- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
KKN ala Rezim Jokowi: Yaaa Bagi-bagi Jabatan ke Timses Pilpresnya dulu itu?


TS
zitizen4r
KKN ala Rezim Jokowi: Yaaa Bagi-bagi Jabatan ke Timses Pilpresnya dulu itu?
Jokowi 'Terpaksa' Kompromis dan Bagi Bagi Jabatan
Senin, 25 Januari 2016 | 06:35 WIB
Timses Jokowi yg terakhir dapat jatah jabatan, Boni Hargens hari ini ...
Pelantikan Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) semakin menambah daftar panjang para pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pelaksanaan pemilihan presiden lalu yang kini menjadi pejabat.
Jokowi dulu sempat menyatakan tidak akan bagi-bagi kursi. Namun, dalam politik, rupanya Jokowi juga harus kompromistis terhadap berbagai pihak yang telah mendukungnya.
"Ini semacam barter politik," ujar Analis Poltracking Institute Agung Baskoro saat dihubungi Kompas.com.
Dari deretan pendukung Jokowi, nama pertama yang mencuat adalah Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional, Soetrisno Bachir. Soetrisno dipercayai Jokowi menjadi Ketua KEIN.
Pria yang akrab disapa "Tris" itu mengungkapkan penunjukan dirinya dilakuan secara profesional dan tak ada kaitannya dengan sikap PAN yang menyatakan mendukunga pemerintah.
Namun, peran Soetrisno selama pilpres tidak bisa dilupakan. Dia lah tokoh PAN yang membelot dari sikap resmi partai itu mendukung Prabowo-Hatta.
Nama Soetrisno bahkan tercantum dalam tim sukses resmi Jokowi-JK yang terdaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tim pengarah bersama Puan Maharani, Luhut Binsar Pandjaitan, Hasyim Muzadi, dan Pramono Anung.
Nama-nama lainnya kini telah menduduki posisi-posisi penting di pemerintahan.
"Ini hitungannya DP (untuk PAN). Nanti akan lunas saat reshuffle. Setidaknya, ini bisa memenuhi hasrat PAN ingin 'membantu' pemerintah secara substantif menjaga stabilitas politik," katanya.
Bagi pemerintah, ungkap Agung, keberadaan PAN akan menambah soliditas dan menekan potensi kegaduhan akibat perbedaan cara pandang di parlemen.
"Peran PAN cukup strategis memperlebar kekuatan KIH di parlemen. Sehingga, ke depan kegaduhan dari eksternal bisa dihindari sebagaimana sering terjadi di tahun 2015," imbuh dia.
Di jajaran KEIN, ada pula nama-nama lain yang juga memiliki kedekatan dengan Jokowi seperti Arif Budimanta (PDI-P) dan Hendri Saparini (ekonom UGM). Keduanya aktif memberikan masukan kepada tim transisi yang saat itu menyiapkan sejumlah program-program Jokowi.
Tak Hanya KEIN
Sepanjang 2015 lalu, Jokowi juga kerap melakukan penunjukan yang kontroversial. Salah satunya yang terkait dengan relawan hingga politisi dari partai pendukung Jokowi.
Hal tersebut terlihat dari penunjukkan komisaris BUMN, penunjukkan Dewan Pertimbangan Presiden, hingga pemilihan duta besar.
Setidaknya ada 16 komisaris BUMN yang masuk dalam barisan pendukung Jokowi beberapa di antaranya, Diaz Hendropriyono (penggagas Kawan Jokowi) menjadi Komisaris PT Telkomsel, Fadjroel Rachman (relawan) menjadi Komisaris PT Adhir Karya.
Selain itu, ada pula Refly Harun (mantan staf khusus Mensesneg) sebagai Komisaris PT Jasa Marga, Roy Maningkas (PDI-P) menjadi Komisaris PT Krakatau Steel, Jeffry Wurangian (Partai Nasdem) sebagai Komisaris BRI.
Tak hanya itu, pemilihan Wantimpres juga menjadi representasi pengakomodasian seluruh elemen pendukung utama Jokowii.
Mereka yang ditunjuk yakni Sidarta Danusubrata (PDI-P), Suharso Monoarfa (PPP), Jan Darmadi (Nasdem), Rusdi Kirana (PKB), Yusuf Kartanegara (PKPI), Subagyo Hadi Siswoyo (Hanura), Abdul Malik Fadjar (Muhammadiyah), Sri Adiningsih (ekonom), dan Hasyim Muzadi (NU).
Kontroversi masih berlanjut saat Presiden Jokowi menyerahkan 33 daftar nama calon duta besar ke DPR pertengahan tahun lalu.
Ada delapan nama yang setidaknya menjadi pro dan kontra karena lagi-lagi merupakan politisi dari parpol pendukung.
Mereka adalah Safira Machrusah (NU, PKB) yang menjadi Duta Besar Aljazair, Helmy Fauzi (PDI-P) menjadi Duta Besar Mesir, Masekal Madya (Purn) Budhy Santoso (Hanura), Diennaryati Tjokrisuprihatono (Nasdem) sebagai Duta Besar Ekuador, Alexander Litaay (PDI-P) sebagai Duta Besar Kroasia.
http://segalaberita.com/politik-huku...i-bagi-jabatan
http://nasional.kompas.com/read/2016...i.Jadi.Pejabat
Jokowi pun tetap ” bagi-bagi jabatan ” kepada relawan dan pendukungnya
4 Januari 2016
M2000 – Jika kita flash back saat musim kampanye pilpres silam , tentunya tiap hari kita mendengar dan melihat kedua pasangan calon presiden menyuarakan janji-janji saat kampanye.
Prabowo yang saat itu paling banyak mengobral janji dengan menawarkan sejumlah kursi menteri kepada partai mana saja yang mau bergabung.Dan Joko wi justru membuat koalisi ramping tanpa syarat .
Ya , semua janji hanyalah pepesan kosong , untuk Prabowo lupakan saja karena tidak menjadi presiden, lagian kalau jadi presiden mau berapa jumlah menterinya yang ‘gak masuk akal itu.
Apakah Jokowi tidak bagi-bagi kursi bagi para pendukungnya? Hmmm…nyatanya tidak begitu pemirsa , politik balas jasa itu tetap ada .
Ya…apalagi sebagai orang timur kita terbiasa dengan istilah ” balas budi “. Itulah yang setidaknya dilakukan Jokowi saat menjabat presiden , Jokowi masih harus membalas budi bagi para pendukungnya saat itu ..masih punya ” ewuh-pakewuh ” kalau istilah jawanya .Sebenarnya ini wajar dan siapapun pasti melakukannya.,cuma berbeda versi saja dengan kita-kita.
Mau tahu apa saja ” balas budi ” Jokowi kepada para pendukungnya , mari kita simak bersama,
Awal terbentuknya bongkar pasang jajaran teras BUMN jadi bukti nyata kalau balas budi jasa politik memang terpampang secara jelas. Bahkan beberapa malah menjadi komisaris.
Praktek ini sebenarnya hal yang lumrah dilakukan presiden-presiden sebelumnya. Terakhir paling anyar, Fadjroel Racman diangkat menjadi Komisaris Utama PT Adhi Karya.
Berikut beberapa nama tim sukses dan relawan atau orang dekat Jokowi yang kini menjabat komisaris BUMN :
1. Cahaya Dwi Rembulan Sinaga
Relawan Jokowi ini ditunjuk menjadi komisaris independen Bank Mandiri dalam rapat umum pemegang saham, awal pekan lalu. Dwi adalah politisi PDI Perjuangan yang gagal melaju menjadi anggota DPR-RI pada pemilu legislatif 2009.
Dwi belum memiliki rekam jejak di dunia perbankan. Sejak 2007 hingga sekarang, Dwi adalah Kepala UPT Multimedia Universitas Trisakti. Dia juga pendiri dan Direktur Utama PT Radio MS TRI 104,2 FM. Alumni magister hukum Trisakti itu juga pernah menjadi konsultan hukum LSM Internasional Internews Indonesia (2002-2004).
2. Pataniari Siahaan
Dia ditunjuk menjadi komisaris independen BNI dalam rapat umum pemegang saham, pekan lalu.
Pataniari adalah politikus PDI Perjuangan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini gagal melaju menjadi anggota DPR-RI pada pemilu legislatif 2014. Pataniari juga tak memiliki rekam jejak di perbankan. Selama dua periode di DPR, Pataniari tak pernah berada di komisi terkait keuangan dan perbankan.
3. Alexander Sonny Keraf
Menteri Negara Lingkungan Hidup era Presiden Abdurrahman Wahid itu diangkat menjadi komisaris independen BRI dalam rapat umum pemegang saham. Dia merupakan anggota badan penelitian dan pengembangan (Balitbang) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sebelum menjadi menteri, Sony adalah dosen filsafat di Universitas Atmajaya.
4. Jeffry Wurangian
Politikus Partai Nasional Demokrat ( Nasdem ) ini ditunjuk menjadi komisaris BRI. Dia pernah mencalonkan diri menjadi Calon Legislatif DPR-RI daerah pemilihan Jawa timur V dengan nomor urut 5. Untungnya, Jeffry memiliki rekam jejak tebal di dunia perbankan. Dia adalah mantan Direktur Utama Bank Sulawesi Utara (Sulut).
5. Refly Harun
Pakar hukum tata negara dan Staf khusus Mensesneg bidang hukum itu ditunjuk menjadi komisaris utama PT Jasa Marga. Rekam jejak Refly selama ini tidak pernah tercatat di dunia usaha.
Dia lebih banyak berkecimpung di dunia akademisi, aktif sebagai staf ahli salah seorang hakim konstitusi dan juga pernah sebagai konsultan dan peneliti di Centre of Electoral Reform (Cetro).
6. Diaz Hendropriyono
Anak mantan Kepala BIN AM Hendropriyono itu dikenal sebagai pengusaha dan selama pilpres lalu menjadi ketua umum koalisi anak muda dan relawan (Kawan) Jokowi.
Terkait penunjukkannya sebagai salah satu komisaris di PT Telkomsel, banyak yang mempertanyakan kapasitas dia yang tidak memiliki rekam jejak di dunia telekomunikasi.
Ya…itulah beberapa orang relawan dan pendukung saat pilpres yang ditunjuk Jokowi untuk menduduki kursi empuk di BUMN .
Ya…inilah drama politik , tidak pernah ada yang cuma-cuma di dunia politik …kamu harus tahu itu.
Yang ‘gak ditunjuk jangan protes ya…mungkin dikesempatan berikutnya…berdoa saja supaya Jokowi terpilih untuk ke dua kalinya….gitu aja kog repot !!!
http://masshar2000.com/2016/01/04/jo...-pendukungnya/
Bagi-Bagi Kue Jabatan ‘Duta Besar’ Ala Jokowi
10 Agustus 2015, 3:30

Presiden Joko Widodo telah menunjuk 33 calon duta besar baru untuk negara sahabat.
BeritaPrima, Jakarta – Presiden Joko Widodo telah menunjuk 33 calon duta besar baru untuk negara sahabat. Dalam surat yang dikirim 6 Juli 2015 ke DPR, Jokowi meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Surat itu berkatagori “rahasia.” Namun sejak akhir pekan lalu menyebar cepat ke media sosial dan diberitakan media massa. Nama-nama yang muncul itu sudah lama jadi bahan spekulasi di kalangan jurnalis sebelum “bocornya” surat Jokowi ke Ketua DPR.
Alinea pertama dalam surat tersebut menyatakan jika permohonan pencalonan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia (LBBP RI) harus mendapatkan pertimbangan dari DPR. Ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 13 ayat 1.
Pihak Istana, melalui juru bicaranya, Andi Widjojanto, menyatakan kebenaran surat itu. “Ya. (Itu) dikirim ke DPR pada 6 Juli 2015. Untuk substansinya, silakan ke yang berwenang, DPR, Mensesneg, atau Menlu,” ujar Andi, Sabtu 8 Agustus 2015.
Sebenarnya, memilih calon duta besar RI merupakan hak prerogatif Joko Widodo sebagai Presiden, walau mereka harus menjalani tes uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Namun ada baiknya bila semua calon dubes itu memang punya kapabilitas untuk membawa kepentingan Indonesia di negara tempat mereka akan bertugas.
Apalagi Jokowi sedari awal pemerintahannya menegaskan bahwa semua diplomat Indonesia kini harus bisa berpromosi untuk mendatangkan investasi dan bisnis yang menguntungkan negara. Para duta besar pun dituntut mengamankan kepentingan-kepentingan nasional dan juga melindungi para warga Indonesia di tempat mereka bertugas sembari memelihara hubungan baik dengan pemerintah tuan rumah.
Maka, menarik saat mengetahui bahwa sejumlah nama yang dicalonkan Jokowi menjadi duta besar baru RI bukanlah mereka yang berkarir sebagai diplomat. Ada politisi, purnawirawan TNI, bahkan ada yang dikenal sebagai sosialita.
Memang tidak salah. Presiden-presiden sebelum Jokowi pun pernah menerapkan langkah serupa. Namun, itu tadi, mereka harus sanggup memenuhi amanat Presiden, yang tentu saat ini bobotnya lebih berat.
Jadi, menunjuk dubes baru bukan langkah asal-asalan, apalagi hanya sebagai ungkapan “terima kasih” atas dukungan yang telah mereka beri dalam menuju tampuk kekuasaan. Jokowi tentu bukan pemimpin dengan tipe demikian, pastinya dan memang seharusnya dia punya pertimbangan khusus dan matang.
Mereka yang masuk rekomendasi Presiden Jokowi sebagai duta besar adalah, Husin Baqis untuk UAE, Safira Machrusah, untuk Aljazair, Bambang Antarikso, untuk Irak, Husnan Bey Fananie, untuk Azerbaijan.
Kemudian Ahmad Rusdi, untuk Thailand merangkap UNESCAP, Yuri Octavian Thamrin, untuk Belgia, Helmy Fauzi, untuk Republik Arab Mesir, Mochammad Luthfie Wittoeng untuk Bolivarian Venezuela, Mansyur Pangeran, untuk Senegal, I Gusti Agung Wesaka Puja, untuk Belanda merangkap OPCW.
Muhammad Basri Sidehabi untuk Qatar, Ibnu Hadi untuk Vietnam, Alfred Tanduk Palembangan untuk Kuba, Wiwiek Setyawati untuk Finlandia, Iwan Suyudhie Amri untuk Pakistan, Muh. Ibnu Said untuk Denmark, Rizal Sukma untuk Inggris, Irlandia dan IMO, Tito Dos Santos Baptista untuk Mozambique.
Mohammad Wahid Supriyadi untuk Rusia, Musthofa Taufik Abdul Latif untuk Oman, Soehardjono Sastromihardjo untuk Nairobi, Budhy Santoso untuk Panama, Dian Triansyah Djani untuk PBB, Diennaryati Tjokrosuprihatono untuk Ekuador, Agus Maftuh Abegebriel untuk Saudi Arabia, Amelia Achmad Yani, untuk Bosnia-Herzegovina.
Selanjutnya, I Gede Ngurah Swajaya untuk Singapura, Sri Astari Rasjid untuk Bulgaria, R. Bagas Hapsoro untuk Swedia, Octavino Alimudin untuk Iran, Antonius Agus Sriyono untuk Vatican, Eddy Basuki untuk Namibia dan Alexander Litaay untuk Kroasia.
Pengajuan 33 nama duta besar yang direkomendasikan Jokowi untuk menjadi pertimbangan DPR memang cukup mengagetkan. Sejumlah nama yang diajukan digadang-gadang hanyalah sebagai ajang balas budi saat musim kampanya Pilpres tahun lalu.
Sebut saja sejumlah tokoh beken yang masuk daftar tersebut antara lain Bambang Antarisko, mantan Sekretaris Inspektorat Jenderal Kemenlu, Dirjen Protokoler Kemenlu Ahmad Rusdi dan Yuri Octavian Thamrin, yang kini menjabat Dirjen Asia Pasifik di Kemenlu.
Tak hanya itu, ada pelukis Astari Rasjid yang juga masuk dalam daftar tersebut. Kemudian, ada mantan Sekretaris Jenderal PDIP Alexander Litaay, anak pahlawan nasional, Amelia Achmad Yani, dan Direktur Eksekutif CSIS, Rizal Sukma.
Anggota Komisi I DPR, Sukamta, mengakui bahwa Presiden Joko Widodo telah mengajukan 33 nama calon duta besar ke DPR. Ia berharap pengajuan nama-nama tersebut tidak sekadar ajang balas budi dari Jokowi.
“Yang penting harus representatif menjadi duta bangsa dan layak dengan jabatan. Jangan hanya menjadi ajang balas budi,” kata Sukamta saat dihubungi, Minggu 9 Agustus 2015.
Meski sudah menerima puluhan nama, politisi PKS itu belum menelusuri rekam jejak mereka. Apakah ada kaitan sebagai relawan Jokowi saat kampanye. Dia hanya mengetahui bahwa nama-nama tersebut berisi para pejabat negara, purnawirawan TNI dan politisi.
“Kami akan melakukan rapat internal. Setelah 17 Agustus-an kita buat fit and proper test,” ujarnya.
Lontaran cukup keras juga disampaikan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, yang menilai 33 nama calon dubes yang diusulkan pemerintah kental dengan nuansa “bagi-bagi kue”.
Sebabnya, sejumlah nama yang diajukan berasal dari partai politik yang berafiliasi dengan penguasa.
“Kalau menurut saya sepintas dari nama-nama itu terlalu banyak nama-nama dari parpol dan berafiliasi dari penguasa. Jadi ya ini kayak bagi-bagi kekuasaan,” kata Fadli di Jakarta, Sabtu 8 Agustus 2015.
Meski demikian, kader partai Gerindra tersebut memahami usulan itu adalah hak prerogratif Jokowi. Akan tetapi, Jokowi juga seharusnya mempertimbangkan orang-orang yang punya kapasitas untuk menempati posisi tersebut.
“Walaupun penunjukannya politis, tetapi juga harusnya berkapasitas. Jadi penunjukan diplomat karier dan non harusnya lebih banyak yang diplomat karier. Tapi harus kompeten,” ujarnya menyarankan.
Fadli berharap, nama-nama yang diusulkan itu berkompeten untuk menjabat sebagai duta besar. “Kalau dari diplomat karier pasti mumpuni. Kalau tiba-tiba jadi diplomat, dia paham tidak diplomasi kayak apa? Politik luar negeri kayak apa? Paham tidak dia? Apalagi, Jokowi kan ingin menjadikan kedutaan sebagai garda terdepan marketing kepentingan nasional kita,” ujarnya.
Ditanya kapan usulan tersebut bisa disetujui oleh DPR, Fadli menuturkan bahwa hal itu tergantung Komisi I DPR. Karena itu nantinya ia akan menyerahkan sepenuhnya kewenangan tersebut ke Komisi I.
“Berharap nanti bisa diterapkan suatu pertimbangan, atau fit and proper test di masa sidang besok mulai dari 14 Agustus sampai 30 Oktober.”
Pengamat Politik Luar Negeri dari Universitas Paramadina, Dinna Wisnu mengatakan kendati menjadi hak prerogratif Presiden sejatinya pemilihan nama-nama juga tetap mempertimbangkan hasil dari fit and proper test.
“Ya memang pengajuan nama-nama tersebut ke DPR hanya formalitas, tapi setidaknya transparansi sudah dilakukan oleh Presiden terkait nama-nama yang direkomendasikannya. Meski akhirnya semua kembali ke Presiden,” kata Dinna, Minggu 9 Agustus 2015.
Dinna melihat ada beberapa nama yang diketahui pernah masuk dalam jajaran relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat masa Pilpres lalu.
“Menjadi Duta Besar itu kan membawa nama negara Indonesia, jadi dia harus paham betul bagaimana kondisi di Indonesia, politik di Indonesia, juga politik global. Duta besar harus paham dan mengerti betul tentang Indonesia dan politik luar negeri,” kata dia.
Menurut Dinna, akan sangat disayangkan jika yang direkomendasikan sebagai duta besar hanya karena ajang balas budi saja dan tidak memahami dan mengerti mengenai politik dalam dan luar negeri.
“Kalau dulu duta besar dipilih ibaratnya dibuang atau mereka yang terlalu berani berpolitik di dalam negeri. Nah sekarang kan beda, harusnya Presiden benar-benar memilih duta besar yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang luar biasa khususnya terkait dengan politik luar negeri,” tuturnya.
Lebih lanjut, menurut Dinna, jika saat fit and proper test hasilnya ada yang bisa disarankan oleh DPR ke Presiden, sejatinya Presiden juga dapat mempertimbangkan.
“Saya kira Presiden bisa menjadikan hasil fit dan proper test oleh DPR nnati sebagai bahan pertimbangan. Jadi ya bukan tidak mungkin bisa saja nama-nama itu tetap atau diganti,” kata dia.
http://politik.beritaprima.com/bagi-...ar-ala-jokowi/
Bagi-Bagi Jabatan, Jokowi Dicap Lakukan Komisarisasi Relawan
Jumat, 31 Juli 2015 , 00:55:00
JAKARTA - Gaya kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membagi-bagi jabatan kepada tim sukses dan relawannya semasa kampanye pemilu presiden 2014, dinilai telah merusak makna relawan itu sendiri.
Hal tersebut dikatakan Kepala Program Studi Akademi Televisi Indonesia, Agus Soedibyo, dalam Dikusi Kaukus Muda Indonesia (KMI) bertajuk Peran Media Alternatif dalam Membangun Opini Masyarakat Mensukseskan Kepentingan Nasional, di Gedung Dewan Pers Jakarta, Kamis (30/7).
"Jokowi memberikan kontribusi sangat merusak bangsa ini melalui bagi-bagi jabatan kepada tim sukses dan relawan untuk jadi komisaris di badan-badan usaha milik negara," kata Agus.
Bahkan, sudah hampir satu tahun pemerintahan Jokowi berjalan, menurut Agus, bagi-bagi jabatan tersebut masih berlangsung. "Sudah hampir satu tahun Jokowi jadi Presiden RI, praktik komisarisasi relawan masih berlanjut," tegasnya.
Praktik tersebut ujar Agus, jelas-jelas merusak makna kerelawanan sosial yang agung dan mulia. "Ini kontribusi yang sangat disayangkan," ujarnya.
Padahal semua anak bangsa ini kata Agus, berharap betul kepada Presiden Jokowi agar praktik KKN bisa diminimalisir sebagaimana yang terjadi pada masa kepemimpinan sebelumnya. "Ternyata malah lebih massif dan itu juga dipertontonkan kepada rakyat," pungkasnya
http://www.jpnn.com/read/2015/07/31/...isasi-Relawan-
----------------------------------------





Kok jadii lomba penak-penakan yak!
Senin, 25 Januari 2016 | 06:35 WIB
Timses Jokowi yg terakhir dapat jatah jabatan, Boni Hargens hari ini ...

Pelantikan Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) semakin menambah daftar panjang para pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pelaksanaan pemilihan presiden lalu yang kini menjadi pejabat.
Jokowi dulu sempat menyatakan tidak akan bagi-bagi kursi. Namun, dalam politik, rupanya Jokowi juga harus kompromistis terhadap berbagai pihak yang telah mendukungnya.
"Ini semacam barter politik," ujar Analis Poltracking Institute Agung Baskoro saat dihubungi Kompas.com.
Dari deretan pendukung Jokowi, nama pertama yang mencuat adalah Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional, Soetrisno Bachir. Soetrisno dipercayai Jokowi menjadi Ketua KEIN.
Pria yang akrab disapa "Tris" itu mengungkapkan penunjukan dirinya dilakuan secara profesional dan tak ada kaitannya dengan sikap PAN yang menyatakan mendukunga pemerintah.
Namun, peran Soetrisno selama pilpres tidak bisa dilupakan. Dia lah tokoh PAN yang membelot dari sikap resmi partai itu mendukung Prabowo-Hatta.
Nama Soetrisno bahkan tercantum dalam tim sukses resmi Jokowi-JK yang terdaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tim pengarah bersama Puan Maharani, Luhut Binsar Pandjaitan, Hasyim Muzadi, dan Pramono Anung.
Nama-nama lainnya kini telah menduduki posisi-posisi penting di pemerintahan.
"Ini hitungannya DP (untuk PAN). Nanti akan lunas saat reshuffle. Setidaknya, ini bisa memenuhi hasrat PAN ingin 'membantu' pemerintah secara substantif menjaga stabilitas politik," katanya.
Bagi pemerintah, ungkap Agung, keberadaan PAN akan menambah soliditas dan menekan potensi kegaduhan akibat perbedaan cara pandang di parlemen.
"Peran PAN cukup strategis memperlebar kekuatan KIH di parlemen. Sehingga, ke depan kegaduhan dari eksternal bisa dihindari sebagaimana sering terjadi di tahun 2015," imbuh dia.
Di jajaran KEIN, ada pula nama-nama lain yang juga memiliki kedekatan dengan Jokowi seperti Arif Budimanta (PDI-P) dan Hendri Saparini (ekonom UGM). Keduanya aktif memberikan masukan kepada tim transisi yang saat itu menyiapkan sejumlah program-program Jokowi.
Tak Hanya KEIN
Sepanjang 2015 lalu, Jokowi juga kerap melakukan penunjukan yang kontroversial. Salah satunya yang terkait dengan relawan hingga politisi dari partai pendukung Jokowi.
Hal tersebut terlihat dari penunjukkan komisaris BUMN, penunjukkan Dewan Pertimbangan Presiden, hingga pemilihan duta besar.
Setidaknya ada 16 komisaris BUMN yang masuk dalam barisan pendukung Jokowi beberapa di antaranya, Diaz Hendropriyono (penggagas Kawan Jokowi) menjadi Komisaris PT Telkomsel, Fadjroel Rachman (relawan) menjadi Komisaris PT Adhir Karya.
Selain itu, ada pula Refly Harun (mantan staf khusus Mensesneg) sebagai Komisaris PT Jasa Marga, Roy Maningkas (PDI-P) menjadi Komisaris PT Krakatau Steel, Jeffry Wurangian (Partai Nasdem) sebagai Komisaris BRI.
Tak hanya itu, pemilihan Wantimpres juga menjadi representasi pengakomodasian seluruh elemen pendukung utama Jokowii.
Mereka yang ditunjuk yakni Sidarta Danusubrata (PDI-P), Suharso Monoarfa (PPP), Jan Darmadi (Nasdem), Rusdi Kirana (PKB), Yusuf Kartanegara (PKPI), Subagyo Hadi Siswoyo (Hanura), Abdul Malik Fadjar (Muhammadiyah), Sri Adiningsih (ekonom), dan Hasyim Muzadi (NU).
Kontroversi masih berlanjut saat Presiden Jokowi menyerahkan 33 daftar nama calon duta besar ke DPR pertengahan tahun lalu.
Ada delapan nama yang setidaknya menjadi pro dan kontra karena lagi-lagi merupakan politisi dari parpol pendukung.
Mereka adalah Safira Machrusah (NU, PKB) yang menjadi Duta Besar Aljazair, Helmy Fauzi (PDI-P) menjadi Duta Besar Mesir, Masekal Madya (Purn) Budhy Santoso (Hanura), Diennaryati Tjokrisuprihatono (Nasdem) sebagai Duta Besar Ekuador, Alexander Litaay (PDI-P) sebagai Duta Besar Kroasia.
http://segalaberita.com/politik-huku...i-bagi-jabatan
http://nasional.kompas.com/read/2016...i.Jadi.Pejabat
Jokowi pun tetap ” bagi-bagi jabatan ” kepada relawan dan pendukungnya
4 Januari 2016
M2000 – Jika kita flash back saat musim kampanye pilpres silam , tentunya tiap hari kita mendengar dan melihat kedua pasangan calon presiden menyuarakan janji-janji saat kampanye.
Prabowo yang saat itu paling banyak mengobral janji dengan menawarkan sejumlah kursi menteri kepada partai mana saja yang mau bergabung.Dan Joko wi justru membuat koalisi ramping tanpa syarat .
Ya , semua janji hanyalah pepesan kosong , untuk Prabowo lupakan saja karena tidak menjadi presiden, lagian kalau jadi presiden mau berapa jumlah menterinya yang ‘gak masuk akal itu.
Apakah Jokowi tidak bagi-bagi kursi bagi para pendukungnya? Hmmm…nyatanya tidak begitu pemirsa , politik balas jasa itu tetap ada .
Ya…apalagi sebagai orang timur kita terbiasa dengan istilah ” balas budi “. Itulah yang setidaknya dilakukan Jokowi saat menjabat presiden , Jokowi masih harus membalas budi bagi para pendukungnya saat itu ..masih punya ” ewuh-pakewuh ” kalau istilah jawanya .Sebenarnya ini wajar dan siapapun pasti melakukannya.,cuma berbeda versi saja dengan kita-kita.
Mau tahu apa saja ” balas budi ” Jokowi kepada para pendukungnya , mari kita simak bersama,
Awal terbentuknya bongkar pasang jajaran teras BUMN jadi bukti nyata kalau balas budi jasa politik memang terpampang secara jelas. Bahkan beberapa malah menjadi komisaris.
Praktek ini sebenarnya hal yang lumrah dilakukan presiden-presiden sebelumnya. Terakhir paling anyar, Fadjroel Racman diangkat menjadi Komisaris Utama PT Adhi Karya.
Berikut beberapa nama tim sukses dan relawan atau orang dekat Jokowi yang kini menjabat komisaris BUMN :
1. Cahaya Dwi Rembulan Sinaga
Relawan Jokowi ini ditunjuk menjadi komisaris independen Bank Mandiri dalam rapat umum pemegang saham, awal pekan lalu. Dwi adalah politisi PDI Perjuangan yang gagal melaju menjadi anggota DPR-RI pada pemilu legislatif 2009.
Dwi belum memiliki rekam jejak di dunia perbankan. Sejak 2007 hingga sekarang, Dwi adalah Kepala UPT Multimedia Universitas Trisakti. Dia juga pendiri dan Direktur Utama PT Radio MS TRI 104,2 FM. Alumni magister hukum Trisakti itu juga pernah menjadi konsultan hukum LSM Internasional Internews Indonesia (2002-2004).
2. Pataniari Siahaan
Dia ditunjuk menjadi komisaris independen BNI dalam rapat umum pemegang saham, pekan lalu.
Pataniari adalah politikus PDI Perjuangan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini gagal melaju menjadi anggota DPR-RI pada pemilu legislatif 2014. Pataniari juga tak memiliki rekam jejak di perbankan. Selama dua periode di DPR, Pataniari tak pernah berada di komisi terkait keuangan dan perbankan.
3. Alexander Sonny Keraf
Menteri Negara Lingkungan Hidup era Presiden Abdurrahman Wahid itu diangkat menjadi komisaris independen BRI dalam rapat umum pemegang saham. Dia merupakan anggota badan penelitian dan pengembangan (Balitbang) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sebelum menjadi menteri, Sony adalah dosen filsafat di Universitas Atmajaya.
4. Jeffry Wurangian
Politikus Partai Nasional Demokrat ( Nasdem ) ini ditunjuk menjadi komisaris BRI. Dia pernah mencalonkan diri menjadi Calon Legislatif DPR-RI daerah pemilihan Jawa timur V dengan nomor urut 5. Untungnya, Jeffry memiliki rekam jejak tebal di dunia perbankan. Dia adalah mantan Direktur Utama Bank Sulawesi Utara (Sulut).
5. Refly Harun
Pakar hukum tata negara dan Staf khusus Mensesneg bidang hukum itu ditunjuk menjadi komisaris utama PT Jasa Marga. Rekam jejak Refly selama ini tidak pernah tercatat di dunia usaha.
Dia lebih banyak berkecimpung di dunia akademisi, aktif sebagai staf ahli salah seorang hakim konstitusi dan juga pernah sebagai konsultan dan peneliti di Centre of Electoral Reform (Cetro).
6. Diaz Hendropriyono
Anak mantan Kepala BIN AM Hendropriyono itu dikenal sebagai pengusaha dan selama pilpres lalu menjadi ketua umum koalisi anak muda dan relawan (Kawan) Jokowi.
Terkait penunjukkannya sebagai salah satu komisaris di PT Telkomsel, banyak yang mempertanyakan kapasitas dia yang tidak memiliki rekam jejak di dunia telekomunikasi.
Ya…itulah beberapa orang relawan dan pendukung saat pilpres yang ditunjuk Jokowi untuk menduduki kursi empuk di BUMN .
Ya…inilah drama politik , tidak pernah ada yang cuma-cuma di dunia politik …kamu harus tahu itu.
Yang ‘gak ditunjuk jangan protes ya…mungkin dikesempatan berikutnya…berdoa saja supaya Jokowi terpilih untuk ke dua kalinya….gitu aja kog repot !!!
http://masshar2000.com/2016/01/04/jo...-pendukungnya/
Bagi-Bagi Kue Jabatan ‘Duta Besar’ Ala Jokowi
10 Agustus 2015, 3:30

Presiden Joko Widodo telah menunjuk 33 calon duta besar baru untuk negara sahabat.
BeritaPrima, Jakarta – Presiden Joko Widodo telah menunjuk 33 calon duta besar baru untuk negara sahabat. Dalam surat yang dikirim 6 Juli 2015 ke DPR, Jokowi meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Surat itu berkatagori “rahasia.” Namun sejak akhir pekan lalu menyebar cepat ke media sosial dan diberitakan media massa. Nama-nama yang muncul itu sudah lama jadi bahan spekulasi di kalangan jurnalis sebelum “bocornya” surat Jokowi ke Ketua DPR.
Alinea pertama dalam surat tersebut menyatakan jika permohonan pencalonan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia (LBBP RI) harus mendapatkan pertimbangan dari DPR. Ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 13 ayat 1.
Pihak Istana, melalui juru bicaranya, Andi Widjojanto, menyatakan kebenaran surat itu. “Ya. (Itu) dikirim ke DPR pada 6 Juli 2015. Untuk substansinya, silakan ke yang berwenang, DPR, Mensesneg, atau Menlu,” ujar Andi, Sabtu 8 Agustus 2015.
Sebenarnya, memilih calon duta besar RI merupakan hak prerogatif Joko Widodo sebagai Presiden, walau mereka harus menjalani tes uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Namun ada baiknya bila semua calon dubes itu memang punya kapabilitas untuk membawa kepentingan Indonesia di negara tempat mereka akan bertugas.
Apalagi Jokowi sedari awal pemerintahannya menegaskan bahwa semua diplomat Indonesia kini harus bisa berpromosi untuk mendatangkan investasi dan bisnis yang menguntungkan negara. Para duta besar pun dituntut mengamankan kepentingan-kepentingan nasional dan juga melindungi para warga Indonesia di tempat mereka bertugas sembari memelihara hubungan baik dengan pemerintah tuan rumah.
Maka, menarik saat mengetahui bahwa sejumlah nama yang dicalonkan Jokowi menjadi duta besar baru RI bukanlah mereka yang berkarir sebagai diplomat. Ada politisi, purnawirawan TNI, bahkan ada yang dikenal sebagai sosialita.
Memang tidak salah. Presiden-presiden sebelum Jokowi pun pernah menerapkan langkah serupa. Namun, itu tadi, mereka harus sanggup memenuhi amanat Presiden, yang tentu saat ini bobotnya lebih berat.
Jadi, menunjuk dubes baru bukan langkah asal-asalan, apalagi hanya sebagai ungkapan “terima kasih” atas dukungan yang telah mereka beri dalam menuju tampuk kekuasaan. Jokowi tentu bukan pemimpin dengan tipe demikian, pastinya dan memang seharusnya dia punya pertimbangan khusus dan matang.
Mereka yang masuk rekomendasi Presiden Jokowi sebagai duta besar adalah, Husin Baqis untuk UAE, Safira Machrusah, untuk Aljazair, Bambang Antarikso, untuk Irak, Husnan Bey Fananie, untuk Azerbaijan.
Kemudian Ahmad Rusdi, untuk Thailand merangkap UNESCAP, Yuri Octavian Thamrin, untuk Belgia, Helmy Fauzi, untuk Republik Arab Mesir, Mochammad Luthfie Wittoeng untuk Bolivarian Venezuela, Mansyur Pangeran, untuk Senegal, I Gusti Agung Wesaka Puja, untuk Belanda merangkap OPCW.
Muhammad Basri Sidehabi untuk Qatar, Ibnu Hadi untuk Vietnam, Alfred Tanduk Palembangan untuk Kuba, Wiwiek Setyawati untuk Finlandia, Iwan Suyudhie Amri untuk Pakistan, Muh. Ibnu Said untuk Denmark, Rizal Sukma untuk Inggris, Irlandia dan IMO, Tito Dos Santos Baptista untuk Mozambique.
Mohammad Wahid Supriyadi untuk Rusia, Musthofa Taufik Abdul Latif untuk Oman, Soehardjono Sastromihardjo untuk Nairobi, Budhy Santoso untuk Panama, Dian Triansyah Djani untuk PBB, Diennaryati Tjokrosuprihatono untuk Ekuador, Agus Maftuh Abegebriel untuk Saudi Arabia, Amelia Achmad Yani, untuk Bosnia-Herzegovina.
Selanjutnya, I Gede Ngurah Swajaya untuk Singapura, Sri Astari Rasjid untuk Bulgaria, R. Bagas Hapsoro untuk Swedia, Octavino Alimudin untuk Iran, Antonius Agus Sriyono untuk Vatican, Eddy Basuki untuk Namibia dan Alexander Litaay untuk Kroasia.
Pengajuan 33 nama duta besar yang direkomendasikan Jokowi untuk menjadi pertimbangan DPR memang cukup mengagetkan. Sejumlah nama yang diajukan digadang-gadang hanyalah sebagai ajang balas budi saat musim kampanya Pilpres tahun lalu.
Sebut saja sejumlah tokoh beken yang masuk daftar tersebut antara lain Bambang Antarisko, mantan Sekretaris Inspektorat Jenderal Kemenlu, Dirjen Protokoler Kemenlu Ahmad Rusdi dan Yuri Octavian Thamrin, yang kini menjabat Dirjen Asia Pasifik di Kemenlu.
Tak hanya itu, ada pelukis Astari Rasjid yang juga masuk dalam daftar tersebut. Kemudian, ada mantan Sekretaris Jenderal PDIP Alexander Litaay, anak pahlawan nasional, Amelia Achmad Yani, dan Direktur Eksekutif CSIS, Rizal Sukma.
Anggota Komisi I DPR, Sukamta, mengakui bahwa Presiden Joko Widodo telah mengajukan 33 nama calon duta besar ke DPR. Ia berharap pengajuan nama-nama tersebut tidak sekadar ajang balas budi dari Jokowi.
“Yang penting harus representatif menjadi duta bangsa dan layak dengan jabatan. Jangan hanya menjadi ajang balas budi,” kata Sukamta saat dihubungi, Minggu 9 Agustus 2015.
Meski sudah menerima puluhan nama, politisi PKS itu belum menelusuri rekam jejak mereka. Apakah ada kaitan sebagai relawan Jokowi saat kampanye. Dia hanya mengetahui bahwa nama-nama tersebut berisi para pejabat negara, purnawirawan TNI dan politisi.
“Kami akan melakukan rapat internal. Setelah 17 Agustus-an kita buat fit and proper test,” ujarnya.
Lontaran cukup keras juga disampaikan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, yang menilai 33 nama calon dubes yang diusulkan pemerintah kental dengan nuansa “bagi-bagi kue”.
Sebabnya, sejumlah nama yang diajukan berasal dari partai politik yang berafiliasi dengan penguasa.
“Kalau menurut saya sepintas dari nama-nama itu terlalu banyak nama-nama dari parpol dan berafiliasi dari penguasa. Jadi ya ini kayak bagi-bagi kekuasaan,” kata Fadli di Jakarta, Sabtu 8 Agustus 2015.
Meski demikian, kader partai Gerindra tersebut memahami usulan itu adalah hak prerogratif Jokowi. Akan tetapi, Jokowi juga seharusnya mempertimbangkan orang-orang yang punya kapasitas untuk menempati posisi tersebut.
“Walaupun penunjukannya politis, tetapi juga harusnya berkapasitas. Jadi penunjukan diplomat karier dan non harusnya lebih banyak yang diplomat karier. Tapi harus kompeten,” ujarnya menyarankan.
Fadli berharap, nama-nama yang diusulkan itu berkompeten untuk menjabat sebagai duta besar. “Kalau dari diplomat karier pasti mumpuni. Kalau tiba-tiba jadi diplomat, dia paham tidak diplomasi kayak apa? Politik luar negeri kayak apa? Paham tidak dia? Apalagi, Jokowi kan ingin menjadikan kedutaan sebagai garda terdepan marketing kepentingan nasional kita,” ujarnya.
Ditanya kapan usulan tersebut bisa disetujui oleh DPR, Fadli menuturkan bahwa hal itu tergantung Komisi I DPR. Karena itu nantinya ia akan menyerahkan sepenuhnya kewenangan tersebut ke Komisi I.
“Berharap nanti bisa diterapkan suatu pertimbangan, atau fit and proper test di masa sidang besok mulai dari 14 Agustus sampai 30 Oktober.”
Pengamat Politik Luar Negeri dari Universitas Paramadina, Dinna Wisnu mengatakan kendati menjadi hak prerogratif Presiden sejatinya pemilihan nama-nama juga tetap mempertimbangkan hasil dari fit and proper test.
“Ya memang pengajuan nama-nama tersebut ke DPR hanya formalitas, tapi setidaknya transparansi sudah dilakukan oleh Presiden terkait nama-nama yang direkomendasikannya. Meski akhirnya semua kembali ke Presiden,” kata Dinna, Minggu 9 Agustus 2015.
Dinna melihat ada beberapa nama yang diketahui pernah masuk dalam jajaran relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat masa Pilpres lalu.
“Menjadi Duta Besar itu kan membawa nama negara Indonesia, jadi dia harus paham betul bagaimana kondisi di Indonesia, politik di Indonesia, juga politik global. Duta besar harus paham dan mengerti betul tentang Indonesia dan politik luar negeri,” kata dia.
Menurut Dinna, akan sangat disayangkan jika yang direkomendasikan sebagai duta besar hanya karena ajang balas budi saja dan tidak memahami dan mengerti mengenai politik dalam dan luar negeri.
“Kalau dulu duta besar dipilih ibaratnya dibuang atau mereka yang terlalu berani berpolitik di dalam negeri. Nah sekarang kan beda, harusnya Presiden benar-benar memilih duta besar yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang luar biasa khususnya terkait dengan politik luar negeri,” tuturnya.
Lebih lanjut, menurut Dinna, jika saat fit and proper test hasilnya ada yang bisa disarankan oleh DPR ke Presiden, sejatinya Presiden juga dapat mempertimbangkan.
“Saya kira Presiden bisa menjadikan hasil fit dan proper test oleh DPR nnati sebagai bahan pertimbangan. Jadi ya bukan tidak mungkin bisa saja nama-nama itu tetap atau diganti,” kata dia.
http://politik.beritaprima.com/bagi-...ar-ala-jokowi/
Bagi-Bagi Jabatan, Jokowi Dicap Lakukan Komisarisasi Relawan
Jumat, 31 Juli 2015 , 00:55:00
JAKARTA - Gaya kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membagi-bagi jabatan kepada tim sukses dan relawannya semasa kampanye pemilu presiden 2014, dinilai telah merusak makna relawan itu sendiri.
Hal tersebut dikatakan Kepala Program Studi Akademi Televisi Indonesia, Agus Soedibyo, dalam Dikusi Kaukus Muda Indonesia (KMI) bertajuk Peran Media Alternatif dalam Membangun Opini Masyarakat Mensukseskan Kepentingan Nasional, di Gedung Dewan Pers Jakarta, Kamis (30/7).
"Jokowi memberikan kontribusi sangat merusak bangsa ini melalui bagi-bagi jabatan kepada tim sukses dan relawan untuk jadi komisaris di badan-badan usaha milik negara," kata Agus.
Bahkan, sudah hampir satu tahun pemerintahan Jokowi berjalan, menurut Agus, bagi-bagi jabatan tersebut masih berlangsung. "Sudah hampir satu tahun Jokowi jadi Presiden RI, praktik komisarisasi relawan masih berlanjut," tegasnya.
Praktik tersebut ujar Agus, jelas-jelas merusak makna kerelawanan sosial yang agung dan mulia. "Ini kontribusi yang sangat disayangkan," ujarnya.
Padahal semua anak bangsa ini kata Agus, berharap betul kepada Presiden Jokowi agar praktik KKN bisa diminimalisir sebagaimana yang terjadi pada masa kepemimpinan sebelumnya. "Ternyata malah lebih massif dan itu juga dipertontonkan kepada rakyat," pungkasnya
http://www.jpnn.com/read/2015/07/31/...isasi-Relawan-
----------------------------------------




Kok jadii lomba penak-penakan yak!
0
3.4K
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan