Kaskus

News

ts4l4saAvatar border
TS
ts4l4sa
Presiden: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Membaik. Percoyo Kitak Lebih Baik?
PRESIDEN: INDEKS PERSEPSI KORUPSI INDONESIA MEMBAIK
RABU, 03 FEBRUARI 2016 , 21:56:00 WIB

RMOL. Skor Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2015 mengalami perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya.

"Indeks persepsi korupsi Indonesia membaik, naik dua poin," kata Presiden Joko Widodo lewat akun Twitter-nya malam ini (Rabu, 3/2).

"Namun masih banyak yang perlu dibenahi," sambungnya.

Presiden menyampaikan itu berdasarkan data yang dirilis Transparency International (TI) pada tanggal 27 Januari 2016. Disebutkan, skor Indonesia menjadi 36 dan menempati urutan ke 88 dari 168 negara.

Skor tersebut, seperti dilansir presidenri.go.id, hanya naik 2 poin dibandingkan pencapaian tahun 2014. Namun dari sisi peringkat antarnegara terjadi kenaikan cukup signifikan, yaitu 19 peringkat.

Tahun sebelumnya, peringkat Indonesia masih berada di atas 100 negara, tepatnya di posisi 107. Skor CPI menggunakan rentang dari 0 hingga 100 " dengan 0 menandakan bahwa sebuah negara dipersepsikan sebagai sangat korup, sebaliknya 100 dipersepsikan sangat bersih.
http://www.rmol.co/read/2016/02/03/2...nesia-Membaik-


ICW: Kerugian Negara Menurun Akibat Kinerja KPK Melemah
Sabtu, 19 September 2015, 23:31 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Indonesia Corruption Watch berpendapat bahwa menurunnya angka kerugian negara akibat tindak pidana korupsi juga dipengaruhi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Penurunan itu terjadi karena kinerja KPK yang menurun. KPK berkontribusi besar dalam penyelamatan kerugian negara karena korupsi, mencapai 30 persen," ujar peneliti dari Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah, Sabtu (19/9).

Dia menjelaskan, dalam periode 2014-2015 rata-rata kasus korupsi yang disidik KPK mencapai 15 kasus dengan total kerugian negara sekitar Rp 1,5 triliun. Sedangkan pada semester 1 2015 hanya menyidik 10 kasus dan nilai kerugian dan suap hanya Rp 106,4 miliar.

Dengan besarnya kontribusi yang diberikan KPK terhadap pemberantasan tipikor di Indonesia, maka hal tersebut juga berdampak pada indikator kinerja penyidikan korupsi nasional. Berdasarkan data yang ia paparkan, diketahui kerugian negara akibat tindak pidana korupsi (tipikor) mengalami tren penurunan pada semester pertama 2015.

"Kerugian negara per semester rata-rata Rp 2,7 triliun, sementara di periode yang sama tahun ini Rp 1,2 triliun," ujar Wana.

Lebih lanjut ia menjelaskan, rata-rata tersebut ialah nominal yang disidik oleh aparat penegak hukum (APH), namun fakta tersebut juga kontradiktif dengan tingkat penanganan tipikor pada semester pertama 2015. Pada semester 1 2015, APH berhasil menyidik 308 kasus korupsi dengan nilai kerugian negara Rp 1,2 triliun, padahal rata-rata kasus korupsi yang masuk tahap penyidikan ialah 253 per semester.

"Perbandingan jumlah kasus tiap semester ada tren meningkat, namun tren kerugian negara justru menurun," katanya.
http://nasional.republika.co.id/beri...ja-kpk-melemah


Revisi UU KPK untuk Siapa?
Selasa, 2 Februari 2016 | 07:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, mempertanyakan motif dan tujuan DPR merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Menurut Bambang, masifnya gerakan penolakan masyarakat terhadap revisi justru menunjukkan bahwa perubahan tersebut bukan keinginan rakyat.

"Jika dicek ke rakyat, setidaknya dari petisi Change.org, sebagian besar justru menolak revisi. Jadi kepentingan siapa yang diwakili agar dilakukan perubahan?" ujar Bambang saat dihubungi, Selasa (2/2/2016)

Terdapat berbagai petisi online di change.org, salah satunya "Jangan Bunuh KPK" yang diinisiasi oleh Suryo Bagus.

Kini, jumlah penandatangan petisi itu mencapai lebih dari 50 ribu orang.

Selain itu, kata Bambang, tidak ada naskah akademik yang menjadi rujukan pasal-pasal yang akan direvisi.

Tanpa naskah akademik, ia menganggap proses pembahasan revisi UU KPK cacat karena melanggar tata cara pembuatan undang-undang.

Revisi UU KPK oleh Badan Legislatif KPK menimbulkan kecurigaan bagi Bambang.

Ia menduga adanya konflik kepentingan Ketua Baleg DPR Sareh Wiyono untuk mengubah sistem di KPK.

"Ketua Baleg Pak Sareh Wiyono adalah orang yang pernah punya masalah dengan KPK dalam kasus Bansos di Bandung. Ini perlu diklarifikasi agar tidak menimbulkan prasangka tentamg motif dan kepentingan revisi," kata Bambang.

Bambang menilai, keempat poin yang diusulkan untuk direvisi sangat rawan mengintervensi independensi KPK.

Keempat poin tersebut adalah dibentuknya Dewan Pengawas KPK, kewenangan KPK dalam mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), kewenangan KPK dalam mengangkat penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, dan pengaturan penyadapan oleh KPK.

"Akuntabilitas lembaga bisa kehilangan marwah dan legitimasinya dalam menjalankan tugas dan kewajibannya," kata Bambang.
http://nasional.kompas.com/read/2016...K.untuk.Siapa.


JANGAN BUNUH KPK, HENTIKAN REVISI UU KPK

Saudara-saudara ku sebangsa dan setanah air. Kita yakin semua rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke marah dan mengutuk korupsi. Korupsi telah berdampak sangat luas sehingga tak ada seorang pun tidak merasakan akibat buruk dari korupsi. Pelayanan kesehatan buruk, pendidikan yang mahal dan pembangunan yang tak merata merupakan akibat yang kita rasakan setiap harinya.

Meski begitu kami tak pernah putus asa memimpikan Indonesia yang bersih dan bebas korupsi. Harapan itu terus terjaga karena keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK tak pernah takut menangkap koruptor dan memenjarakan mereka. KPK terus berjuang untuk memberantas korupsi dan kami akan terus mendukung KPK. Dari aspek penindakan sudah banyak koruptor dari politisi, penegak hukum, birokrat, bankir dan pengusaha yang berhasil dijerat oleh KPK. Sudah triliunan rupiah uang negara yang diselamatkan oleh KPK dari langkah pencegahan.

Langkah yang dilakukan KPK tentu tidak disukai oleh para koruptor dan para pendukungnya. Mereka terus melakukan berbagai cara untuk membunuh KPK atau setidaknya melemahkan KPK. Kini KPK kembali terancam dilemahkan lewat Revisi Undang-Undang KPK (RUU KPK) yang akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Ada beberapa hal penting mengapa subtansi RUU KPK dapat dikatakan sebagai upaya membunuh KPK dan mematikan upaya pemberantasan korupsi.

Pertama, membatasi umur KPK hanya sampai 12 tahun. Hal ini tentu hanya akan mematikan KPK secara perlahan. KPK sudah seharusnya ada dan terus berdiri sepanjang Republik Indonesia berdiri. KPK dibentuk untuk menyembuhkan Indonesia dari penyakit korupsi, ia juga harus ada untuk mengawal Indonesia tetap bersih dan bebas korupsi.

Kedua mengurangi kewenangan penindakan dan menghapus upaya penuntutan KPK. Kewenangan KPK dibatasi hanya melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara korupsi. Ruang gerak KPK juga berupaya dipersempit. Kasus yang ditangani oleh KPK juga dibatasi yang nilai kerugian negaranya diatas Rp. 50 Miliar. Penyadapan dan penyitaan KPK juga harus melalui izin ketua Pengadilan Negeri. Operasi Tangkap Tangan terhadap koruptor nampaknya mustahil dilakukan lagi oleh KPK dimasa mendatang. Kewenangan penututan oleh KPK juga dihapus, artinya KPK tidak boleh lagi menuntut perkara korupsi. Padahal hingga saat ini dari ratusan koruptor yang diproses belum ada satupun yang lolos dari tuntutan KPK. Semuanya dihukum setimpal.

Ketiga, KPK coba diubah menjadi Komisi Pencegahan Korupsi, bukan lagi Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam sejumlah subtansi RUU KPK, pengusul dari Senayan berupaya mendorong KPK lebih memprioritaskan aspek pencegahan. Pemberantasan korupsi dianggap sebagai perbuatan pencegahan. Sedapat mungkin KPK melupakanurusan menindak para koruptor.

Revisi UU KPK menurut kami belum penting dilakukan. Sebaiknya DPR fokus untuk menyelesaikan tunggakan perumusan legislasi. Masih banyak UU lain yang mendesak untuk dibahas dan bentuk dibandingkan mebahas UU KPK maupun berupaya membunuh KPK.
https://www.change.org/p/dpr-ri-jang...-fraksi-nasdem


"Nasib UU KPK Ada di Tangan Presiden"
Senin, 1 Februari 2016 | 17:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pembahasan draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tengah bergulir di Badan Legislasi DPR RI. Namun, DPR dinilai bukan penentu nasib akhir UU KPK.

Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan, penentu revisi itu Presiden Joko Widodo.

"Masih sangat mungkin (dibatalkan). Kalau Presiden tidak mengirimkan orang untuk pembahasan pertama, RUU tidak jadi UU. RUU kan harus dibahas bersama," ujar Zainal saat dihubungi, Senin (1/2/2016).

Zainal mempertanyakan alasan substansi DPR ingin merevisi UU KPK. Menurut dia, poin-poin yang direvisi pun aneh dan penuh perdebatan. (Baca: Ini Konsep Dewan Pengawas KPK yang Diinginkan DPR)

"Soal penyadapan mau dibatasi, kenapa UU KPK yang diubah? Harusnya bikin UU saja soal penyadapan," kata Zainal.

Zainal mempertanyakan urgensi DPR untuk merevisi UU KPK. Ia menganggap masih banyak UU lain yang lebih mendesak untuk direvisi.

Terlebih lagi, Zainal menangkap kesan DPR tidak serius membahasnya karena alasan yang diutarakan pun berputar-putar. (Baca: Revisi UU KPK, DPR Tak Izinkan Penyelidik dan Penyidik Independen)

"Ini ngalor ngidul saja. Jangan-jangan ini (UU KPK) bukan mau diubah, melainkan mau dihancurkan," kata Zainal.

Revisi UU KPK diusulkan oleh 45 anggota DPR dari enam fraksi. Sebanyak 15 orang dari Fraksi PDI-P, 11 orang dari Fraksi Nasdem, 9 orang dari Fraksi Golkar, 5 orang dari Fraksi PPP, 3 orang dari Fraksi Hanura, dan 2 orang dari Fraksi PKB.

Revisi dibatasi hanya empat poin, yakni dibentuknya dewan pengawas KPK, kewenangan KPK dalam mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), kewenangan KPK dalam mengangkat penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, dan pengaturan penyadapan oleh KPK.

Dewan pengawas dibentuk untuk mengawasi kinerja KPK. KPK diberi wewenang untuk menerbitkan SP3. (Baca: Survei: Masyarakat Anggap Revisi UU KPK Akan Perlemah KPK)

Penyadapan yang dilakukan KPK harus seizin dewan pengawas. KPK juga tidak diperbolehkan mengangkat penyidik dan penyelidik sendiri.

Jokowi sebelumnya sudah mengomentari soal wacana revisi UU KPK. Ia meminta agar revisi itu mempertimbangkan masukan dari masyarakat.

"Soal revisi Undang-Undang KPK, inisiatif revisi adalah dari DPR. Dulu juga saya sampaikan, tolong rakyat ditanya," kata Jokowi saat tiba dari Perancis di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (2/12/2015).

Revisi UU KPK juga harus mempertimbangkan masukan dari ahli hukum, akademisi, dan aktivis antikorupsi. Jokowi menegaskan bahwa revisi UU tersebut harus menguatkan KPK.

"Semangat revisi Undang-Undang KPK itu untuk memperkuat, bukan untuk memperlemah," ujarnya.
http://nasional.kompas.com/read/2016...ampaign=khiprd

----------------------------------------------

Presiden: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Membaik. Percoyo Kitak Lebih Baik?
Presiden Joko Widodo saat mengumumkan Johan Budi SP sebagai Juru Bicara Presiden di Istana Merdeka, Selasa (12/1/2015).(source KOMPAS)

Orang yang dulu di KPK dikenal istiqomah, konsisten dan tegar, Johan Budi, sekarang aja sudah bisa duduk manis disamping Sang Presiden sebagai Jubirnya pulak ... pertanda apa ini?

emoticon-Bingung (S)
0
883
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan