Kali ini gw akan bercerita tentang sebuah kisah klasik yang terus berputar di memori gw, kisah yang membawa gw kembali ke masa lalu, sebuah kisah tentang cinta sederhana, cinta sepasang anak manusia yang tengah beranjak dewasa. Kisah cinta yang terangkum dalam sekuntum mawar abadi. Baiklah, saatnya kini gw hidupkan mesin waktu dan memutar kembali kisah yang telah berlalu.

Dialah persembahan dari surga,
yang datang membawa secawan anggur
dari sungai abadi,
lalu menyiramkannya ke hati yang kering.

dialah si burung phonix,
yang turun dari khayangan dengan sayap apinya.
sayap yang mengepak bagai alunan gelombang laut merah.
dari tiap sayapnya terdapat 70 bilah pisau yang mengkilap-kilap,
dan dari setiap pisau terdapat 70 duri yang berkerlap-kerlip,
dan dari tiap duri terdapat 70 jenis racun yang menetes-netes.

dia turun lalu menyapaku,
dengan sayapnya yg mengerikan dia rangkul tubuhku,
hingga mengalirkan darah merah,
yang membuat rangkaian mawar putih menjadi merah dan putih.
semerah itulah cintaku, lebih merah dari letusan api gunung kelud,
seputih itulah kasihku, lebih putih dari hamparan salju di puncak jaya.

Dialah si pipi merah