- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jika Jessica (Nanti) Tak Bersalah, Tapi Meninggal, Dapat 600 Juta.


TS
hasanputra888
Jika Jessica (Nanti) Tak Bersalah, Tapi Meninggal, Dapat 600 Juta.
Jika J nantinya dinyatakan tidak bersalah, J wajib berterima kasih pada Pak Jokowi. Walaupun Kompensasi Itu Belum Sebanding Penderitaan Korban Salah Tangkap
Kenapa?
http://poskotanews.com/2015/11/26/ko...salah-tangkap/
PARA korban salah tangkap, peradilan sesat dan rakayasa kasus sangat berterima kasih kepada kepedulian Presiden Jokowi. Sebab aturan kompensasi yang 32 tahun tak pernah direvisi, baru di era Jokowi berani mengubahnya. Meski sebetulnya jumlahnya belum sebanding dengan derita korban dan keluarganya, tapi ini sebuah kemajuan luar biasa. Sebetulnya, bila kompensasinya lumayan tinggi, akan membuat aparat penegak hukum polisi-jaksa-hakim bekerja lebih hati-hati.
Kemarin Menkumham Yasona Laoly mewartakan bahwa rumusan jumlah uang ganti rugi korban salah tangkap dan peradilan sesat, sudah berhasil ditetapkan. Tinggal diserahkan ke Presiden untuk dibuatkan PP-nya. Katanya, jumlahnya 200 kali lipat dari aturan sebelumnya, dan langsung dibayarkan 2 minggu setelah ada putusan pengadilan.
Bertolak dari kasus peradilan sesat Sengkon-Karta di Bekasi, tahun 1983 Presiden Soeharto mengeluarkan PP bahwa korban salah tangkap/peradilan sesat yang ringan ganti ruginya Rp 5.000,- sedangkan sampai cacat Rp 1 juta dan meninggal sebanyak Rp 3 juta. Ironisnya, sampai tahun 2015 PP No. 27/1983 itu tak pernah direvisi, tetap segitu-segitunya. Bak kitab suci laiknya, presiden-presiden penerus Soeharto tak ada yang berniat merevisinya.
Tahun 1983, jumlah itu memang masih lumayan, sedangkan sekarang, uang Rp 3 ribu hanya dapat krupuk barang 2-3 biji. Dan sekarang, setelah dilipatkan 200 kali, korban salah tangkap itu diganti rugi Rp 500.000. Jika hanya luka-luka ringan. Tapi yang sampai cacat kompensasinya Rp 100 juta. Untuk yang meninggal dunia Rp 600 juta.
Sebetulnya jumlah itu tak sebanding dengan penderitaan keluargha korban, terutama yang sampai meninggal. Ganti rugi sampai miliaran pun juga pantas. Sebab jika yang jadi korban itu kepala keluarga, berati akan memutus mata rantai keluarga itu mengembangkan diri. Anak yang mestinya jadi dokter atau insinyur, bisa gagal akibat kehilangan ayah mereka.
Bila ganti ruginya dibuat sangat tinggi, otomatis akan memberi pembelajaran bagi para penegak hukum untuk tidak bekerja asal-asalan. Sebab karena kecerobohan mereka sebuah keluarga menjadi berantakan.

Kenapa?
http://poskotanews.com/2015/11/26/ko...salah-tangkap/
PARA korban salah tangkap, peradilan sesat dan rakayasa kasus sangat berterima kasih kepada kepedulian Presiden Jokowi. Sebab aturan kompensasi yang 32 tahun tak pernah direvisi, baru di era Jokowi berani mengubahnya. Meski sebetulnya jumlahnya belum sebanding dengan derita korban dan keluarganya, tapi ini sebuah kemajuan luar biasa. Sebetulnya, bila kompensasinya lumayan tinggi, akan membuat aparat penegak hukum polisi-jaksa-hakim bekerja lebih hati-hati.
Kemarin Menkumham Yasona Laoly mewartakan bahwa rumusan jumlah uang ganti rugi korban salah tangkap dan peradilan sesat, sudah berhasil ditetapkan. Tinggal diserahkan ke Presiden untuk dibuatkan PP-nya. Katanya, jumlahnya 200 kali lipat dari aturan sebelumnya, dan langsung dibayarkan 2 minggu setelah ada putusan pengadilan.
Bertolak dari kasus peradilan sesat Sengkon-Karta di Bekasi, tahun 1983 Presiden Soeharto mengeluarkan PP bahwa korban salah tangkap/peradilan sesat yang ringan ganti ruginya Rp 5.000,- sedangkan sampai cacat Rp 1 juta dan meninggal sebanyak Rp 3 juta. Ironisnya, sampai tahun 2015 PP No. 27/1983 itu tak pernah direvisi, tetap segitu-segitunya. Bak kitab suci laiknya, presiden-presiden penerus Soeharto tak ada yang berniat merevisinya.
Tahun 1983, jumlah itu memang masih lumayan, sedangkan sekarang, uang Rp 3 ribu hanya dapat krupuk barang 2-3 biji. Dan sekarang, setelah dilipatkan 200 kali, korban salah tangkap itu diganti rugi Rp 500.000. Jika hanya luka-luka ringan. Tapi yang sampai cacat kompensasinya Rp 100 juta. Untuk yang meninggal dunia Rp 600 juta.
Sebetulnya jumlah itu tak sebanding dengan penderitaan keluargha korban, terutama yang sampai meninggal. Ganti rugi sampai miliaran pun juga pantas. Sebab jika yang jadi korban itu kepala keluarga, berati akan memutus mata rantai keluarga itu mengembangkan diri. Anak yang mestinya jadi dokter atau insinyur, bisa gagal akibat kehilangan ayah mereka.
Bila ganti ruginya dibuat sangat tinggi, otomatis akan memberi pembelajaran bagi para penegak hukum untuk tidak bekerja asal-asalan. Sebab karena kecerobohan mereka sebuah keluarga menjadi berantakan.



0
3.6K
28


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan