassus.
Padahal saat kampanye Pilpres 2014 itu hanya Prabowo Subiyanto yang bicara blak-blakan soal olahraga, termasuk kesiapannya untuk mendukung PSSI dalam mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Asia atau Piala Dunia, seadainya dia terpilih menjadi presiden 2014-2019. Jokowi boro-boro bicara soal sepakbola. Masalah pembinaan olahraga pun tak pernah dia singgung.
Kini, bisa jadi, Agum Gumelar menyesali pilihannya dalam memproteksi Jokowi pada masa kampanye Pilpres 2014 itu. Pasalnya, Jokowi emoh menemuinya untuk sekaligus mendengarkan curhatannya terkait pembekuan yang dilakukan terhadap PSSI.
“Mungkin bukan Jokowi yang salah. Justru kita yang salah. Kenapa tempo hari harus memilih Jokowi,” begitu kira-kira pernah disampaikan oleh Agum Gumelar.
http://www.posmetro.info/2016/02/agu...ah-kenapa.html
Jokowi Dianggap Tak Mampu Kendalikan Menterinya
Kamis, 18 Februari 2016 − 18:42 WIB

Presiden Joko Widodo.
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tidak mampu mengendalikan pembantunya di kabinet. Salah satu indikasinya, Jokowi tidak mampu melarang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk memperpanjang izin kontrak dengan PT Freeport.
Direktur Eksekutif Renaissance Political Research and Studies (Report), Khikmawanto mengatakan, akibat ketidaksanggupan Jokowi itu menimbulkan kegaduhan politik.
"Sejauh ini menteri seakan-akan jalan sendiri-sendiri, padahal menteri adalah pembantu presiden,” ujar Khikmawanto, Jakarta, Kamis (18/2/2016).
Dia mengingatkan, kondisi ini mengancam citra Jokowi sebagai pemimpin pemerintahan. Alasannya, kegaduhan politik yang terjadi justru berasal dari internal pemerintahan.
"Kualitas kepemimpinan Pak Jokowi apakah bisa mengondisikan menteri-menterinya atau tidak," ucapnya.
http://nasional.sindonews.com/read/1...nya-1455795766
"Kapsul Waktu Jokowi": Bentuk Kegilaan Karena tak Mampu Rencanakan Masa Depan RI'
12/30/2015

Ekspedisi Kapsul Waktu
Acara simbolis ‘Kapsul Waktu’ Impian Indonesia 2015-2085 menjadi bukti bahwa Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla gagal atau tidak mampu membuat perencanaan secara matang terkait masa depan Indonesia.
Pendapat itu disampaikan pengamat politik dan intelijen John Mempi (30/12). “Berita itu menunjukkan bahwa pemerintah sudah gila, akibat tidak mampu untuk merencanakan impian kehidupan masa depan Republik Indonesia,” tegas John Mempi.
Menurut John Mempi, perencanaan pembangunan di era Soeharto yang ditetapkan melalui MPR dan GBHN justru sekarang ini dituangkan dalam bentuk ‘Kapsul Waktu’. “Ini seperti kapal yang tersesat dan terdampar di pulau, kemudian mengirim pesan yang dimasukkan ke dalam botol,” tegas John Mempi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menghadiri acara Kapsul Waktu “Impian Indonesia 2015-2085” di Merauke. Merauke jadi titik akhir perjalanan Kapsul Waktu setelah singgah di 43 kota dari 34 provinsi di Indonesia.
Kapsul Waktu diluncurkan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada 22 September 2015. Tabung berukuran 40 x 60 cm ini berisikan resolusi dan mimpi-mimpi dari rakyat untuk Indonesia mendatang.
Ekspedisi Kapsul Waktu tiba di Merauke setelah menempuh perjalanan sepanjang 30.500 Km. Kapsul Waktu merupakan simbol peringatan Gerakan Ayo Kerja yang terintegrasi dari ujung Barat hingga ujung Timur di Indonesia. Di Merauke ini, kapsul waktu akan disimpan. Kemudian pada tahun 2085 akan dibuka
http://www.nbcindonesia.com/2015/12/...-kegilaan.html
Masalahnya Bukan Reshuffle Kabinet Tapi Jokowi Yang Tak Mampu Memimpin
Senin, 15 Februari 2016
Jakarta – Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Arief Poyuono menilai, perombakan atau reshuffle kabinet jilid II tak perlu dilakukan Presiden Joko Widodo. Sebab, masalah yang dialami pemerintah bukan terletak pada menteri kabinet, melainkan pada diri Presiden.
“Masalahnya hanya masalah leadership (kepemimpinan) kalau terjadi konflik, yang terpenting bukan reshuffle, tetapi bagaimana Jokowi sendiri bisa benar-benar memperlihatkan kemampuan leadership-nya,” kata Arif usai diskusi soal Reshuffle Kabinet di Menteng, Jakarta, Minggu 14 Februari 2016. Seperti dilansir viva.co.id.
Ia mengamati setelah reshuffle jilid I, pemerintahan Jokowi dinilai sudah membaik. Tetapi, belakangan justru kembali terjadi kekacauan, sehingga dia mempertanyakan tanggung jawab kesalahan itu ada pada ketidakmampuan menteri, atau kepemimpinan Jokowi?
“Ada pepatah katakan, ikan itu yang busuk bukan badan, tetapi kepalanya. Artinya, hal yang paling sensitif dalam sebuah kegagalan kinerja pemerintah itu pada pemimpinnya. Kalau Jokowi lakukan reshuffle kabinet, makin jelas bahwa memang Jokowi tidak punya kualitas leadership dalam memimpin anak buahnya di kabinet,” kata Arief.
Apalagi, masa pemerintahan Jokowi hanya lima tahun. Kalau tiap tahun selalu ada reshuffle kabinet, tentunya akan memengaruhi kepercayaan pasar dan investor. Hal ini, karena setiap terjadi pergantian menteri, otomatis ada potensi pergantian aturan.
“Menteri hanya jabatan politik, kalau memang Jokowi bisa driving, atau atur manajemen pemerintahan dan punya kemampuan, pemerintahan ini fine-fine saja. Jadi gubernur saja tidak selesai. Sekarang masih banjir dan macet. Tidak sesuai janji saat dia mencalonkan gubernur. Jadi, resuffle tidak ada gunanya. Maksimalkan saja yang ada,” ujar Arief.
http://www.kabarpergerakan.com/polit...ampu-memimpin/
http://politik.news.viva.co.id/news/...ukan-reshuffle
Jusuf Kalla: Jokowi Capres, Bisa Hancur Negara Ini
-----------------------------
Ramalan JK hampir mendekati kenyataan ... 5 tahun kita (240 juta rakyat Indonesia) akan menderita kalo dipimpin Jokowi. Sekarang baru jalan 2 tahun yang penuh sia-sia ...

21 Februari 2016 18:30

Agum Gumelar bersama Prabowo
Pemerintahan Jokowi & JK sudah lebih dari setahun berkuasa, namun tak banyak kemajuan yang dicapai, setidaknya demikian dikatakan oleh para pengamat dan pakar. Di bidang ekonomi, diakui, tak ada perubahan yang signifikan. Banyak target yang tak tercapai. Saat ini Jokowi bahkan diambang kegagalan dalam pencanangan target swasembada pangan.
Dikumandangkan sejak awal 2015, beberapa bulan setelah resmi memimpin rezim Kabinet Kerja, Jokowi mengumandangkan pencapaian swasembada pangan maksimal dalam tempo tiga tahun. Artinya, awal 2018 Indonesia benar-benar sudah berhasil swasembada pangan, memenuhi kebutuhan pangan dari dalam negeri sendiri. Tidak perlu impor.
Tak banyak yang percaya target tiga tahun swasembada tersebut bisa dicapai. Pasalnya, statistik dari impor beberapa kebutuhan pangan pokok, masih tinggi. Kalau mau berhasil swasembada berarti angka impor makin lama harus makin mengecil, bukannya malah kian membesar.
Satu-satunya keberhasilan Jokowi sekarang ini adalah, bagaimana mantan walikota Solo ini membekukan peranan otoritas sepakbola nasional alias PSSI. Memang bukan langsung Jokowi yang membekukannya, akan tetapi melalui Menpora Imam Nahrawi.
Sanksi pembekuan terhadap PSSI yang dilakukan oleh Imam Nahrawi sejak 17 April 2015 itu, seperti kita ketahui, efektif untuk membuat FIFA menjatuhkan hukuman pada PSSI. Sebagai pemilik sepakbola global FIFA menentang segala bentuk intervensi dari pemerintah.
Apa yang dilakukan Jokowi pada sepakbola tentu menumbuhkan kekecewaan pada sebagian besar rakyat Indonesa. Mayoritas dari masyarakat Indonesia sudah menjadikan sepakbola sebagai katarsis. Dalam konteks positifnya, mereka menjadikan kompetisi sepakbola sebagai sebuah hiburan yang membuat hati dan pikiran senang. Ketiadaan kompetisi sekarang ini tentu membuat mereka kesal.
Dengan memusuhi PSSI Jokowi jelas-jelas merusak citranya sendiri. Sebagian besar dari pendukungnya kini sudah berbalik. Kalau dulu mereka suka sekarang benci. Mungkin tak terkecuali juga Agum Gumelar, mantan ketua umum PSSI, KONI Pusat dan kini menjadi ketua dewan kehormatan PSSI. Semasa Pilpres 2014 Agum Gumelar menunjukkan simpatinya kepada Jokowi. Bukan justru kepada Prabowo Subiyanto, yuniornya dalam hirarki Danjen Kopassus.
Padahal saat kampanye Pilpres 2014 itu hanya Prabowo Subiyanto yang bicara blak-blakan soal olahraga, termasuk kesiapannya untuk mendukung PSSI dalam mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Asia atau Piala Dunia, seadainya dia terpilih menjadi presiden 2014-2019. Jokowi boro-boro bicara soal sepakbola. Masalah pembinaan olahraga pun tak pernah dia singgung.
Kini, bisa jadi, Agum Gumelar menyesali pilihannya dalam memproteksi Jokowi pada masa kampanye Pilpres 2014 itu. Pasalnya, Jokowi emoh menemuinya untuk sekaligus mendengarkan curhatannya terkait pembekuan yang dilakukan terhadap PSSI.
“Mungkin bukan Jokowi yang salah. Justru kita yang salah. Kenapa tempo hari harus memilih Jokowi,” begitu kira-kira pernah disampaikan oleh Agum Gumelar.
http://www.posmetro.info/2016/02/agu...ah-kenapa.html
Jokowi Dianggap Tak Mampu Kendalikan Menterinya
Kamis, 18 Februari 2016 − 18:42 WIB

Presiden Joko Widodo.
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tidak mampu mengendalikan pembantunya di kabinet. Salah satu indikasinya, Jokowi tidak mampu melarang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk memperpanjang izin kontrak dengan PT Freeport.
Direktur Eksekutif Renaissance Political Research and Studies (Report), Khikmawanto mengatakan, akibat ketidaksanggupan Jokowi itu menimbulkan kegaduhan politik.
"Sejauh ini menteri seakan-akan jalan sendiri-sendiri, padahal menteri adalah pembantu presiden,” ujar Khikmawanto, Jakarta, Kamis (18/2/2016).
Dia mengingatkan, kondisi ini mengancam citra Jokowi sebagai pemimpin pemerintahan. Alasannya, kegaduhan politik yang terjadi justru berasal dari internal pemerintahan.
"Kualitas kepemimpinan Pak Jokowi apakah bisa mengondisikan menteri-menterinya atau tidak," ucapnya.
http://nasional.sindonews.com/read/1...nya-1455795766
"Kapsul Waktu Jokowi": Bentuk Kegilaan Karena tak Mampu Rencanakan Masa Depan RI'
12/30/2015

Ekspedisi Kapsul Waktu
Acara simbolis ‘Kapsul Waktu’ Impian Indonesia 2015-2085 menjadi bukti bahwa Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla gagal atau tidak mampu membuat perencanaan secara matang terkait masa depan Indonesia.
Pendapat itu disampaikan pengamat politik dan intelijen John Mempi (30/12). “Berita itu menunjukkan bahwa pemerintah sudah gila, akibat tidak mampu untuk merencanakan impian kehidupan masa depan Republik Indonesia,” tegas John Mempi.
Menurut John Mempi, perencanaan pembangunan di era Soeharto yang ditetapkan melalui MPR dan GBHN justru sekarang ini dituangkan dalam bentuk ‘Kapsul Waktu’. “Ini seperti kapal yang tersesat dan terdampar di pulau, kemudian mengirim pesan yang dimasukkan ke dalam botol,” tegas John Mempi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menghadiri acara Kapsul Waktu “Impian Indonesia 2015-2085” di Merauke. Merauke jadi titik akhir perjalanan Kapsul Waktu setelah singgah di 43 kota dari 34 provinsi di Indonesia.
Kapsul Waktu diluncurkan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada 22 September 2015. Tabung berukuran 40 x 60 cm ini berisikan resolusi dan mimpi-mimpi dari rakyat untuk Indonesia mendatang.
Ekspedisi Kapsul Waktu tiba di Merauke setelah menempuh perjalanan sepanjang 30.500 Km. Kapsul Waktu merupakan simbol peringatan Gerakan Ayo Kerja yang terintegrasi dari ujung Barat hingga ujung Timur di Indonesia. Di Merauke ini, kapsul waktu akan disimpan. Kemudian pada tahun 2085 akan dibuka
http://www.nbcindonesia.com/2015/12/...-kegilaan.html
Masalahnya Bukan Reshuffle Kabinet Tapi Jokowi Yang Tak Mampu Memimpin
Senin, 15 Februari 2016
Jakarta – Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Arief Poyuono menilai, perombakan atau reshuffle kabinet jilid II tak perlu dilakukan Presiden Joko Widodo. Sebab, masalah yang dialami pemerintah bukan terletak pada menteri kabinet, melainkan pada diri Presiden.
“Masalahnya hanya masalah leadership (kepemimpinan) kalau terjadi konflik, yang terpenting bukan reshuffle, tetapi bagaimana Jokowi sendiri bisa benar-benar memperlihatkan kemampuan leadership-nya,” kata Arif usai diskusi soal Reshuffle Kabinet di Menteng, Jakarta, Minggu 14 Februari 2016. Seperti dilansir viva.co.id.
Ia mengamati setelah reshuffle jilid I, pemerintahan Jokowi dinilai sudah membaik. Tetapi, belakangan justru kembali terjadi kekacauan, sehingga dia mempertanyakan tanggung jawab kesalahan itu ada pada ketidakmampuan menteri, atau kepemimpinan Jokowi?
“Ada pepatah katakan, ikan itu yang busuk bukan badan, tetapi kepalanya. Artinya, hal yang paling sensitif dalam sebuah kegagalan kinerja pemerintah itu pada pemimpinnya. Kalau Jokowi lakukan reshuffle kabinet, makin jelas bahwa memang Jokowi tidak punya kualitas leadership dalam memimpin anak buahnya di kabinet,” kata Arief.
Apalagi, masa pemerintahan Jokowi hanya lima tahun. Kalau tiap tahun selalu ada reshuffle kabinet, tentunya akan memengaruhi kepercayaan pasar dan investor. Hal ini, karena setiap terjadi pergantian menteri, otomatis ada potensi pergantian aturan.
“Menteri hanya jabatan politik, kalau memang Jokowi bisa driving, atau atur manajemen pemerintahan dan punya kemampuan, pemerintahan ini fine-fine saja. Jadi gubernur saja tidak selesai. Sekarang masih banjir dan macet. Tidak sesuai janji saat dia mencalonkan gubernur. Jadi, resuffle tidak ada gunanya. Maksimalkan saja yang ada,” ujar Arief.
http://www.kabarpergerakan.com/polit...ampu-memimpin/
http://politik.news.viva.co.id/news/...ukan-reshuffle
Jusuf Kalla: Jokowi Capres, Bisa Hancur Negara Ini
-----------------------------
Ramalan JK hampir mendekati kenyataan ... 5 tahun kita (240 juta rakyat Indonesia) akan menderita kalo dipimpin Jokowi. Sekarang baru jalan 2 tahun yang penuh sia-sia ...

Diubah oleh ts4l4sa 22-02-2016 07:07
0
7.1K
57
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan