Liputan6.com, Jakarta - Kondisi ekonomi di dalam negeri yang belum juga membaik serta menurunnya daya beli masyarakat membuat industri lokal dalam keadaan sulit. Lebih jauh lagi, kondisi ini berpotensi meningkatkan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK).
Director of Business Development Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Aditya Warman mengatakan, hingga saat ini potensi PHK tengah membayangi sekitar 600 ribu hingga 700 ribu pekerja di dalam negeri. Jika kondisi ekonomi belum juga membaik, hingga akhir tahun potensi PHK bisa meningkat hingga 1 juta tenaga kerja.
"Hingga Desember, diprediksi mendekati hingga 1 juta pekerja buruh kehilangan pekerjaan," ujarnya di Kantor APINDO, Jakarta.
Guna mengantisipasi hal ini, pemerintah diminta segera memperbaiki kondisi ekonomi di dalam negeri. Sejauh ini, pemerintah mengeluarkan dua paket kebijakan. Para pengusaha menunggu keampuhan paket-paket kebijakan tersebut memperbaiki kondisi ekonomi.
"Tanpa ada sinergi rasanya sedang bertarung dalam satu ring dan pemerintah nggak bisa berbuat apa-apa," lanjutnya.
Sedangkan bagi pengusaha, Aditya berharap bisa lebih berhati-hati dalam mengambil langkah bisnisnya di tengah kondisi ekonomi yang tengah melambat dan menurunnya daya beli masyarakat ini. Sebab jika tidak, akan semakin banyak kasus PHK terjadi di dalam negeri.
"Hati-hati kemampuan produkstivitas masing-masing pengusaha. Kenapa? Karena daya beli masyarakat menurun. Sebab harga naik, kenapa? Karena impor naik," tandasnya. (Dny/Zul)
Karena ekonomi lesu.
Sejak kpn ekonomi lesu?
Sejak negara api berkuasa yg lgsg menghapus segala subsidi secara hampir bersamaan dan juga gila2an mengincar pajak kelas menengah dan kls atas.
Beragam paket kebijakan sepertinya percuma bila esensi lesunya dunia bisnis tak kunjung dibenahi yaitu daya beli yg rendah dan tingginya harga2 akibat inflasi tak terkendali.
Quote:
Original Posted By nanamau►Tahun kemaren gw udah pernah nulis kog, Kalo sepanjang 2016 ini Akan banyak phk, lbh besar dari yg ada sblmnya. Kenapa gw prediksi begitu? Bkn tanpa alasan, tahun kemaren gw berkunjung kepabrik pabrik dengar apa persoalan mereka yg mereka sdg hadapi, rata rata mereka mengeluh dgn kondisi perekonomian yg lesu. Penyebab nya menurut mereka :
1. Pemerintah g punya sense of economic crisis.
Perlambatan sdh dirasakan sejak masa pilpress. Kalangan dunia usaha dan industri minta kepastian kalo harga komponen biaya seperti listrik, BBM, gas, tidak naik. Dlm beberapa kesempatan jokowi berulangkali menyatakan tdk akan menaikkan tp faktanya ternyata berbeda.
2. Pasar merosot, margin, prosentase merosot
Efek kenaikan diatas td, berlanjut seperti domino jatoh, mereka nambah budget utk berproduksi, menaikkan harga ditengah kelesuan bukan jalan keluar, margin mereka menipis. Rata rata Kalo gw Tanya berapa selisih margin year on year mereka? Itu Antara 15 sd 30%. Barang jadi hasil produksi mereka sulit diserap karna daya beli lemah. Org cenderung keep money jaga jaga krisis ekonomi. Nah pd tahun 2015 kemaren sebenarnya mereka msh berusaha utk tdk menyerah. Saat desember tutup buku, Baru keliatan Kalo margin mereka terkoreksi dalam sekali. Coba tengok otomotif, perakitan 2015 numpuk banyak sekali.
3. Ketidak mampuan pemerintah menjaga nilai rupiah
Setelah 2 kondisi diatas, tambah lg nilai tukar. Makin tdk kompetitif. Bahkan sejak rupiah melorot, biaya bertambah paska kenaikan diatas td, banyak pabrik yg mulai efisiensi mengurangi jam kerjanya. Lembur habis total, 3 shift jd 1 shift dan ada yg masuk kerja bergantian
Dihantam bertubi tubi begitu mulai goyah diakhir tahun, penjualan merosot tajam, keuntungan terkoreksi, langkah penghematan blm memadai, Maka obrolan soal PHK tercetus lah sejak itu. Pilihan pahit utk langkah penyelamatan usaha mereka, PHK tak terelakkan. Pemerintah sebenarnya tau kog ada PHK, karna PHK resmi Saat ini harus bikin tembusan ke dinas tenaga kerja setempat selain utk urusan klaim BPJS tenaga kerja.
Memang Dlm bnyk obrolan tdk disinggung soal kaitan dgn kereta cepat, rata rata mereka kecewa dgn kebijakan dan statement pemerintah yg selalu tdk singkron ( bahasa kasarnya banyak berbohong) sedangkan kita semua tau, Kalangan dunia usaha itu butuh kepastian sebagai dasar pijakan. Contoh kongkrit aja, banyak perusahaan otomotif yg waktu thn 2014 menambah kapasitas pabriknya, dengar jokowi statement bbm tdk naik, semangat mereka bikin motor dan Mobil. Begitu produksi sdh gencar, eh bbm naik, jeder kayak ditampar petir. Logika aja ya Saat bbm naik, mahal, siapa yg mau beli kendaraan? Itupun pemerintah msh kasih angin surga bbm ikut harga pasar. Nyatanya? Lu tau sendiri lah.
Intinya dunia industri Dlm kekecewaan yg berat Saat ini, perlu ente ketahui, di Era sby, banyak perusahaan jepang yg mindahin pabriknya dari Thailand, jepang, cina kesini, Saat mereka siap produksi dihadapkan pd ketidakpastian.
Dan yg bs bilang sabar buat yg kena PHK, ente Berarti ga mikir Panjang efek berantai nya. Saat lingkungan tenaga kerja kena PHK, pelaku ekonomi sampingannya pun terpengaruh, pelaku UKM seperti warteg, kontrakan, Pasar pasti terpengaruh. Kreditan motor mobil motor aja terpengaruh.
Responnya beda, sekarang malah nyari kambing hitam, peluru diarahin ke said iqbal kan. Padahal pokok masalah nya ga disentuh, kepastian berusaha. Kalo Memang kondisi ini yg diinginkan ya mau gimana lagi, pelaku usaha manapun mana ada yg berani lawan pemerintah? Paling berusaha sebisanya bertahan hidup walau PHK jd salah Satu jalan keluarnya.
