NEGERI TERUMBU BIRU
Oleh: Parangdjati
Genre: Roman, Kehidupan
Theme: Long Distance Relationship, Travelling
Age: After College/Before Marriage
Spoiler for Cover:
Pengantar:
_________________________________________________
Radit dan Lastri, sepasang kekasih yang terlibat dalam hubungan jarak jauh yang berpasang surut seperti lautan yang memisahkan mereka. Tidak hanya satu, atau dua. Tetapi tiga bahkan lebih negeri di Nusantara mereka singgahi.
Spoiler for Sebuah Awal:
Dalam suatu waktu pertemuan bulan November di Yogyakarta, Radit memulai kata.
“Mari kita mulai dengan pertanyaan yang biasa: Benarkah semua terjadi begitu saja?. Ah tidak, kurasa begini: Akankah semua akan terjadi begitu sana?. Tentu aku dan kamu berharap tentang suatu pilihan yang lain, suatu warna, atau sebuah sensasi yang menarik kuat seperti gravitasi – Tetapi akankah kita tahan dengan kebosanan?, sesuatu yang begitu saja?, atau rasa yang hambar di lidah?.”
Lastri tidak segera menjawab, dia berupaya mencerna apa yang Radit baru saja katakan. Nampak kemudian dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak jadi. Setelah satu tegukan minuman di cangkirnya, baru dia menanggapi kekasihnya.
“Mungkin lebih baik kujawab dengan tanya begini: Menurutmu?”
“Aku sanggup”
Radit menanggapi dengan segera. Sejenak hening hinggap pada meja kayu diantara mereka. Lastri kembali menghirup satu tegukan lagi, tetapi ia belum ingin bicara.
“Aku tahu aku sanggup sebelum aku mengatakan hal tadi.”
“Lantas kenapa kamu bertanya Dit?.”
“Tentang kamu Lastri.”
“Jangan meremehkanku. Kamu mengenalku.”
Radit tersenyum kecut, dan Lastri geli memandang senyum itu di wajah Radit.
“Kamu selalu jujur, kenapa aku takut?.”
“Kamu masih menginginkan warna.”
“Kebenaran itu dikotil, keduanya tidak menjadi salah kan?.”
Radit terdiam, ia hanya memandangi kekasihnya. Dia tahu itu tidak pernah salah, sama sekali tidak. Karena demikianlah dia mencintai Lastri: Mawar yang tangguh, lengkap dengan segenap durinya.
Lastri memandangi Radit yang mulai beranjak dari kursi kayunya. Kekasihnya itu bersiap memakai tas dan ransel yang sejak tadi digeletakan dibelakang kursi. Pemandangan yang sudah terjadi berulang kali di depan Lastri.
“Negeri Terumbu Biru, ya kita harus punya tujuan. Hanya saja berapa lama, aku tidak tahu.”
“Pelan-pelan saja sayang.”
Di pipi lelakinya ia jejakkan kecupan. Lalu derum taksi terdengar, perlahan-lahan lirih lalu sunyi. Senja kini menggantung di langit Yogyakarta: sebuah akhir dari hari, dan segalanya dimulai lagi. Lastri berusaha berdiri, dia tahu bahwa dia tidak sendiri: Situasi seperti ini telah menjadi biasa dalam derita kisah anak manusia ketika jarak seperti tiada lagi dalam deru pacu teknologi.
Tetapi bersama senja, masih tersisa tanya: Benarkah segalanya akan terus biasa saja?, seperti ini?.
Bagaimana kisah mereka?, Ikuti terus thread Negeri Terumbu Biru.