- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jokowi: Media Online Tak Patuh Kode Etik Jurnalistik


TS
nubi.genit
Jokowi: Media Online Tak Patuh Kode Etik Jurnalistik
Quote:

TEMPO.CO, Mataram - Presiden Joko Widodo meminta pers patuh terhadap kode etik jurnalistik. Menurut dia, jika diabaikan maka pemberitaan menjadi tidak akurat dan tidak berimbang dan campur aduk dengan opini.
“Saya membaca media online, ada ketidak-patuhan terhadap kode etik jurnalisme,” kata Jokowi dalam puncak acara Hari Pers Nasional 2016 yang digelar di Pantai Kuta Lombok Tengah, Selasa 9 Februari 2016.
Menurut Jokowi, pada era sekarang pemerintah tak bisa menekan pers. Sebaliknya, pers saat ini yang menekan pemerintah dan pers ditekan persaingan industri. “Ini hal-hal yang harus dihindari,” katanya.
Jokowi mengatakan, dalam era kebebasan pers saat ini, ada banyak yang memuat berita yang baik sehingga bisa menjadi vitamin yang menyehatkan. “Tapi kadang-kadang ada yang mengganggu kesehatan pikiran kita,” kata Jokowi.
Dia berharap media bisa memuat pemberitaan yang membangun optimisme etos kerja sehingga bisa melahirkan produktivitas. Bukan sebaliknya, mempengaruhi persimisme dan terjebak berita sensasional. “Apalagi ditambah-tambah,” ujar dia.
Jokowi mencontohkan beberapa media yang menulis berita yang bisa membuat persimisme, seperti berita yang berjudul ‘Indonesia Diprediksi Hancur’, ‘Semua Pesimistis Target Pertumbuhan Ekonomi Tercapai’. “Padahal pers adalah media pembentuk moral,” katanya.
Jokowi meminta media tidak bertumpu pada rating dalam kompetisi industri pers. Dia juga berharap setiap stasiun televisi menayangkan lagu-lagu nasional seperti Garuda Pancasila atau Padamu Negeri. “Alangkah bagusnya kalau ditayangkan prime time, bukan tengah malam,” katanya.
SUPRIYANTHO KHAFID
Jokowi: Pers Jangan Hanya Bertumpuk pada Rating

REPUBLIKA.CO.ID, KUTA -- Presiden Joko Widodo berharap industri pers atau media di Indonesia tidak hanya mengejar peringkat (rating). Sebab, pers memiliki peran untuk pembentukan karakter, mentalitas, dan moralitas masyarakat.
Selain itu, pers harus bisa menghadirkan berita yang objektif dan selalu memberikan tempat pada pemikiran dan gagasan terbaik masyarakat. "Kita ini (pers/media) mengejar rating dan kompetisi. Memang industri pers harus berkompetisi dan mengejar rating. Alangkah sangat bagus kita bukan bertumpuk pada rating,” ujarnya saat memberikan sambutan dalam acara puncak Hari Pers Nasional (HPN) di Pantai Kuta, KEK Mandalika, Selasa (9/2).
Menurutnya, sebagian waktu khususnya di bagian prime time di televisi lebih baik diberikan untuk memunculkan lagu-lagu kebangsaan. Sebab, berita-berita yang memunculkan pesimisme di masyarakat jika diteruskan, akan muncul ketidakpercayaan.
Padahal, era persaingan dan kompetisi antarnegara membutuhkan kepercayaan. "Inilah saya kira hal yang harus dihindarkan bersama agar dalam rangka membangun kepercayaan bisa betul dilakukan," ucap dia.
Jokowi menuturkan, dengan adanya kepercayaan, arus modal, investasi, dan modal akan masuk dan mengalir. Namun, jika tidak ada kepercayaan, jangan diharapkan arus uang, investasi, dan modal bisa masuk.
Kepercayaan tersebut yang bisa membangun adalah media. "Kepercayaan itu yang bisa membangun adalah media. Karena, persepsi dan citra muncul karena berita yang kita bangun,” kata dia.
Jokowi menambahkan, keinginan untuk memberitakan secara cepat sering kali mengabaikan kode etik jurnalistik dan pemberitaan sehingga berita yang dihasilkan tidak akurat dan tidak berimbang. Bahkan, berita yang ada bercampur aduk antara fakta dan opini dan kadang-kadang menghakimi seseorang. “Ini sangat berbahaya sekali,” ujarnya.
Dulu, menurutnya, tekanan terhadap pers datang dari pemerintah, tapi kini pers yang menekan pemerintah. “Tetapi yang menekan pers siapa, yang pasti industri media karena persaingan. (Pers) ditekan dari lingkungan sendiri,” katanya.
Hari Pers Nasional, Fadli Zon Bicara soal Media Digital

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Fadli Zon, mengatakan pers nasional memiliki peran sangat besar dalam mengawal demokrasi dan pembangunan. "Selain butuh ruang kebebasan pers, kita memerlukan pers yang bertanggung jawab atas apa yang disiarkannya kepada publik," kata politikus Partai Gerindra tersebut dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 9 Februari 2016.
Rilis Fadli Zon ini disebarkan untuk menanggapi Hari Pers Nasional pada Selasa, 9 Februari 2016. Dewan Redaksi Majalah Sastra Horison itu mengatakan, konten-konten media sangat mempengaruhi pola pikir serta perilaku masyarakat. Karena itu, menurut dia, pers harus mempunyai spirit edukasi. "Jangan sampai media dibentuk oleh kepentingan pragmatis," katanya.
Di tengah iklim pers yang semakin terbuka ini, kata Fadli, media-media massa pun menjumpai tantangan di mana mereka harus menghadirkan berita obyektif. Media, menurut dia, tidak boleh menjadi alat propaganda bagi kepentingan pemilik.
"Pers jangan sampai kehilangan obyektivitas karena dimiliki pengusaha yang punya afiliasi politik dan kekuasaan. Kita membutuhkan kepemimpinan pers yang berani dan berintegritas seperti Mochtar Lubis," ujarnya.
Tantangan lain yang tengah dialami oleh pers, kata Fadli, semakin berkembangnya teknologi digital. Transformasi media dari cetak ke online sedikit banyak mempengaruhi pers. "Belum lagi media sosial yang melibatkan publik dengan interaksi super cepat, tanpa jarak dan waktu," dia menuturkan.
Fadli berharap, ke depan, pers semakin profesional. Menurut dia, negara maju harus ditopang pers yang berkualitas, berintegritas, dan berpihak pada kepentingan nasional. "Selamat Hari Pers Nasional," ujar Fadli.
ANGELINA ANJAR SAWITRI
sumber
https://nasional.tempo.co/read/news/...ik-jurnalistik
https://nasional.tempo.co/read/news/...-media-digital
http://nasional.republika.co.id/beri...uk-pada-rating
yang penting namanya siaran harus berlandaskan fakta yg ada tidak dalam porsi melebih2kan atau mengurang-ngurangi...

0
4.3K
Kutip
65
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan