malam.
Perang Dunia ke 2 yang berakhir sekitar tahun 1945, seperti diketahui bersama, berlangsung di 3 front utama yaitu Eropa, Asia dan Afrika, teater Afrika terjadi di wilayah Afrika Utara dan terhenti sebelum merembet ke selatan karena kekalahan Jerman dan Italia.
meskipun Jerman/Axis kalah namun teater Afrika melahirkan legenda tentang ketangguhan DAK atau korps Afrika yang tersohor dengan Erwin "sang serigala padang pasir" Rommel sebagai pemimpinnya.
Afrika Korps di teater Afrika terdiri dari 15th Panzer Division dan 21st Panzer Division sebagai kekuatan inti korps dengan ditunjang oleh divisi bermotor ringan 90th Light Afrika Division,164th Light Afrika Division serta pasukan infanteri pendamping lapis baja dari 334th Infantry division dan brigade komando para, Fallschirmjäger, Ramcke Parachute Brigade.
meski seringkali harus berhadapan dengan kekuatan lawan yang 2 x lipat (atau kadang malah 3x lipat) lebih unggul, Kops Afrika tetap mampu bertempur dengan baik dan bahkan - di beberapa kejadian - mampu membuat serangan balik yang membuat tentara sekutu kelabakan.
disaat pasukan pasukan Jerman (khususnya dari pasukan SS) di berbagai teater/ tempat lain dihujat sebab kekejamannya, pasukan Korps Afrika tetap mempertahankan semangat chivalry dan honour, hingga di akhir perang korps Afrika tetap bersih dari war crimes.
prestasi Korps Afrika ini tak lepas dari peran komandannya, Rommel, ia adalah salah seorang Jenderal yang brilian di PD 2, Rommel menolak perintah untuk membunuh tawanan dan juga orang Yahudi yang tertangkap, tapi bukan sebab itu Rommel disebut brilian, dalam peperangan ia mampu mengatur pasukannya yang serba terbatas secara logistik untuk tetap bisa berfungsi sebagai kekuatan tempur yang ditakuti dan itulah yang menjadikan Rommel dan Korps Afrikanya disegani.
Rommel, Si Jago Afrika Itu
Nama Jenderal Heins Guderian sebagai Bapak Tank Jerman tidak ada yang menurunkan pamornya hingga akhir tahun 1940. Akan tetapi mulai tahun 1941, nama Jenderal Erwin Rommel mencuat ke permukaan. Srigala Gurun ini mengalahkan pamor semua jenderal perang saat itu. Kiprah Rommel mencapai puncaknya kola diturunkan Hitler di wilayah Libya. Rommel berhasH mengusir balik Inggris, walau dengan akhir yang begitu dramatis.
Ketika pemimpin Fasis Italia Bennito Mussolini menyatakan perang terbuka dengan pihak sekutu pada 10 Juni 1940, ia telah memastikan bahwa di Libya dirinya telah menempatkan sedikitnya 157.000 tentara dari total 1.000.000 personel yang ia miliki di kawasan Afrika. Sementara di Mesir, tetangga Libya, ia pun tahu bahwa Inggris hanya memiliki sekitar 36.000 tentara saja untuk mernaga Terusan Suez dan ladang-ladang minyak milik Arab.
Sebenarnya, keputusan Mussolini untuk menyerang Inggris dan Mesh saat itu dinilai masih terlalu dini. Meski iumlah tentaranya besar, sebenarnya perlengkapan senjata artileri yang dimilik tentara Italia terbilang masih minim. Senjata artileri dan tanknya tidak cukup modem. Moril para tentara Italia saat itu terbilang ielek, lantaran makanan dan barak yang ielek. Dari 14 divisi Italia di Libya, hanva tiza divisi saja yang masih bersemangat untuk berperang. Tiga divisi itu tak lain adalah pasukan Kemeja Hitam, bentukan langsung Mussolini.
Meski demikian, Mussolini tetap pada keputusannya. Ia ingin segera mengusir Inggris dari Mesir. Hal ini terdorong oleh rasa ingin kalah dari sohibnya Adolf Hitler yang pada saat itu bersamaan melancarkan serangan ke wilayah Inggris dengan nama Operasi Seeloewe (Singa Laut). Kalau Hitler saja berani, kenapa saya tidak? Kira-kira begitu pikiran Mussolini.
Keputusan untuk mengusir Inggris secepatnya dari Mesir, ditentang oleh komandan pasukan Marsekal Rudolfo Graziani. Graziani mengatakan kepada sang dewa bahwa tentaranya belum siap. Medan gurun di Afrika butuh perbekalan air yang memadai untuk tentaranya, sementara saat itu moril tentara Italia sedang runtuh. Graziani meminta waktu agak lama untuk melakukan persiapan.
Mengapa cerita invasi pasukan Italia ke Mesir untuk mengusir pasukan Inggris ini diutarakan dalam bab Rommel? Tidak lain karena pada saatnya nanti, Rommel iah yang diutus Adolf Hitler untuk kembali memenangkan pertempuran setelah pasukan Graziani nyata-nyata tidak bisa menyerang Inggris. Bahkan sebaliknya dipukul mundur habis oleh Inggris.
pasukan Italia di Afrika Utara
Kita teruskan sedikit mengenai tentara Italia. Setelali beberapa kali Graziani meminta pengunduran waktu invasi demi persiapan pasukan, akhirnya Bennito Mussolini tak sabar pula dengan kata-kata yang disampaikan Graziani. Pada September 1940, Mussolini mendesak Graziani untuk segera melakukan penyerangan ke Mesir. Permintaan Mussolini kali ini tidak main-main. Ia bahkan mengancam akan memecat Graziani bila tidak mau melaksanakan titahnya itu.
Akhirnya, pada 13 September 1940, Marsekal Rudolfo Graziani beserta lima divisi pasukannya mulai melancaraka serangan menuju Mesir. Sebelum sampai di jantung Mesir, Graziani mesti menguasai dulu kota-kota perbatasan Libya-Mesir. Seperti kota Musaid, Sollum, Sidi Barani, Matruh, Sidi Otmar, Tobruk dan lainnya.
Pagi hari 13 September, kota Musaid mulai berubah wajah. Tembakan-tembakan senjata artileri memecah kesunyian kota. Setelah itu kota Sollum, hujan tembakan dan debu Cumiat di sepanjang pemandangan kota. Setelah pemandangan kembali terbuka, tampaklah iring-iringan sepeda motor, tank ringan dan berbagai kendaraan bermotor. Mereka tidak lain adalah tentara Inggris yang mulai mundur teratur dari Sollum. Mereka menarik diri menuju Sidi Barani.
Sidi Barani berhasil dikuasai tentara Italia pada 17 September 1940. Alangkah girangnya Mussolini. Ia begitu yakin bahwa pasukannya yang dikhawatirkan Graziani ternyata memang bisa memukul Inggris hingga Sidi Barani. Tentara Inggris itu kini mundur lagi ke kota Matruh. Tetapi, kegirangan Mussolini tidak berlanjut Graziani mogok melanjutkan serangan menuju Matruh. Padahal, sejatinya Mussolini ingin melakukan serangan jauh hingga ke Yunani. Sebelum ke Yunani, Matruh dan kota-kota lainnya, dalam pandangan Mussolini, harus dihabisi dulu.
Mengapa Graziani mogok? Sudah dijelaskan sebelumnya, sebenarnya kondisi di lapangan amatlah tidak mendukung. Di Sidi Barani, Graziani bermaksud istirahat sambil menunggu kiriman logistik dan senjata baru. Ia amat tidak yakin bila serangan tetap dilanjutkan akan memberikan kemenangan sebagaimana diharapkan Mussolini. Bahkan, dalam pengusiran pasukan Inggris hingga ke kota Matruh pun, pihak Italia sebenarnya mengalami tingkat keguguran prajurit lebih tinggi dari tentara Inggris yang mundur teratur. Tetapi semua tidak digubris oleh sang pemberi perintah, Pemimpin Fasis Bennito Mussolini.
Diserang balik
Keputusan Graziani untuk menunda penyerangan hingga dua bulan ke depan jelas sangat beralasan karena faktor-faktor yang disebut tadi. Graziani berencana melanjutkan penyerangan ke Terusan Suez kira-kira pertengahan Desember. Kesempatan ini nyata-nyata dimanfaatkan Jenderal Inggris bernama Archibald Wavell.
Wavel memanfaatkan situasi lemah pasukan Graziani dengan melakukan penyerangan terlebih dahulu pada tanggal 6 Desember 1940. Wavell melakukan penyerangan hanya menggunakan dua divisi pasukan. Satu diantaranya adalah divisi lapis baja. Sementara di Sidi Barani, Graziani masih memiliki sekitar tujuh divisi.
Meski demikian, dua divisi pasukan Wavell nyatanya lebih kuat dari tujuh divisi yang dimiliki Graziani. Hanya dalam tempo tidak lebih dari tigahari, tentara Italia berhasil didepak oleh pasukan Inggris dibawah pimpinan Wavell. Akibat penyerangan ini lebih dari 38.000 tentara Italia berhasil ditawan Inggris. Sebanyak 237 meriam dan 73 tank ringan dan medium berhasil dirampas. Bagaimana dari pihak Inggris? Tentara tewas hanya 624 orang saja.
Kemenangan Wavell sangat gemilang. Inggris tidak hanya berhasil mengusir Italia dari Mesir, tetapi bahkan memporakporandakan pasukan Italia di basisnya sendiri, Libya. Italia mundur sekitar 800 km dari Mesir. Tepatnya di kota Beda Fomm, Agedabia. Penyerangan Inggris di Libya mulai dilakukan pada 9 Desember 1940 dan berakhir 10 minggu kemudian.
Dua divisi Jenderal Archibald Wavell melawan tujuh divisi dan total 10 divisi pimpinan Marsekal Graziani, adalah prestasi sangat besar. Italia mengalami kerugian pasukan sebanyak 130.000 orang, 380 tank dan 845 pucuk meriam. Sementara dari pihak Inggris, hanya tercatat total kurang dari 2.000 jiwa tewas.
Prestasi mencengankan dicapai Inggris inilah yang kemudian memancing kemarahan Pemimpin Nazi Jerman Adolf Hitler. Hitler benar-benar geram Inggris telah mendepak dan mencincang pasukan Italia keluar dari basisnya sendiri di Afrika Utara.
Bulan Januari ketika Tobruk telah dikuasai Inggris, Adolf Hitler segera memanggil dan mengangkat Jenderal Erwin Rommel memimpin pasukan melawan Inggris di wilayah Afrika Utara. Bagaimanapun, Hitler merasa terhina sekutunya, Italia, diinjakinjak Inggris dengan mudah. Sebaliknya di pihak Italia, Marsekal Graziani mengundurkan diri Februari 1941.
BERSAMBUNG di post berikutnya ..