- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sama Seperti BLBI, Kasus Pajak BCA TIDAK ADA KEJELASAN!


TS
amarul.pradana
Sama Seperti BLBI, Kasus Pajak BCA TIDAK ADA KEJELASAN!
Kasus pajak Bank BCA hingga saat ini senasib dengan BLBI. TIDAK ADA KEJELASAN.
Kira-kira menjelang akhir tahun 2015 lalu, Indonesia dihebohkan oleh hajatan terbesar dari lembaga anti rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tepat pada tanggal 16 Desember 2015 lalu, DPR meresmikan lima orang dari sepuluh orang Capim KPK untuk menjabat sebagai Pimpinan KPK Jilid III. Jutaan asa rakyat Indonesia dibuat membumbung tinggi oleh profil ke-lima Pimpinan KPK yang baru. Meskipun demikian tidak sedikit pula yang dibuat ragu oleh keputusan DPR pilih Pimpinan KPK yang baru. Ada yang meragukan kapabilitas jajaran Pimpinan KPK baru karena kuatir, bahwa Pimpinan KPK yang baru ini merupakan titipan dari DPR.
Namun bukan hal-hal itu yang menarik perhatian saya, wajah baru KPK yang sekarang tidak lagi akan bongkar kasus korupsi lama. Padahal kita tahu, dosa lama koruptor sudah sangat merugikan Indonesia. Sebut saja dosa para koruptor BLBI, dosa koruptor pajak Bank BCA, dosa koruptor para pengemplang pajak lainnya, maupun dosa-dosa dari korupsi lainnya. Saat ini yang sangat disayangkan adalah keputusan KPK yang tak lagi usut kasus pajak Bank BCA.
KPK Jilid II sebelumnya sudah mengupayakan pengusutan BLBI melalui kasus korupsi pajak bank BCA. Melalui penyidik KPK Ariawan Agus, KPK mengatakan bahwa kasus korupsi pajak Bank BCA terkait dengan korupsi BLBI. "Dalam penyidikan kita himpun bukti-bukti dokumen tidak hanya dari Dirjen Pajak tapi juga dari instansi lain. Karena tidak bisa diingkari ini terkait dengan kasus dengan BLBI," ujar Ariawan saat dimintai kesaksian dalam persidangan Praperadilan yang diajukan tersangka kasus dugaan korupsi pajak BCA Hadi Poernomo.
Kasus yang menjerat mantan Dirjen Pajak itu berawal dari BCA yang mengajukan keberatan pajak atas transaksi non-performance loan (kredit bermasalah) sekitar 17 Juli 2003. Nilai transaksi bermasalah PT Bank BCA ketika itu sekitar Rp 5,7 triliun.
Nilai transaksi bermasalah itu diketahui muncul setelah BCA menjamin asetnya pada Badan Penyehatan Perbankan Nasional. BCA dianggap masih memiliki aset dan kredit macet yang ditangani BPPN sehingga koreksi Rp 5,7 triliun dibatalkan. Hal inilah yang kemudian menjadi bermasalah.
Atas dasar itu, Ariawan mencari data-data dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melihat aliran tersebut. Sebab, setelah BPPN dibubarkan, banyak datanya di BPK.
"Dokumen-dokumen BCA kita meminta dari BPK dan data ini yang kita gunakan. BPK menjamin bahwa data ini yang ada transaksi keuangan BCA. Disitu ada pengalihan ke BPPN, serta pengalihan aset BCA. BPPN sudah bubar, dokumen banyak tersebar di BPK dan Kemenkeu, makanya kami minta BPK," jelas dia.
Dukungan agar KPK bongkar korupsi BLBI melalui pengusutan kasus korupsi pajak Bank BCA juga datang dari pegiat antikorupsi dari Kaukus Muda Indonesia, Edi Humaidi. Menurut Edi Humaidi kasus SKL BLBI dan kasus pajak BCA merupakan pintu masuk bagi KPK untuk mengungkap skandal BLBI yang hingga sekarang telah membebani anggaran negara (ABPN). “Kasus pajak BCA dan kasus korupsi BLBI sangat terkait. KPK tinggal menarik benang merahnya saja, apalagi sebelumnya KPK telah meminta keterangan dari sejumlah pejabat yang mengetahui BLBI,”.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, Pangkal perkara korupsi pajak Bank BCA diawali ditahun 2002 yang mana pada saat itu lembaga yang Hadi pimpin tengah mengaudit laporan keuangan Bank BCA. Pada laporan tersebut disebutkan bahwa Bank BCA membukukan laba fiscal sebesar Rp 174 miliar. Namun Direktorat Jenderal Pajak menemukan temuan lain, keuntungan laba fiskal BCA pada 1999 mencapai Rp 6,78 triliun. Pembengkakan laba fiskal ini bersumber dari transaksi pengalihan aset kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) Bank BCA ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebesar Rp 5,7 triliun. Penghapusan utang bermasalah Rp 5,7 triliun itu dianggap sebagai pemasukan bagi BCA.
Jika diperhatikan dengan cermat, pernyataan Ariawan Agus bukan tidak ada dasar. Transaksi kredit macet Bank BCA adalah berasal dari transaksi dengan BPPN, berdasarkan pada audit laporan keuangan Bank BCA tahun 1999. Yang mana laporan tersebut mencatat kegiatan Bank BCA selama menerima bantuan likuid dari skema BLBI melalui BPPN.
Selain itu untuk masuk ke ranah pengusutan BLBI, alangkah baiknya jika KPK memulainya dari membongkar kasus korupsi pajak Bank BCA yang disebut-sebut sebagai pintu gerbang pengusutan BLBI.
Akan sangat disayangkan bila jajaran Pimpinan KPK Jilid III tidak meneruskan apa yang selama ini sudah diperjuangkan para pendahulunya.
Sumber
http://news.liputan6.com/read/223764...ya-dengan-blbi
http://www.merdeka.com/peristiwa/pim...-dan-blbi.html
Kira-kira menjelang akhir tahun 2015 lalu, Indonesia dihebohkan oleh hajatan terbesar dari lembaga anti rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tepat pada tanggal 16 Desember 2015 lalu, DPR meresmikan lima orang dari sepuluh orang Capim KPK untuk menjabat sebagai Pimpinan KPK Jilid III. Jutaan asa rakyat Indonesia dibuat membumbung tinggi oleh profil ke-lima Pimpinan KPK yang baru. Meskipun demikian tidak sedikit pula yang dibuat ragu oleh keputusan DPR pilih Pimpinan KPK yang baru. Ada yang meragukan kapabilitas jajaran Pimpinan KPK baru karena kuatir, bahwa Pimpinan KPK yang baru ini merupakan titipan dari DPR.
Namun bukan hal-hal itu yang menarik perhatian saya, wajah baru KPK yang sekarang tidak lagi akan bongkar kasus korupsi lama. Padahal kita tahu, dosa lama koruptor sudah sangat merugikan Indonesia. Sebut saja dosa para koruptor BLBI, dosa koruptor pajak Bank BCA, dosa koruptor para pengemplang pajak lainnya, maupun dosa-dosa dari korupsi lainnya. Saat ini yang sangat disayangkan adalah keputusan KPK yang tak lagi usut kasus pajak Bank BCA.
KPK Jilid II sebelumnya sudah mengupayakan pengusutan BLBI melalui kasus korupsi pajak bank BCA. Melalui penyidik KPK Ariawan Agus, KPK mengatakan bahwa kasus korupsi pajak Bank BCA terkait dengan korupsi BLBI. "Dalam penyidikan kita himpun bukti-bukti dokumen tidak hanya dari Dirjen Pajak tapi juga dari instansi lain. Karena tidak bisa diingkari ini terkait dengan kasus dengan BLBI," ujar Ariawan saat dimintai kesaksian dalam persidangan Praperadilan yang diajukan tersangka kasus dugaan korupsi pajak BCA Hadi Poernomo.
Kasus yang menjerat mantan Dirjen Pajak itu berawal dari BCA yang mengajukan keberatan pajak atas transaksi non-performance loan (kredit bermasalah) sekitar 17 Juli 2003. Nilai transaksi bermasalah PT Bank BCA ketika itu sekitar Rp 5,7 triliun.
Nilai transaksi bermasalah itu diketahui muncul setelah BCA menjamin asetnya pada Badan Penyehatan Perbankan Nasional. BCA dianggap masih memiliki aset dan kredit macet yang ditangani BPPN sehingga koreksi Rp 5,7 triliun dibatalkan. Hal inilah yang kemudian menjadi bermasalah.
Atas dasar itu, Ariawan mencari data-data dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melihat aliran tersebut. Sebab, setelah BPPN dibubarkan, banyak datanya di BPK.
"Dokumen-dokumen BCA kita meminta dari BPK dan data ini yang kita gunakan. BPK menjamin bahwa data ini yang ada transaksi keuangan BCA. Disitu ada pengalihan ke BPPN, serta pengalihan aset BCA. BPPN sudah bubar, dokumen banyak tersebar di BPK dan Kemenkeu, makanya kami minta BPK," jelas dia.
Dukungan agar KPK bongkar korupsi BLBI melalui pengusutan kasus korupsi pajak Bank BCA juga datang dari pegiat antikorupsi dari Kaukus Muda Indonesia, Edi Humaidi. Menurut Edi Humaidi kasus SKL BLBI dan kasus pajak BCA merupakan pintu masuk bagi KPK untuk mengungkap skandal BLBI yang hingga sekarang telah membebani anggaran negara (ABPN). “Kasus pajak BCA dan kasus korupsi BLBI sangat terkait. KPK tinggal menarik benang merahnya saja, apalagi sebelumnya KPK telah meminta keterangan dari sejumlah pejabat yang mengetahui BLBI,”.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, Pangkal perkara korupsi pajak Bank BCA diawali ditahun 2002 yang mana pada saat itu lembaga yang Hadi pimpin tengah mengaudit laporan keuangan Bank BCA. Pada laporan tersebut disebutkan bahwa Bank BCA membukukan laba fiscal sebesar Rp 174 miliar. Namun Direktorat Jenderal Pajak menemukan temuan lain, keuntungan laba fiskal BCA pada 1999 mencapai Rp 6,78 triliun. Pembengkakan laba fiskal ini bersumber dari transaksi pengalihan aset kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) Bank BCA ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebesar Rp 5,7 triliun. Penghapusan utang bermasalah Rp 5,7 triliun itu dianggap sebagai pemasukan bagi BCA.
Jika diperhatikan dengan cermat, pernyataan Ariawan Agus bukan tidak ada dasar. Transaksi kredit macet Bank BCA adalah berasal dari transaksi dengan BPPN, berdasarkan pada audit laporan keuangan Bank BCA tahun 1999. Yang mana laporan tersebut mencatat kegiatan Bank BCA selama menerima bantuan likuid dari skema BLBI melalui BPPN.
Selain itu untuk masuk ke ranah pengusutan BLBI, alangkah baiknya jika KPK memulainya dari membongkar kasus korupsi pajak Bank BCA yang disebut-sebut sebagai pintu gerbang pengusutan BLBI.
Akan sangat disayangkan bila jajaran Pimpinan KPK Jilid III tidak meneruskan apa yang selama ini sudah diperjuangkan para pendahulunya.
Sumber
http://news.liputan6.com/read/223764...ya-dengan-blbi
http://www.merdeka.com/peristiwa/pim...-dan-blbi.html
0
1.2K
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan