Kaskus

Entertainment

michelletasyaAvatar border
TS
michelletasya
Perlukah Kita Merayakan Imlek Besar Besaran?
Saya sebagai orang Tionghoa turut merayakan Imlek dan mengucapkan Gong Xi Fat Cai kepada sesama warga Tionghoa yang merayakan. Tetapi saya ingin diskusi perlukah kita sebagai bangsa Indonesia ikut merayakan Imlek besar besaran. Tetapi pembahasannya NO SARA ya kalau yang melanggar bisa diadukan ke moderator.

Begini gan, jumlah orang Tionghoa di Indonesia hanya sekitar 3%-4% berarti ada lebih dari 95% rakyat Indonesia yang tidak merayakan Imlek. Apakah ini berarti ada pemaksaan budaya minoritas? Sebagai perbandingan di luar negeri justru Indonesia menjadi satu satunya negara minoritas Tionghoa yang ada libur nasional Imlek dan perayaan Imlek besar besaran. Simbol Imlek seperti Lampion dll terpasang di tempat publik seperti Mall, hotel, bank, kantor dll. Di negara minoritas Tionghoa lain seperti Amerika Eropa India Jepang dan Arab tidak ada libur nasional Imlek dan perayaan Imlek terbatas di Chinatown. Ada juga warga lokal ikut menyaksikan pawai Imlek tetapi tempat publik di Amerika Eropa India Jepang dan Arab jarang memasang simbol Imlek.

Kalau misalkan perayaan Imlek untuk mengangkat budaya minoritas kenapa suku minoritas lain seperti Aceh, Batak, Melayu, Betawi, Dayak, Banjar, Madura Toraja, Minahasa, NTT, Maluku, Papua kok tidak diangkat budayanya?

Ada dugaan perayaan Imlek besar besaran karena orang Tionghoa identik orang kaya sehingga diutamakan budayanya. Bahkan Imlek lebih ramai dari Lebaran dan Natal. Hal ini kurang tepat karena tidak semua orang Tionghoa kaya. Jumlah orang Tionghoa ada sekitar 9 Juta orang dan 77% atau 7 Juta orang hidup di luar Jawa. Rinciannya 40% di Sumatera, 22% di Indonesia Timur dan 15% di Kalimantan. Hanya 23% orang Tionghoa yang berada di Jawa yaitu 6,5% di Jakarta, 6,5% di Jabar Banten dan 9% di Jateng Jatim. Padahal pusat ekonomi 60% di Jawa, 23% di Sumatera, 10% di Indonesia Timur dan 7% di Kalimantan. Mayoritas orang Tionghoa di luar Jawa hidup biasa sebagai petani, nelayan, pegawai atau pedagang kecil.

Hanya di Jawa saja banyak orang Tionghoa kaya di swasta besar. Tetapi ada sebagian orang Tionghoa biasa di Jawa bekerja sebagai staf swasta atau pedagang kecil. Banyak orang pribumi kaya dari PNS, BUMN, TNI Polri, dokter negeri atau pengusaha menengah. Simpanan perbankan Indonesia 60% di bank BUMN yang penabungnya dominan pribumi.

Di Jakarta distribusi orang Tionghoa terbesar 32% di Jakut, 22% di Jakbar, 17% di Jaktim, 17% di Jaksel dan 10% di Jakpus. Padahal distribusi simpanan perbankan dan mobil di Jakarta : 40% di Jaksel, 30% di Jakpus, 13% di Jakbar, 10% di Jakut dan 7% di Jaktim.

Kalau agan perhatikan seksama justru 72% orang Tionghoa ada di Jakbar, Jakut dan Jaktim. Padahal ketiga daerah itu hanya memegang 30% dari kekayaan Jakarta. Banyak orang pribumi Jawa kaya dari PNS BUMN dokter atau pengusaha menengah di Jaksel. Bahkan saat pilpres wilayah Jaksel dimenangkan Prabowo 52%. Sdh rahasia umum banyak pribumi Jawa kaya suka Prabowo.

Persepsi orang Tionghoa kaya justru memberatkan kaum Tionghoa karena dipaksa membayar pajak tinggi untuk menggaji orang pribumi kaya. Dan dunia konsumsi kurang berkembang krn hanya menarget orang Tionghoa.

Sekian dari pendapat ane. Coba sharing pendapat agan. Maaf kalau ada kesalahan dan please jangan SARA.
0
2K
26
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan