- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengenal lebih dekat Pak Mujirun salah satu maestro engraver uang indonesia


TS
bernard747
Mengenal lebih dekat Pak Mujirun salah satu maestro engraver uang indonesia



semoga ga
ya gan

sebelum ane bahas lebih jauh tentang pak mujirun ane kasih tau sedikit tentang engraving, monggo di simak
Quote:
Proses ini dikembangkan di Jerman sekitar tahun 1430 dari engraving (ukiran halus) yang digunakan oleh para tukang emas untuk mendekorasi karya mereka. penggunaan alat yang disebut dengan burin merupakan ketrampilan yang rumit.
Pembuat engraving memakai alat dari logam yang diperkeras yang disebut dengan burin untuk mengukir desain ke permukaan logam, tradisionalnya memakai plat tembaga. Alat ukir tersebut memiliki bermacam-macam bentuk dan ukuran menghasilkan jenis garis yang berbeda-beda.
Seluruh permukaan plat diberi tinta, kemudian tinta dibersihkan dari permukaan, yang tertinggal hanya tinta yang berada di garis yang diukir. Kemudian plat ditaruh pada alat press bertekanan tinggi bersama dengan lembaran kertas (seringkali dibasahi untuk melunakkan). Kertas kemudian mengambil tinta dari garis engraving (bagian yang diukir), menghasilkan karya cetak.
sumber
Pembuat engraving memakai alat dari logam yang diperkeras yang disebut dengan burin untuk mengukir desain ke permukaan logam, tradisionalnya memakai plat tembaga. Alat ukir tersebut memiliki bermacam-macam bentuk dan ukuran menghasilkan jenis garis yang berbeda-beda.
Seluruh permukaan plat diberi tinta, kemudian tinta dibersihkan dari permukaan, yang tertinggal hanya tinta yang berada di garis yang diukir. Kemudian plat ditaruh pada alat press bertekanan tinggi bersama dengan lembaran kertas (seringkali dibasahi untuk melunakkan). Kertas kemudian mengambil tinta dari garis engraving (bagian yang diukir), menghasilkan karya cetak.
sumber
Spoiler for engraving:

gimana gan udah ngerti belom kalo belom baca lagi

jadi intinya engraving itu klo ga salah teknik melukis di atas media biasanya logam/kayu dengan cara mencungkil, teknik berbeda dengan mengukit karena lebih rumit. ok gan lanjut ke bawah

sekarang kita bahas sedikit sejarah dan perjalanan para pembuat uang kertas indonesia.
Quote:
Indonesia mulai membuat ilustrasi untuk uang kertas sendiri pada masa Orde Lama. Ilustrasi pertama dilukis oleh Oesman Effendi dan Abdul Salam. Dengan kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi penerbitan dan ilustrasi maka pada tahun 1951 pelukis Oesman Effendi dan ilustrator Abdul Salam dikirim ke Belanda untuk mempelajari cara-cara membuat ilustrasi pada uang kertas, yang nantinya akan diajarkan di tanah air. Pada masa Orde Baru, ilustrator Indonesia berkembang pesat, terutama ilustrasi untuk buku cerita maupun buku pengetahuan dari berbagai penerbit Masing-masing ilustrator memiliki ciri khas tersendiri, baik dari tampilan gambar maupun tema yang dibuat. Misalnya saja, Jan Mintaraga banyak menghasilkan cerita yang berlatar belakang tradisional, seperti kisah pewayangan dan cerita klasik lainnya. Pada saat itu Indonesia sudah banyak melahirkan tangan-tangan handal dengan cipta rasa seni yang fantastis. Tak luput juga dalam menciptakan lukisan pada lembaran uang pemerintahan yang sah. Bila kita cermati, perancang atau pelukis uang kertas ini menuliskan nama mereka pada bagian muka sebelah kanan bawah yang disingkat “del”, yang berarti “delinavit” atau pelukis uang. Kata-kata ini hanya bisa dilihat jelas dengan kaca pembesar, seperti contoh berikut:
Ternyata uang kertas yang mencantumkan nama pelukisnya tidak terlalu banyak. Dimulai dari tahun 1952 sampai sekitar 1980-an. Uang kertas yang berasal dari zaman penjajahan Belanda, Jepang hingga ORI (Oeang Republik Indonesia), tidak ada yang mencantumkan nama pelukisnya. Berikut adalah nama ilustrator dan desainer uang kertas yang dikeluarkan oleh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri)
Spoiler for contoh:

Ternyata uang kertas yang mencantumkan nama pelukisnya tidak terlalu banyak. Dimulai dari tahun 1952 sampai sekitar 1980-an. Uang kertas yang berasal dari zaman penjajahan Belanda, Jepang hingga ORI (Oeang Republik Indonesia), tidak ada yang mencantumkan nama pelukisnya. Berikut adalah nama ilustrator dan desainer uang kertas yang dikeluarkan oleh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri)
Spoiler for yunalis:

Quote:
yunialis Lahir di Bukittinggi, 14 Juni 1924. Mulai bekerja di Peruri pada 1 Agustus 1955 hingga wafat di Jakarta, 10 September 1976. Hasil karya beliau cukup banyak, di antaranya adalah Seri Pekerja 1958, 1963, dan 1964. Salah satu masterpiecenya adalah Rp 10.000 bergambar relief Candi Borobudur dan Barong emisi 1975
Spoiler for sadjiroen:

Quote:
Sadjiroen Lahir di Kendal, 4 Maret 1931, mulai bekerja di Peruri pada 12 Desember 1955 sampai dengan 1 April 1987. Hasil karya beliau yang terkenal adalah seri Sudirman, mulai dari pecahan Rp 5 sampai dengan Rp 10.000
Spoiler for risman suplanto:
Quote:
Lahir di Magelang 13 September 1927. Bekerja di Peruri pada 16 Juli 1956 sampai dengan 1 Oktober 1984. Inilah salah satu karya beliau, pecahan Rp 500 emisi 1977
nah sekarang kita bahas salah satu maestro di bidangnya Mr Mujirun

cekidot
Spoiler for pak Mujirun:

Spoiler for pak Mujirun:

Quote:
Kemudian di era 70’an seorang maestro engraver (pengukir gambar) bernama Mujirun memulai untuk berkarya dengan lihai, yang hingga kini karya beliau masih kita nikmati dalam transaksi sehari-hari. Pria kelahiran 26 November 1958 ini mempunyai cerita menarik dalam memulai kisah hidupnya sebagai engraver. Mulai bekerja di Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) tahun 1979 saat ia masih kuliah tingkat akhir di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) Yogyakarta. Saat itu Peruri sedang mencari calon engraver atau pengukir gambar yang memang diperlukan dalam proses pembuatan uang kertas. Engrav merupakan proses pegamanan paling tinggi dalam pembuatan uang kertas. Mujirun disiapkan sebagai tenaga muda untuk mendampingi senior engraver di Peruri yang bernama Pak Sajirun. Kebetulan juga kedua engraver tersebut punya nama yang mirip. Sejak Sekolah Dasar, Mujirun memang sudah belajar melukis di sanggar lukisan yang diasuh langsung oleh Pak Murtoyo (alm) di Beji, Yogyakarta. Saat kelas 4 SD ia bahkan sudah mulai menjual karya seninya berupa wayang untuk sekedar mendapat uang jajan. Mujirun tertarik pada tawaran Peruri karena perusahaan tersebut menjanjikan akan menyekolahkannya ke luar negeri. Terlebih lagi gaji yang akan terima cukup memuaskan yaitu Rp50.000 per bulan. Sedangkan upah rata-rata kabupaten pada era 1970-an hanya Rp19.000 sebulan. Mujirun pun kemudian hijrah ke ibu kota. Tapi, beliau tak bisa langsung mengaplikasikan karyanya di Peruri. Ia harus menjalani pendidikan seni lagi. Bahkan hingga ke luar negeri. Mujirun berkesempatan untuk menempuh pendidikan di Swiss, Italia, Inggris, Hongaria dan Malaysia. Selain itu, selama dua tahun beliau belajar engrave di kantor dengan instruktur lulusan Belanda. Juga berkesempatan belajar di ISI serta ITB guna memperdalam teknik engraving pada uang kertas. Sepulang dari Italia, suami Siti Julaeha itu tak langsung mendapatkan kepercayaan membuat gambar-gambar di uang kertas. Kesempatan tersebut baru datang tiga tahun kemudian. Dia dipercaya untuk menggambar sosok pahlawan Teuku Umar yang digunakan pada uang kertas Rp5 ribu. Menurut Mujirun, selama ini pembuatan gambar uang itu dilakukan dengan proses seleksi yang ketat. Lima engraver Peruri diminta untuk menggambar secara manual dengan teknik pen drawing. Gambar-gambar tersebut kemudian diserahkan ke pimpinan BI. Begitu gambar disetujui, seniman yang membuat baru bisa mengerjakannya. Yang dikerjakan Pak Mujirun bukan pekerjaan mudah dan remeh. Engrave pada mata uang adalah salah satu pengaman mata uang, sehingga perlu dibuat serumit mungkin namun tetap menghasilkan gambar yang realistis. Proses kerja Pak Mujirun adalah menggambar diatas plat baja, kemudian ia mengukir gambar mata uang tersebut di atasnya. Pak Mujirun harus melakukannya secara perlahan, garis demi garis, teliti dan tidak ada kesalahan. Pelukis dengan teknik pena yang pernah melukis 13 uang kertas Indonesia ini menggunakan pisau baja dan alat ukir khusus berujung mirip huruf V serta alat pembesar gambar di uang kertas. Sedangkan untuk ukuran besar, beliau biasa menggunakan pena Rotring. Komposisi gambar seperti gelap terang, bayangan, hingga dimensi, dibedakan dengan ukiran garis pada pelat baja. Proses ini tidak boleh salah sedikit pun. Jika terjadi kesalahan, master cetakan akan rusak dan Pak Mujirun harus mengulang proses engrave dari awal.
Teknik engrave termasuk rumit; menggambar menggunakan pisau dengan teknik cukil. Sepintas mirip teknik mengukir. Namun, teknik engrave lebih sulit karena diaplikasikan di media yang kecil dengan skala satu banding satu. Bisa dibayangkan tingkat ketelitian dan presisi hasil kerja Pak Mujirun. Mengenai waktu pengerjaan uang kertas, beliau menghabiskan waktu 3 hingga 4 bulan, sedangkan untuk ukuran besar adalah 3 hingga 4 minggu. Salah satu karya Mujirun yang membanggakan adalah gambar uang seri “Pak Harto Mesem”. Sebab pembuatannya tidak hanya bersaing dengan engraver dari Peruri. Karyanya harus diadu dengan engraver dari luar negeri. Gambar sketsa wajah Pak Harto karya beliau dan karya engraver dari Australia terpilih untuk diserahkan ke Setneg (Sekretariat Negara) untuk dipilih salah satunya.
Tanpa diduga, pihak Istana Negara menjatuhkan pilihan pada karya Mujirun. Gambar “Pak Harto Mesem” itulah yang kemudian menghiasi uang Rp50.000 yang diterbitkan pada tahun 1995. Selain itu, ada beberapa karya Mujirun lain yang cukup fenomenal. Di antaranya, gambar pahlawan Sisingamangaraja XII di uang Rp1.000 (keluaran 1987), gambar rusa Cervus timorensis untuk uang Rp500 (1988), gambar anak Gunung Krakatau untuk uang Rp100 (1991), gambar Gunung Kelimutu untuk uang Rp5.000 (1991), Ki Hajar Dewantoro di uang kertas Rp20 ribu (1998), Paskibraka di uang Rp50 ribu (1999), gambar Kapitan Pattimura pada uang kertas Rp1.000, gambar Pulau Maitara dan Tidore Rp1.000, serta Tuanku Imam Bonjol Rp5.000 (ketiganya keluaran 2001).
Mujirun juga lah yang membuat gambar pahlawan Oto Iskandar Di Nata pada uang kertas Rp20.000 yang dikeluarkan pada tahun 2004. Sebelum pensiun, pria 55 tahun itu membuat gambar I Gusti Ngurah Rai untuk uang pecahan Rp50 ribu keluaran 2009. Jika diperhatikan, sangat terlihat dari hasil karyanya di uang pecahan kertas tersebut, bagaimana detail dan presisinya gambar wajah tokoh-tokoh di uang pecahan itu. Pak Mujirun membeberkan rahasianya, berlatih menggambar menurutnya melatih kepekaan rasa. Itulah kunci sukses Pak Mujirun,
dengan terus berlatih dan mengolah rasa. Semua gambar yang ia buat merupakan kumpulan arsiran garis yang kemudian bersatu membentuk gambar utuh. Pak Mujirun mencontohkan, ketika dia hendak membuat mata, dia membuat lingkaran dahulu sebagai pola awal. Kemudian dia membuat arsir, garis-garis kecil untuk membentuk mata, membuat mata tampak berdimensi dan akhirnya menghasilkan satu gambar mata utuh.
Bergabung di Peruri diakuinya lebih merupakan tempat belajar yang juga mendapat gaji. Namun ketika usianya mencapai 50 tahun, persisnya pada tahun 2009, ia mengajukan ikut pensiun dini karena ingin kembali ke dunianya sendiri dan karena ingin lebih banyak berkarya di rumah. Dulu selain menjadi engraver, Pak Mujirun juga melukis lepas. Karya-karyanya dihargai tinggi karena tingkat kerumitan yang tinggi. Contohnya gambar Presiden SBY memiliki nilai sebesar 25 juta rupiah. Nilai itu wajar karena proses pembuatan lukisan dengan metode arsir ini butuh waktu lama dan ketelitian tinggi. Untuk 1 potret wajah seukuran A4, lama pengerjaannya adalah 1 bulan. Pun dengan teknik langka yang ia miliki, tentunya wajar jika lukisannya dihargai tinggi. Kini, bersama sang istri tercinta Pak Mujirun tinggal menikmati hasil dari jerih payahnya. Lebih banyak menghabiskan waktu dengan bekerja di rumah. Untuk menopang hidup di masa pensiunnya, hasil dari membuat lukisan di rumah telah ia investasikan dalam bentuk beberapa rumah yang disewakan, ada sawah di Yogyakarta dan Bandung yang ditanami palawija, 10 rumah petak sehat di Ciledug yang disewakan pada pedagang bakso, batagor, sate. Juga ada kios di Jl Joglo yang menjual pigura, lukisan, jasa fotokopi dan menjual pulsa telpon. Beliau mengaku siap seumpama ada klien dari perusahaan yang membutuhkan jasa engrave-nya. Pak Mujirun dan isteri dikaruniai 2 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Anak sulungnya mengikuti jejak ayahnya belajar seni rupa di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Sebagai pelukis beraliran dasar realis, Mujirun juga makin aktif mendapat order lukisan. Selama sepuluh bulan terakhir saja dia sudah menyelesaikan lebih dari 20 lukisan. Mereka yang memesan lukisan juga beragam, mulai dari pejabat, pengusaha, pejabat kepolisian bahkan pelajar.
Kini Pak Mujirun sudah pensiun dari Peruri, menikmati hari tua di bilangan Ciledug dengan melukis dan berbagi ilmu kepada siapapun. Jika dianalogikan dalam ungkapan ajaran agama Hindu, Pak Mujirun sudah mencapai tahap Pandhita, menyepi dari riuh duniawi dan membagi ilmu kepada sesama. Sungguh sosok yang arif dengan nilai ilmu yang langka dan luar biasa penting untuk negara Indonesia tercinta ini.
Teknik engrave termasuk rumit; menggambar menggunakan pisau dengan teknik cukil. Sepintas mirip teknik mengukir. Namun, teknik engrave lebih sulit karena diaplikasikan di media yang kecil dengan skala satu banding satu. Bisa dibayangkan tingkat ketelitian dan presisi hasil kerja Pak Mujirun. Mengenai waktu pengerjaan uang kertas, beliau menghabiskan waktu 3 hingga 4 bulan, sedangkan untuk ukuran besar adalah 3 hingga 4 minggu. Salah satu karya Mujirun yang membanggakan adalah gambar uang seri “Pak Harto Mesem”. Sebab pembuatannya tidak hanya bersaing dengan engraver dari Peruri. Karyanya harus diadu dengan engraver dari luar negeri. Gambar sketsa wajah Pak Harto karya beliau dan karya engraver dari Australia terpilih untuk diserahkan ke Setneg (Sekretariat Negara) untuk dipilih salah satunya.
Tanpa diduga, pihak Istana Negara menjatuhkan pilihan pada karya Mujirun. Gambar “Pak Harto Mesem” itulah yang kemudian menghiasi uang Rp50.000 yang diterbitkan pada tahun 1995. Selain itu, ada beberapa karya Mujirun lain yang cukup fenomenal. Di antaranya, gambar pahlawan Sisingamangaraja XII di uang Rp1.000 (keluaran 1987), gambar rusa Cervus timorensis untuk uang Rp500 (1988), gambar anak Gunung Krakatau untuk uang Rp100 (1991), gambar Gunung Kelimutu untuk uang Rp5.000 (1991), Ki Hajar Dewantoro di uang kertas Rp20 ribu (1998), Paskibraka di uang Rp50 ribu (1999), gambar Kapitan Pattimura pada uang kertas Rp1.000, gambar Pulau Maitara dan Tidore Rp1.000, serta Tuanku Imam Bonjol Rp5.000 (ketiganya keluaran 2001).
Mujirun juga lah yang membuat gambar pahlawan Oto Iskandar Di Nata pada uang kertas Rp20.000 yang dikeluarkan pada tahun 2004. Sebelum pensiun, pria 55 tahun itu membuat gambar I Gusti Ngurah Rai untuk uang pecahan Rp50 ribu keluaran 2009. Jika diperhatikan, sangat terlihat dari hasil karyanya di uang pecahan kertas tersebut, bagaimana detail dan presisinya gambar wajah tokoh-tokoh di uang pecahan itu. Pak Mujirun membeberkan rahasianya, berlatih menggambar menurutnya melatih kepekaan rasa. Itulah kunci sukses Pak Mujirun,
dengan terus berlatih dan mengolah rasa. Semua gambar yang ia buat merupakan kumpulan arsiran garis yang kemudian bersatu membentuk gambar utuh. Pak Mujirun mencontohkan, ketika dia hendak membuat mata, dia membuat lingkaran dahulu sebagai pola awal. Kemudian dia membuat arsir, garis-garis kecil untuk membentuk mata, membuat mata tampak berdimensi dan akhirnya menghasilkan satu gambar mata utuh.
Bergabung di Peruri diakuinya lebih merupakan tempat belajar yang juga mendapat gaji. Namun ketika usianya mencapai 50 tahun, persisnya pada tahun 2009, ia mengajukan ikut pensiun dini karena ingin kembali ke dunianya sendiri dan karena ingin lebih banyak berkarya di rumah. Dulu selain menjadi engraver, Pak Mujirun juga melukis lepas. Karya-karyanya dihargai tinggi karena tingkat kerumitan yang tinggi. Contohnya gambar Presiden SBY memiliki nilai sebesar 25 juta rupiah. Nilai itu wajar karena proses pembuatan lukisan dengan metode arsir ini butuh waktu lama dan ketelitian tinggi. Untuk 1 potret wajah seukuran A4, lama pengerjaannya adalah 1 bulan. Pun dengan teknik langka yang ia miliki, tentunya wajar jika lukisannya dihargai tinggi. Kini, bersama sang istri tercinta Pak Mujirun tinggal menikmati hasil dari jerih payahnya. Lebih banyak menghabiskan waktu dengan bekerja di rumah. Untuk menopang hidup di masa pensiunnya, hasil dari membuat lukisan di rumah telah ia investasikan dalam bentuk beberapa rumah yang disewakan, ada sawah di Yogyakarta dan Bandung yang ditanami palawija, 10 rumah petak sehat di Ciledug yang disewakan pada pedagang bakso, batagor, sate. Juga ada kios di Jl Joglo yang menjual pigura, lukisan, jasa fotokopi dan menjual pulsa telpon. Beliau mengaku siap seumpama ada klien dari perusahaan yang membutuhkan jasa engrave-nya. Pak Mujirun dan isteri dikaruniai 2 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Anak sulungnya mengikuti jejak ayahnya belajar seni rupa di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Sebagai pelukis beraliran dasar realis, Mujirun juga makin aktif mendapat order lukisan. Selama sepuluh bulan terakhir saja dia sudah menyelesaikan lebih dari 20 lukisan. Mereka yang memesan lukisan juga beragam, mulai dari pejabat, pengusaha, pejabat kepolisian bahkan pelajar.
Kini Pak Mujirun sudah pensiun dari Peruri, menikmati hari tua di bilangan Ciledug dengan melukis dan berbagi ilmu kepada siapapun. Jika dianalogikan dalam ungkapan ajaran agama Hindu, Pak Mujirun sudah mencapai tahap Pandhita, menyepi dari riuh duniawi dan membagi ilmu kepada sesama. Sungguh sosok yang arif dengan nilai ilmu yang langka dan luar biasa penting untuk negara Indonesia tercinta ini.
Spoiler for pak mujirun in action:

Spoiler for pak mujirun in action:

Spoiler for karya yg paling terkenal:

pesan TS : hargailah uang karena di balik sepeser uang banyak orang hebat yang terlibat di baliknya

jangan lupa ninggalin jejak dengan komen




sumber
sumber
0
11.9K
Kutip
55
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan