- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Korban Rezim Soeharto Dapat 1 M, Jaksa Banding.


TS
bukaaib16
Korban Rezim Soeharto Dapat 1 M, Jaksa Banding.
Korban Tindakan Represif Presiden Soeharto, Wimanjaya Menang Rp 1 Miliar
Andi Saputra - detikNews
Jakarta -
Di era Presiden Soeharto, hukum dan HAM menjadi barang mahal, seperti yang dialami oleh Prof Dr Wimanjaya Keeper Liotohe. Setelah Presiden Soeharto tumbang, Wimanjaya terus menuntut keadilan. Siapa nyana, gugatannya dikabulkan!
Kakek renta yang kini berusia 82 tahun itu konsisten menuntut keadilan. Di era otoriter Orde Baru, Wimanjaya meluncurkan buku Primadusta di Amsterdam pada 1993. Buku ini menceritakan kejahatan HAM Presiden Soeharto di pada tahun 1965. Sepulangnya ke Indonesia, ia langsung dicari aparat dan diintrograsi secara masif.
Baca: Mengenal Profesor Tua Eks Tapol yang Menggugat Pemerintah Rp 500 Miliar
Disusul dengan pernyataan Presiden Soeharto di depan prajurit di Tapos pada 23 Januari 1994 yaitu 'ada orang gila berani melawan saya' dan keesokan harinya Kejaksaan Agung melarang buku itu beredar dan ia kembali diintrograsi aparat.
Setelah itu, serentetan tindakan represif Wimanjaya alami berkali-kali, dicekal ke luar negeri dan disidangkan tanpa kesalahan yang jelas. Perbuatannya juga mengantarkan dan menghuni LP Cipinang selama 2 tahun dan 5 tahun statusnya hukumnya mengambang.
Statusnya baru jelas usai Soeharto tumbang yaitu pada 10 Januari 2001, di mana Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan jaksa tidak bisa membuktikan tuduhannya.
Atas proses hukum yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah HAM ini, Wimanjaya lalu mengajukan ikhtiar hukum. Salah satunya meminta ganti rugi ke ke negara atas apa yang dialaminya. Gugatan pun dilayangkan ke PN Jaksel yang meminta ganti rugi sebesar Rp 126 miliar.
Dalam jawabannya, negara yang diwakili Kejaksaan Agung menyatakan tuntutan tersebut sudah kedaluwarsa. Selain itu, Kejaksaan Agung menilai gugatan tersebut tidak memenuhi unsur perbuatan melawan hukum. Wimanjaya juga dinilai tidak bisa membuktikan adanya hubungan sebab akibat antara apa yang dialaminya dengan kerugian yang dituntutnya.
Namun siapa nyana, PN Jaksel mempunyai keyakinan lain. Majelis hakim meyakini apa yang dialami Wimanjaya adalah akibat kekuasaan pemerintah (presiden) saat itu.
"Situasi tersebut merupakan abuse of power yang dilakukan oleh pemerintah atau adanya penyalahgunaan kewenangan penguasa," ujar majelis hakim PN Jaksel yang dikutip detikcom dari website Mahkamah Agung (MA), Rabu (20/1/2016).
Untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya, PN Jaksel menilai perlu ganti rugi yang sesuai dengan apa yang dialami oleh Wimanjaya. Mengingat perjuangan penggugat dalam memperjuangkan haknya selaku warga negara untuk tetap hidup layak, walaupun sumber nafkah hidup terbelenggu oleh pemerintah.
"Mengingat situasi dan kondisi saat ini maka majelis berpendapat adalah adil jika Tergugat (Pemerintah cs Kejaksaan Agung) membayar ganti rugi atas apa yang dilakukan pemerintah terhadap penggugat sebesar Rp 1 miliar," ucap majelis yang terdiri dari Ahmad Yunus, Yuningtyas Upiek Kartikawati dan Nelson Sianturi.
"Perhitungan mana didasarkan pada kelayakan, kepantasan, keadilan serta kemanfaatan bagi penggugat," sambung majelis dalam putusan yang diketok pada 4 Agustus 2015 lalu.
Kasus ini belum berkekuatan hukum tetap karena jaksa masih mengajukan banding.
Kini Wimanjaya hidup sederhana di sebuah rumah kecil di sebuah gang di Jakarta Selatan. (asp/fdn).
http://m.detik.com/news/berita/3123050/korban-tindakan-represif-presiden-soeharto-wimanjaya-menang-rp-1-miliar
Andi Saputra - detikNews
Jakarta -
Di era Presiden Soeharto, hukum dan HAM menjadi barang mahal, seperti yang dialami oleh Prof Dr Wimanjaya Keeper Liotohe. Setelah Presiden Soeharto tumbang, Wimanjaya terus menuntut keadilan. Siapa nyana, gugatannya dikabulkan!
Kakek renta yang kini berusia 82 tahun itu konsisten menuntut keadilan. Di era otoriter Orde Baru, Wimanjaya meluncurkan buku Primadusta di Amsterdam pada 1993. Buku ini menceritakan kejahatan HAM Presiden Soeharto di pada tahun 1965. Sepulangnya ke Indonesia, ia langsung dicari aparat dan diintrograsi secara masif.
Baca: Mengenal Profesor Tua Eks Tapol yang Menggugat Pemerintah Rp 500 Miliar
Disusul dengan pernyataan Presiden Soeharto di depan prajurit di Tapos pada 23 Januari 1994 yaitu 'ada orang gila berani melawan saya' dan keesokan harinya Kejaksaan Agung melarang buku itu beredar dan ia kembali diintrograsi aparat.
Setelah itu, serentetan tindakan represif Wimanjaya alami berkali-kali, dicekal ke luar negeri dan disidangkan tanpa kesalahan yang jelas. Perbuatannya juga mengantarkan dan menghuni LP Cipinang selama 2 tahun dan 5 tahun statusnya hukumnya mengambang.
Statusnya baru jelas usai Soeharto tumbang yaitu pada 10 Januari 2001, di mana Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan jaksa tidak bisa membuktikan tuduhannya.
Atas proses hukum yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah HAM ini, Wimanjaya lalu mengajukan ikhtiar hukum. Salah satunya meminta ganti rugi ke ke negara atas apa yang dialaminya. Gugatan pun dilayangkan ke PN Jaksel yang meminta ganti rugi sebesar Rp 126 miliar.
Dalam jawabannya, negara yang diwakili Kejaksaan Agung menyatakan tuntutan tersebut sudah kedaluwarsa. Selain itu, Kejaksaan Agung menilai gugatan tersebut tidak memenuhi unsur perbuatan melawan hukum. Wimanjaya juga dinilai tidak bisa membuktikan adanya hubungan sebab akibat antara apa yang dialaminya dengan kerugian yang dituntutnya.
Namun siapa nyana, PN Jaksel mempunyai keyakinan lain. Majelis hakim meyakini apa yang dialami Wimanjaya adalah akibat kekuasaan pemerintah (presiden) saat itu.
"Situasi tersebut merupakan abuse of power yang dilakukan oleh pemerintah atau adanya penyalahgunaan kewenangan penguasa," ujar majelis hakim PN Jaksel yang dikutip detikcom dari website Mahkamah Agung (MA), Rabu (20/1/2016).
Untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya, PN Jaksel menilai perlu ganti rugi yang sesuai dengan apa yang dialami oleh Wimanjaya. Mengingat perjuangan penggugat dalam memperjuangkan haknya selaku warga negara untuk tetap hidup layak, walaupun sumber nafkah hidup terbelenggu oleh pemerintah.
"Mengingat situasi dan kondisi saat ini maka majelis berpendapat adalah adil jika Tergugat (Pemerintah cs Kejaksaan Agung) membayar ganti rugi atas apa yang dilakukan pemerintah terhadap penggugat sebesar Rp 1 miliar," ucap majelis yang terdiri dari Ahmad Yunus, Yuningtyas Upiek Kartikawati dan Nelson Sianturi.
"Perhitungan mana didasarkan pada kelayakan, kepantasan, keadilan serta kemanfaatan bagi penggugat," sambung majelis dalam putusan yang diketok pada 4 Agustus 2015 lalu.
Kasus ini belum berkekuatan hukum tetap karena jaksa masih mengajukan banding.
Kini Wimanjaya hidup sederhana di sebuah rumah kecil di sebuah gang di Jakarta Selatan. (asp/fdn).
http://m.detik.com/news/berita/3123050/korban-tindakan-represif-presiden-soeharto-wimanjaya-menang-rp-1-miliar
0
931
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan