Kaskus

News

ts4l4saAvatar border
TS
ts4l4sa
Nggak dinyana, Jogya yg Kota Budaya itu, ternyata wuakehh Wong Gendengnya!
Wow! Ternyata Banyak Orang Gila di DIY
Kamis, 8 Januari 2015 08:51

Nggak dinyana, Jogya yg Kota Budaya itu, ternyata wuakehh Wong Gendengnya!
Wiratman dengan kondisi terpasung hidup di sebuah bangunan yang terpisah dari rumahnya, Rabu(19/11). Wiratman dipasung karena mengalami gangguan jiwa

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Persentase penderita gangguan jiwa DIY tertinggi dibanding provinsi lain se-Indonesia. Hingga saat ini, ada sekitar 9.000 orang yang terdata sebagai Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) se-DIY.

"Setiap 1.000 penduduk ada 2,7 orang berstatus Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)," kata Kepala Dinas Kesehatan DIY Arida Oetami, Rabu (7/1/2015). Prevalensi itu jauh lebih tinggi dibanding skala nasional yakni 1,7 ODGJ setiap seribu penduduk.

Menurut Arida, ada beberapa faktor penyebab tingginya angka gangguan jiwa di DIY. Satu diantaranya ialah, kebiasaan orang Yogya memendam permasalahan. "Hanya dipendam saja, menumpuk terakumulasi akhirnya menuju ke sana (gila)," jelasnya.

Apakah kemiskinan jadi satu diantaranya penyebabnya? Ternyata tidak. Arida menyebut, penderita gangguan jiwa tidak semuanya muncul dari kantong-kantong kemiskinan. "Bukan mutlak soal ekonomi," tandas mantan Direktur Utama RS Ghrasia Pakem itu.

Ironisnya, masyarakat masih banyak yang tak paham bagaimana idealnya menangani ODGJ tersebut. Pemasungan masih banyak dilakukan meski gubernur telah menerbitkan larangan pemasungan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 81 Tahun 2014 tentang Sosialisasi Pedoman Penanggulangan Pemasungan.

"Nyatanya di lapangan masih ada pemasungan, terutama di wilayah kabupaten. Harusnya ditangani medis," terang Kepala Dinas berhijab itu.

Anggota Komisi D DPRD DIY Zuhrif Hudaya mengatakan, kondisi DIY itu merupakan anomali. Di satu sisi, angka gangguan jiwa tinggi. Di sisi lain, indeks kebahagiaan, indeks harapan hidup maupun indeks pembangunan manusia di DIY juga tertinggi nasional. Namun, politikus PKS itu mengapresiasi, upaya penanganan gangguam jiwa di DIY sudah baik.

"Kita memiliki rumah sakit khusus (RS Ghrasia Pakem), dokter spesialis mencukupi, pelayanan dan fasilitasnya mumpuni," kata Zuhrif.
http://jogja.tribunnews.com/2015/01/...ng-gila-di-diy


Puluhan Ribu Warga Yogyakarta Alami Gangguan Jiwa
SELASA, 26 FEBRUARI 2013 | 18:33 WIB

Nggak dinyana, Jogya yg Kota Budaya itu, ternyata wuakehh Wong Gendengnya!
Sejumlah penderita psikotik (gangguan jiwa), mengikuti acara Pelepasan Ex Psikotik di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih Surabaya, (4/2). ANTARA/Eric Ireng

TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebanyak 31.168 warga Kota Yogyakarta mengalami gangguan jiwa. Dari jumlah itu, 568 orang merupakan penderita gangguan jiwa berat, sedangkan 30.600 orang tergolong penderita gangguan jiwa ringan. “Jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa di Yogyakarta cukup tinggi. Angka perkiraannya adalah 0,5 persen dari total jumlah penduduk di kota,” kata Kepala Sub Bidang Fasilitasi Pelayanan Medik Rumah Sakit Jiwa Grhasia, Joep Djojodibroto, Selasa, 26 Februari 2013.

Membengkaknya jumlah penderita gangguan jiwa itu mendorong Pemerintah Kota Yogyakarta bekerja sama dengan Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY membentuk kader untuk mendeteksi orang yang berpotensi mengalami gangguan jiwa. Rumah Sakit Jiwa Grhasia memberikan pelatihan kepada 30 kader yang berasal dari masyarakat. “Kader-kader itu akan turun ke lapangan untuk mendeteksi gejala-gejala awal orang yang mengalami gangguan jiwa,” katanya.

Kader itu akan ditempatkan di Kelurahan Prenggan dan Purbayan setelah mendapatkan pelatihan dan materi tentang gangguan jiwa akhir Maret mendatang. Mereka akan terjun ke masyarakat pada April. Satu orang kader menangani 20 kepala keluarga. “Kader akan mengamati tingkah laku dan pola hidup masyarakat. Mereka diajak bicara secara terbuka,” katanya. Sebelumnya, metode deteksi gejala sakit jiwa ini sudah diterapkan di kabupaten-kabupaten di DIY.

Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Masyarakat Rumah Sakit Jiwa Grhasia, Dianingtyas Agustin, mengatakan pasien yang mengalami gangguan jiwa rata-rata membutuhkan waktu 42 hari untuk perawatan. Pengobatannya tergantung kondisi pasien. “Pasien rata-rata mengalami stress karena tekanan ekonomi,” katanya
http://nasional.tempo.co/read/news/2...-gangguan-jiwa


Marak Penderita Gangguan Jiwa di Jogya akibat Pernikahan Sedarah
Rabu, 06 Mei 2015 , 03:30:00

Nggak dinyana, Jogya yg Kota Budaya itu, ternyata wuakehh Wong Gendengnya!

JOGJA – Kasus pernikahan sedarah di Kota Jogja belum benar-benar nihil. Dari temuan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Panti Karya, banyak kasus pernikahan sedarah yang berujung pada gangguan jiwa.

Kepala UPT Panti Karya Waryono menjelaskan, fenomena pernikahan sedarah di Jogja paling banyak ditemukan di wilayah Kotagede. Hal itu otomatis berdampak pada genetis keturunan yang dihasilkan.

Menurutnya, banyak keturunan dari pernikahan yang masih memiliki hubungan darah berujung pada gangguan jiwa. ”Jumlah penderita gangguan jiwanya masih sangat tinggi,” kata Waryono seperti dikutip Radar Jogja.

Ia menjelaskan, angka kerentanan warga Kota Jogja mengalami gangguan jiwa memang cukup tinggi. Dari penelitian Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2013 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diketahui bahwa setiap seribu orang terdapat ada 1,7 yang terkena gangguan jiwa berat. Totalnya, kini ada 2000 warga DIY yang terkena gangguan jiwa berat. Sedangkan angka penderita gangguan jiwa sebesar 2,8 persen atau di kisaran 4000-6000 orang.

Menurut Waryono, angka itu sebenarnya bisa ditekan. Yakni, dengan adanya sosialisasi tentang risiko pernikahan sedarah.

Sebagai langkah pencegahan, pihaknya membentuk tiga kampung di Kota Jogja yang ramah jiwa. Ketiga kampung itu merupakan pilot project penanganan penderita gangguan jiwa. ”Baik dari pencegahan, penanganan dengan sumber daya manusianya, maupun infrastruktur,” jelasnya.

Tiga kampung yang ditetapkan sebagai kampung ramah jiwa tersebut, antara lain Giwangan, Pandean, dan Bron-tokusuman. Ketiga kampung tersebut, dianggap sangat mumpuni terutama SDM. ”Nantinya ada petugas yang akan mendeteksi sejak dini gejala-gajala warganya yang cenderung mengalami gangguan jiwa,” tuturnya.

Penetapan ketiga kampung itu merupakan langkah awal. Tahun depan, Pemkot Jogja akan menambah tujuh kampung lagi. Kampung-kampung ini, ditargetkan bisa menjadi modal untuk membentuk Kota Jogja sebagai kota ramah jiwa.

Sekretaris Kota Jogja Titik Sulastri menuturkan, kepedulian sosial antarwarga maupun keluarga sangat penting untuk menangani penderita gang-guan jiwa. Warga yang paham harus berani dan bersedia menjelaskan ke saudara atau tetangga mengenai potensi adanya penderita gangguan jiwa ini. ”Untuk menangani penderita gangguan jiwa, kepekaan sosial sangat dibutuhkan,” tandas Titik.

Psikiater dari UGM Ronny Tri Wirasto menambahkan, gejala dini harus diketahui. Gejala dini berupa sosialitas seseorang. “Mereka merasa sedih, kesepian dan tertutup,” katanya
http://www.jpnn.com/read/2015/05/06/...ikahan-Sedarah


Cara UGM Atasi Masalah Gangguan Jiwa di Yogyakarta
Rabu, 12 Agustus 2015, 12:31 WIB

VIVA.co.id - Yogyakarta menduduki peringkat pertama di Indonesia sebagai daerah yang memiliki penyandang gangguan jiwa berat atau skizofrenia. Berdasarkan data riset kesehatan dasar Tahun 2013, Yogyakarta memiliki sekitar 16 ribu orang yang hidup dengan skizofrenia dengan prevalensi skizofrenia 4,6 per 1000 penduduk.

Kondisi ini mendorong Universitas Gadjah Mada mengembangkan program penguatan layanan kesehatan jiwa berbasis kearifan budaya dengan melibatkan ribuan kader kesehatan jiwa (keswa) yang tersebar di lima lokasi Puskesmas, yang tersebar di empat kabupaten dan kota di Provinsi DIY.

"Penguatan sistem layanan kesehatan jiwa yang berbasis puskesmas ini sebagai rintisan awal untuk menanggulangi para penyandang gangguan jiwa," kata koordinator program, Prof Subandi, Ph.D, pada Rabu 12 Agustus 2015.

Guru Besar Fakultas Psikologi UGM itu menjelaskan, untuk menyelesaikan masalah kesehatan gangguan jiwa di DIY, pihaknya juga bekerja sama dengan berbagai profesi di antaranya psikiater, psikolog, dokter, perawat, kader dan keluarga.

Untuk penguatan kader keswa, pihaknya melibatkan kader kesehatan di lima puskesmas di setiap kabupaten dan kota yakni puskesmas Kalasan Sleman, Puskesma Kasihan 2 Bantul, Puskesma Galur 2 Kulonprogo, Puskesmas Wonosari 2 Gunung Kidul dan Puskesmas Kota Gede 1 Kota Yogyakarta.

"Setiap puskesmas ini memiliki puluhan kader di setiap dusun akan dilatih untuk mendeteksi dan menangangi pasien yang memeiliki gejala gangguan jiwa," katanya.

Selama satu bulan, para kader keswa ini akan dilatih untuk memahami perilaku pasien gangguan jiwa, menegtahui gejala yang nampak, metode penanganan, dan pemberian pertolongan pertama pada pasien gangguan jiwa.

Sehubungan dengan tingginya angka penderita gangguan jiwa berat di Yogyakarta, Subandi mengatakan data tersebut mengindikasikan sistem pendataan kesehatan di Yogyakarta sudah berjalan dengan baik sehingga mendeteksi jumlah penderita pasien gangguan jiwa.

Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang terkena gangguan jiwa, disebabkan mereka tidak mampu menyikapi dan mengatasi persoalan hidup dengan baik.

“Banyak persoalan dan perubahan sosial dan ekonomi di tengah masyarakat apabila tidak disikapi dengan baik bisa berisiko menimbulkan gangguan jiwa,” ujarnya. Untuk mencegah gangguan jiwa, orang perlu memperkuat diri menghadapi setiap persoalan baik pribadi, keluarga, kantor, dan di masyarakat.

”Kehidupan kita akan selalu menghadapi semua itu, namun bagaimana mensikapi persoalan itu, agar tidak membebani kita, tapi sebaliknya memperkuat pribadi kita,” ucapnya.
http://m.life.viva.co.id/news/read/6...-di-yogyakarta

--------------------------------

Waduhhhh ... padahal gua punya calon dari Jogya ... piye kalo dalam dirinya ada bibit-bibit sakit jiwa?
Kayaknya betul juga kata nenek gua, milih jodoh itu harus memperhatikan bibit, bebet, bobotonya dulu.\
Jangan asal nyaplok!



emoticon-Takut:




0
4.8K
32
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan