- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Utang Lagi ... Utang Lagi ... Pemerintah Kembali Cari utang Rp12 Triliun


TS
ts4l4sa
Utang Lagi ... Utang Lagi ... Pemerintah Kembali Cari utang Rp12 Triliun
Pemerintah Kembali Cari utang Rp12 Triliun
Senin, 1 Februari 2016 - 22:23 wib
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana melakukan lelang surat utang negara (SUN) dalam mata uang Rupiah untuk membiayai target APBN 2016. Kemenkeu menargetkan target indikatif dari penjualan SUN sebesar Rp12 triliun. Adapun target maksimal adalah sebesar Rp18 triliun.
Penjualan SUN akan dilakukan pada tanggal 2 Februari pukul 10.00 WIB dan ditutup pada hari yang sama pada pukul 12.00 WIB dengan nominal per unit sebesar Rp1.000.000. Penjualan SUN ini akan dilakukan secara terbuka dengan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia menggunakan metode multiple price (harga beragam).
Adapun jenis SUN yang akan dilelang adalah seri SPN 03160503 yang akan jatuh tempo pada 3 Mei 2016. Selain itu, pemerintah juga akan melelang SPN 12170203 yang akan jatuh tempo pada 3 Februari 2016, FR0053 dengan waktu jatuh tempo 15 Juli 2021, FR0056 dengan waktu jatuh tempo 15 September 2026, serta FR0073 yang akan jatuh tempo pada tanggal 15 Juli 2021.
Pemenang lelang yang mengajukannya penawaran pembelian kompetitif akan membayar sesuai dengan Yield yang diajukan. Sedangkan pemenang lelang mengajukan penawaran pembelian non-koperatif akan membayar sesuai Yield rata-rata tertimbang dari penawaran pembelian kompetitif yang dinyatakan menang.
http://economy.okezone.com/read/2016...g-rp12-triliun
Kemampuan Membayar Utang Indonesia Turun
Senin, 1 Februari 2016 | 06:57 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Neraca keseimbangan primer atau kemampuan pemerintah membayar utang di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 kembali mencatatkan defisit.
Data Kementerian Keuangan (Kemkeu) menunjukkan, defisit keseimbangan primer APBNP 2015 naik 203,8 persen dari target Rp 66,8 triliun, realisasinya sebesar Rp 136,1 triliun. Defisit tersebut juga lebih besar dibandingkan 2014 yang sebesar Rp 93,3 triliun, atau 87,9 persen dari target Rp 106 triliun.
Kenaikan defisit ini patut diwaspadai karena besarnya defisit neraca keseimbangan primer menggambarkan, kemampuan anggaran negara menutup utang kian lemah.
Keseimbangan primer dihitung dari total pendapatan negara dikurangi belanja, tanpa menghitung pembayaran bunga utang. Posisi defisit menunjukkan pendapatan negara tidak bisa menutupi pengeluaran, sehingga membayar bunga utang dengan memakai utang baru.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui, defisit keseimbangan primer membengkak seiring naiknya defisit anggaran. Di APBN-P 2015, realisasi defisit anggaran sebesar Rp 292,1 triliun atau 2,56 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jumlah itu di atas target defisit yang hanya 1,9 persen PDB.
Realisasi defisit tersebut juga lebih besar dibandingkan APBN-P 2014 yang sebesar Rp 226,7 triliun atau 2,25 persen dari PDB. Menurut Bambang, neraca keseimbangan primer bisa surplus asal defisit anggaran hanya 1,1 persen dari PDB.
"Kalau di atas itu, keseimbangan primer akan defisit," kata Bambang, akhir pekan lalu.
Ekonom Samuel Asset Mangement Lana Soelistianingsih mengatakan, kunci utama agar neraca keseimbangan primer menjadi surplus adalah penerimaan negara lebih besar dari belanja negara ditambah bunga utang.
Cara yang bisa diandalkan pemerintah adalah mengerek penerimaan pajak dan bea cukai. Pemerintah, kata Lana, bisa mengutak-atik strategi penerimaan pajak dan bea cukai.
"Misalnya dengan menurunkan tarif pajak agar lebih banyak wajib pajak yang mau membayar pajak," katanya, Minggu (31/1/2016).
Pemerintah juga bisa menyederhanakan administrasi agar WP tidak kesulitan mengisi atau melaporkan SPT. Pemerintah tidak bisa mengurangi belanja karena belanja pemerintah menjadi salah satu penggerak ekonomi.
Apalagi pemerintah tengah menggenjot pembangunan infrastruktur, sehingga pemerintah belum bisa mengurangi utang. Dengan begitu, secara otomatis bunga utang pemerintah pun akan membesar.
Utang pemerintah kian membesar jika defisit keseimbangan primer naik. Sebab, pemerintah akan menutup bunga utang itu melalui utang baru.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...ndonesia.Turun
Utang Indonesia Rp 3.089 triliun, Presiden Jokowi buktikan ‘Bukan Utang Biasa’
February 1, 2016
Berita Jokowi : Utang Indonesia hingga akhir 2015 tercatat mencapai Rp 3.089 triliun atau setara USD 223,2 miliar. Dengan jumlah tersebut, rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 27 persen.
Utang tersebut diklaim pemerintah sebagai upaya menutup pertumbuhan ekonomi lantaran booming harga komoditas sudah berakhir tahun 2013, ditambah dengan kondisi ekonomi yang lesu sepanjang tahun 2015 berpengaruh terhadap minimnya pendapatan negara dari pajak.
Sepanjang 2015, realisasi pendapatan negara hanya Rp 1.491,5 triliun. Sementara, belanja negara sepanjang 2015 mencapai Rp 1.810 triliun. Sehingga, defisit anggaran pada 2015 mencapai sebesar Rp 318,5 triliun atau 2,8 persen dibandingkan PDB.
Wakil Ketua Komisi Ekonomi & Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta menilai, rasio utang terhadap PDB yang sudah berada di angka 27 persen itu dinilai masih aman.
“Rasio utang kita masih dalam batas wajar, masih di bawah 30 persen terhadap PDB,” kata Arif di Jakarta, Sabtu (30/1).
Arif pun membandingkan rasio utang Indonesia terhadap PDB dengan rasio utang negara-negara lain seperti Filipina (36 persen), Turki (32 persen), India (65 persen), Thailand (44 persen), dan Brazil (70 persen).
Realisasi rasio utang Indonesia terhadap PDB-nya juga lebih rendah dari Jerman (71 persen), Polandia (51 persen), Kolombia (51 persen), Malaysia (56 persen), Afrika Selatan (48 persen), Inggris (89 persen), Australia (36 persen), Amerika Serikat (105 persen), Italia (133 persen), dan Jepang (246 persen).
“Negara maju membangun sektor riil juga dari utang, tapi yang penting utang itu dipergunakan untuk pembangunan jangka menengah panjang,” ucap Arif.
Sebagai informasi, rasio utang pemerintah terhadap PDB tahun 2015 ini jauh di bawah maksimal yang ditetapkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar 60 persen.
https://beritajokowi.com/berita-joko...asa-simak.html
Utang Swasta Numpuk, Heri: Jokowi Tak Serius Perhatikan Ekonomi Bangsa
Rabu, 03 Feb 2016 - 11:57:22 WIB
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan mengatakan, ketergantungan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap utang luar negeri menandakan rapuhnya pondasi perekonomian bangsa.
Tentu saja, lanjut dia, kondisi seperti ini sangat mengkhawatirkan manakala Indonesia dihadapkan pada saat terjadi resesi global.
"Rentannya Indonesia terhadap gejolak perekonomian global karena selama ini Indonesia sangat tergantung pada pendanaan dari luar negeri," kata dia pada TeropongSenayan di Jakarta, Rabu (3/2/2016).
Lebih lanjut, Heri juga mengingatkan bahwa meski pun secara fundamental kondisi perekonomian Indonesia terbilang cukup baik, pemerintah tidak boleh menyepelekan kondisi perekonomian nasional di tahun 2016 ini.
Paling tidak, kata dia, ada beberapa hal yang mesti pemerintah waspadai dalam menghadapi pergerakan ekonomi di tahun ini.
"Pertama, pemerintah perlu mencermati nilai tukar rupiah yang kembali terdepresiasi setelah melemah 11 persen pada 2015. Pelemahan nilai tukar rupiah itu memberi dampak pada kurangnya minat investasi," terang dia.
Selain itu, kata dia, yang tak kalah pentingnya lainnya adalah pemerintah perlu memberi perhatian serius pada utang luar negeri (ULN) swasta Indonesia tahun 2015 sebesar USD 167,5 miliar.
"Ini yang harus diperhatikan Jokowi, kenapa utang swasta jauh lebih tinggi dari utang luar negeri pemerintah? Utang itu akan memberi tekanan berat pada nilai tukar rupiah ketika The Fed menaikkan suku bunganya," tandas dia.
Tak hanya itu, ujarnya, Pemerintah perlu memberi perhatian serius pada capital outflow investor asing di pasar saham Indonesia yang mencapai Rp 2,32 triliun.
"Ini jauh lebih tinggi dari capital outflow Filipina sebesar Rp 596,7 miliar. Ini mengindikasikan negatifnya persepsi dan kepercayaan pasar," tandas dia.
Untuk itu, Heri menyatakan, pemerintah harus berhati-hati terhadap capital inflow di pasar obligasi. Sepanjang Januari 2016 saja, investor asing mencatatkan total capital inflow ke Indonesia sebesar Rp 18,95 triliun, tambah Heri.
"Angka itu melampaui capital inflow investor asing di Malaysia sebesar Rp 10,32 triliun, Filipina Rp 8,68 triliun, dan Thailand Rp 15,72 triliun," ungkap dia.
Selain soal tersebut diatas, Heri juga mengingatkan agar kepemilikan asing atas Surat Berharga Negara (SBN) harus dikelola dengan kehati-hatian penuh.
"Tercatat, kepemilikan asing pada SBN yang dapat diperdagangkan meningkat dari Rp 558,65 triliun pada 4 Januari 2016 menjadi Rp 576,58 triliun pada 28 Januari 2016," terang dia.
Untuk itu, Intervensi pasar yang dilakukan BI harus dikontrol ketat mengingat cadangan devisa yang terus menipis dan adanya potensi distorsi di pasar uang, tegas dia.
Penurunan harga minyak dunia yang menembus angka USD 30/barrel juga menjadi sinyal kuat bahwa APBN 2016 harus segera dikoreksi.
"Seluruh asumsi yang dibangun harus segera dikoreksi. Jika tidak, maka seluruh target ekonomi nasional bisa macet, bahkan terancam tidak terlaksana," pungkas Heri.
http://www.teropongsenayan.com/29569...ekonomi-bangsa
-------------------------------------
Biasalah ... ciri khas PDIP kalo berkuasa, Presidennya suka ngutang kanan-kiri atau menggadaikan dan menjual asset-asset Negara yang besar seperti BUMN yang sehat contohnya

Senin, 1 Februari 2016 - 22:23 wib
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana melakukan lelang surat utang negara (SUN) dalam mata uang Rupiah untuk membiayai target APBN 2016. Kemenkeu menargetkan target indikatif dari penjualan SUN sebesar Rp12 triliun. Adapun target maksimal adalah sebesar Rp18 triliun.
Penjualan SUN akan dilakukan pada tanggal 2 Februari pukul 10.00 WIB dan ditutup pada hari yang sama pada pukul 12.00 WIB dengan nominal per unit sebesar Rp1.000.000. Penjualan SUN ini akan dilakukan secara terbuka dengan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia menggunakan metode multiple price (harga beragam).
Adapun jenis SUN yang akan dilelang adalah seri SPN 03160503 yang akan jatuh tempo pada 3 Mei 2016. Selain itu, pemerintah juga akan melelang SPN 12170203 yang akan jatuh tempo pada 3 Februari 2016, FR0053 dengan waktu jatuh tempo 15 Juli 2021, FR0056 dengan waktu jatuh tempo 15 September 2026, serta FR0073 yang akan jatuh tempo pada tanggal 15 Juli 2021.
Pemenang lelang yang mengajukannya penawaran pembelian kompetitif akan membayar sesuai dengan Yield yang diajukan. Sedangkan pemenang lelang mengajukan penawaran pembelian non-koperatif akan membayar sesuai Yield rata-rata tertimbang dari penawaran pembelian kompetitif yang dinyatakan menang.
http://economy.okezone.com/read/2016...g-rp12-triliun
Kemampuan Membayar Utang Indonesia Turun
Senin, 1 Februari 2016 | 06:57 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Neraca keseimbangan primer atau kemampuan pemerintah membayar utang di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 kembali mencatatkan defisit.
Data Kementerian Keuangan (Kemkeu) menunjukkan, defisit keseimbangan primer APBNP 2015 naik 203,8 persen dari target Rp 66,8 triliun, realisasinya sebesar Rp 136,1 triliun. Defisit tersebut juga lebih besar dibandingkan 2014 yang sebesar Rp 93,3 triliun, atau 87,9 persen dari target Rp 106 triliun.
Kenaikan defisit ini patut diwaspadai karena besarnya defisit neraca keseimbangan primer menggambarkan, kemampuan anggaran negara menutup utang kian lemah.
Keseimbangan primer dihitung dari total pendapatan negara dikurangi belanja, tanpa menghitung pembayaran bunga utang. Posisi defisit menunjukkan pendapatan negara tidak bisa menutupi pengeluaran, sehingga membayar bunga utang dengan memakai utang baru.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui, defisit keseimbangan primer membengkak seiring naiknya defisit anggaran. Di APBN-P 2015, realisasi defisit anggaran sebesar Rp 292,1 triliun atau 2,56 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jumlah itu di atas target defisit yang hanya 1,9 persen PDB.
Realisasi defisit tersebut juga lebih besar dibandingkan APBN-P 2014 yang sebesar Rp 226,7 triliun atau 2,25 persen dari PDB. Menurut Bambang, neraca keseimbangan primer bisa surplus asal defisit anggaran hanya 1,1 persen dari PDB.
"Kalau di atas itu, keseimbangan primer akan defisit," kata Bambang, akhir pekan lalu.
Ekonom Samuel Asset Mangement Lana Soelistianingsih mengatakan, kunci utama agar neraca keseimbangan primer menjadi surplus adalah penerimaan negara lebih besar dari belanja negara ditambah bunga utang.
Cara yang bisa diandalkan pemerintah adalah mengerek penerimaan pajak dan bea cukai. Pemerintah, kata Lana, bisa mengutak-atik strategi penerimaan pajak dan bea cukai.
"Misalnya dengan menurunkan tarif pajak agar lebih banyak wajib pajak yang mau membayar pajak," katanya, Minggu (31/1/2016).
Pemerintah juga bisa menyederhanakan administrasi agar WP tidak kesulitan mengisi atau melaporkan SPT. Pemerintah tidak bisa mengurangi belanja karena belanja pemerintah menjadi salah satu penggerak ekonomi.
Apalagi pemerintah tengah menggenjot pembangunan infrastruktur, sehingga pemerintah belum bisa mengurangi utang. Dengan begitu, secara otomatis bunga utang pemerintah pun akan membesar.
Utang pemerintah kian membesar jika defisit keseimbangan primer naik. Sebab, pemerintah akan menutup bunga utang itu melalui utang baru.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...ndonesia.Turun
Utang Indonesia Rp 3.089 triliun, Presiden Jokowi buktikan ‘Bukan Utang Biasa’
February 1, 2016
Berita Jokowi : Utang Indonesia hingga akhir 2015 tercatat mencapai Rp 3.089 triliun atau setara USD 223,2 miliar. Dengan jumlah tersebut, rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 27 persen.
Utang tersebut diklaim pemerintah sebagai upaya menutup pertumbuhan ekonomi lantaran booming harga komoditas sudah berakhir tahun 2013, ditambah dengan kondisi ekonomi yang lesu sepanjang tahun 2015 berpengaruh terhadap minimnya pendapatan negara dari pajak.
Sepanjang 2015, realisasi pendapatan negara hanya Rp 1.491,5 triliun. Sementara, belanja negara sepanjang 2015 mencapai Rp 1.810 triliun. Sehingga, defisit anggaran pada 2015 mencapai sebesar Rp 318,5 triliun atau 2,8 persen dibandingkan PDB.
Wakil Ketua Komisi Ekonomi & Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta menilai, rasio utang terhadap PDB yang sudah berada di angka 27 persen itu dinilai masih aman.
“Rasio utang kita masih dalam batas wajar, masih di bawah 30 persen terhadap PDB,” kata Arif di Jakarta, Sabtu (30/1).
Arif pun membandingkan rasio utang Indonesia terhadap PDB dengan rasio utang negara-negara lain seperti Filipina (36 persen), Turki (32 persen), India (65 persen), Thailand (44 persen), dan Brazil (70 persen).
Realisasi rasio utang Indonesia terhadap PDB-nya juga lebih rendah dari Jerman (71 persen), Polandia (51 persen), Kolombia (51 persen), Malaysia (56 persen), Afrika Selatan (48 persen), Inggris (89 persen), Australia (36 persen), Amerika Serikat (105 persen), Italia (133 persen), dan Jepang (246 persen).
“Negara maju membangun sektor riil juga dari utang, tapi yang penting utang itu dipergunakan untuk pembangunan jangka menengah panjang,” ucap Arif.
Sebagai informasi, rasio utang pemerintah terhadap PDB tahun 2015 ini jauh di bawah maksimal yang ditetapkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar 60 persen.
https://beritajokowi.com/berita-joko...asa-simak.html
Utang Swasta Numpuk, Heri: Jokowi Tak Serius Perhatikan Ekonomi Bangsa
Rabu, 03 Feb 2016 - 11:57:22 WIB
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan mengatakan, ketergantungan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap utang luar negeri menandakan rapuhnya pondasi perekonomian bangsa.
Tentu saja, lanjut dia, kondisi seperti ini sangat mengkhawatirkan manakala Indonesia dihadapkan pada saat terjadi resesi global.
"Rentannya Indonesia terhadap gejolak perekonomian global karena selama ini Indonesia sangat tergantung pada pendanaan dari luar negeri," kata dia pada TeropongSenayan di Jakarta, Rabu (3/2/2016).
Lebih lanjut, Heri juga mengingatkan bahwa meski pun secara fundamental kondisi perekonomian Indonesia terbilang cukup baik, pemerintah tidak boleh menyepelekan kondisi perekonomian nasional di tahun 2016 ini.
Paling tidak, kata dia, ada beberapa hal yang mesti pemerintah waspadai dalam menghadapi pergerakan ekonomi di tahun ini.
"Pertama, pemerintah perlu mencermati nilai tukar rupiah yang kembali terdepresiasi setelah melemah 11 persen pada 2015. Pelemahan nilai tukar rupiah itu memberi dampak pada kurangnya minat investasi," terang dia.
Selain itu, kata dia, yang tak kalah pentingnya lainnya adalah pemerintah perlu memberi perhatian serius pada utang luar negeri (ULN) swasta Indonesia tahun 2015 sebesar USD 167,5 miliar.
"Ini yang harus diperhatikan Jokowi, kenapa utang swasta jauh lebih tinggi dari utang luar negeri pemerintah? Utang itu akan memberi tekanan berat pada nilai tukar rupiah ketika The Fed menaikkan suku bunganya," tandas dia.
Tak hanya itu, ujarnya, Pemerintah perlu memberi perhatian serius pada capital outflow investor asing di pasar saham Indonesia yang mencapai Rp 2,32 triliun.
"Ini jauh lebih tinggi dari capital outflow Filipina sebesar Rp 596,7 miliar. Ini mengindikasikan negatifnya persepsi dan kepercayaan pasar," tandas dia.
Untuk itu, Heri menyatakan, pemerintah harus berhati-hati terhadap capital inflow di pasar obligasi. Sepanjang Januari 2016 saja, investor asing mencatatkan total capital inflow ke Indonesia sebesar Rp 18,95 triliun, tambah Heri.
"Angka itu melampaui capital inflow investor asing di Malaysia sebesar Rp 10,32 triliun, Filipina Rp 8,68 triliun, dan Thailand Rp 15,72 triliun," ungkap dia.
Selain soal tersebut diatas, Heri juga mengingatkan agar kepemilikan asing atas Surat Berharga Negara (SBN) harus dikelola dengan kehati-hatian penuh.
"Tercatat, kepemilikan asing pada SBN yang dapat diperdagangkan meningkat dari Rp 558,65 triliun pada 4 Januari 2016 menjadi Rp 576,58 triliun pada 28 Januari 2016," terang dia.
Untuk itu, Intervensi pasar yang dilakukan BI harus dikontrol ketat mengingat cadangan devisa yang terus menipis dan adanya potensi distorsi di pasar uang, tegas dia.
Penurunan harga minyak dunia yang menembus angka USD 30/barrel juga menjadi sinyal kuat bahwa APBN 2016 harus segera dikoreksi.
"Seluruh asumsi yang dibangun harus segera dikoreksi. Jika tidak, maka seluruh target ekonomi nasional bisa macet, bahkan terancam tidak terlaksana," pungkas Heri.
http://www.teropongsenayan.com/29569...ekonomi-bangsa
-------------------------------------
Biasalah ... ciri khas PDIP kalo berkuasa, Presidennya suka ngutang kanan-kiri atau menggadaikan dan menjual asset-asset Negara yang besar seperti BUMN yang sehat contohnya

0
2K
14


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan