Indonesia Impor Listrik dari Malaysia
21 JAN 2016
Rimanews - Indonesia lewat PT PLN (Persero) mulai mengimpor tenaga listrik dari Malaysia, melalui perusahaan negaranya, Sesco, setelah interkoneksi kelistrikan kedua negara terjadi pada 20 Januari 2016 pukul 14.26 WIB.
Manajer Senior Humas PLN Agung Murdifi di Jakarta, Kamis (21/01/2016), mengatakan, listrik kedua negara itu dihubungkan melalui kabel saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) berkapasitas 275 kV antara Gardu Induk tegangan Extra Tinggi (GITET) Bengkayang, Kalimantan Barat, yang dioperasikan PLN dan GITET Mambong, Serawak yang dioperasikan Sesco.
"Interkoneksi ini sudah melalui beberapa rangkaian pengujian," ujarnya.
Menurut Agung Murdifi, pada tahap awal Sesco akan menyalurkan daya listrik sebesar 10 MW dan secara bertahap sampai akhir Maret 2016 akan menjadi 50 MW.
Selanjutnya, Sesco akan memasok secara konstan 50 MW saat luar waktu beban puncak (LWBP) dan 230 MW saat waktu beban puncak (WBP).
Ia mengatakan, impor listrik tersebut akan memberikan potensi penghematan bagi PLN sebesar Rp3,5 milliar per hari karena penurunan biaya pokok produksi (BPP) dari sebelumnya Rp2.700/kWh menjadi Rp1.700/kWh.
PLN dan Sesco telah menekan perjanjian jual beli atau ekspor impor listrik (power exchange agreement/PEA) selama 25 tahun.
Sesuai PEA, selama lima tahun pertama, Indonesia akan membeli listrik dari Malaysia 50 MW saat LWBP dan 230 MW saat WBP.
Selanjutnya, selama lima tahun berikutnya, PLN dimungkinkan menjual listrik ke Malaysia.
PEA juga berisi kewajiban pembangunan SUTET 275 kV sepanjang 127 km yang terdiri atas 82 km di wilayah Kalbar dan 45 km berlokasi di Serawak.
Agung mengatakan, saat ini, sistem kelistrikan Kalbar mengalami defisit listrik sebesar 30 MW, dengan daya mampu 240 MW.
"Dengan masuknya listrik Malaysia sebesar 50 MW ini akan menutupi defisit listrik di Kalbar, sehingga mengatasi pemadaman di wilayah Kalbar khususnya sistem Khatulistiwa dalam dua tahun terakhir," ujarnya.
Ia menambahkan, Kalbar juga sedang menunggu masuknya PLTU Kalbar 1 (2x50MW), PLTU Kalbar 2 (2x27,5MW) dan PLTU Kalbar 3 (2x55MW) yang kini masih dalam tahap pembangunan.
Menurut dia, jika semua PLTU dengan kapasitas 265 MW itu beroperasi, maka tidak menutup kemungkinan Kalbar bisa mengekspor listrik ke Serawak, Malaysia melalui jaringan SUTET yang sama.
ASEAN Power Grid Pada bagian lain, Agung mengatakan, interkoneksi Kalbar-Serawak merupakan bagian dari ASEAN Power Grid yang akan menyambungkan jaringan listrik seluruh negara kawasan ASEAN.
"'Grid' ruas Kalbar-Serawak ini merupakan pertama untuk Indonesia dan PLN. Begitu pula untuk Sesco merupakan yang pertama," ujarnya.
Ia mengatakan, upaya interkoneksi jaringan listrik sudah muncul sejak pertemuan pertama Forum Head of ASEAN Power system Utilities Association (HAPUA).
"Nota kesepahaman ASEAN Power Grid lahir pada 2007 di Singapura," katanya.
Menurut dia, integrasi sistem kelistrikan juga menjadi salah satu target Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
ASEAN, lanjutnya, menyadari infrastruktur listrik punya peran krusial bagi upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kesejahteraan.
http://ekonomi.rimanews.com/bisnis/r...-dari-Malaysia
Quote:
Indonesia di Ambang Krisis Air
SENIN, 23 NOVEMBER 2015 | 04:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Kehutanan dan Konversi Sumber Daya Air Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Basah Hernowo mengatakan saat ini Indonesia sudah di ambang krisis air. Berdasarkan riset, air permukaan Pulau Jawa terus menyusut, saat ini hanya sebesar 4,2 persen. Padahal, kata dia, 57,6 persen penduduk tinggal di Pulau Jawa dan jumlah penduduk itu akan terus bertambah.
Menurut Basah, saat ini umur air tanah di Bandung hanya tinggal ratusan tahun, setelah itu Bandung tidak akan punya air tanah lagi. "Kondisi Jakarta lebih parah," katanya dalam acara diskusi bertema "Memajukan Hak Rakyat atas Air untuk Pembangunan Berkelanjutan" di Plaza Festival, Jakarta, Ahad, 22 November 2015.
Kondisi air yang bagus seharusnya sebanyak 65 persen berupa green water, dan 35 persen blue water. Green water merupakan air yang bisa meresap ke tanah, sedangkan blue water adalah air yang mengalir.
Namun kondisi di Indonesia saat ini terbalik. Persentase blue water lebih besar daripada green water. Hal itu terjadi karena minimnya daya tampung tanah untuk menyerap air. “Semakin hari posisi semakin terbalik. Hujan turun langsung mengalir, tidak meresap,” ujar Basah. Akibatnya, saat musim kemarau Indonesia mengalami kekeringan sedangkan pada musim penghujan dilanda banjir.
Selain minimnya kuantitas, kualitas air pun kian memprihatinkan. Basah mengatakan saat ini air tanah di Jakarta sebagian besar sudah tidak layak digunakan. Akhirnya masyarakat terpaksa menggunakan air olahan yang sebagian didaur ulang dari air bercampur limbah. Basah melanjutkan, karena mengolah limbah, maka kandungan kimia yang digunakan harus tinggi, sehingga produksi mahal. “Akhirnya yang diuntungkan hanya rakyat kaya. Lalu bagaimana rakyat miskin?”
Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Forum Daerah Aliran Sungai Nasional Naik Sinukaban. Menurutnya, saat ini Indonesia sudah di ambang krisis air bersih. Namun kondisi itu tidak banyak disadari warga. “Sekarang lihat saja sungai di Jakarta,” katanya.
Direktur Eksekutif Persatuan Perusahaan Air Minum Indonesia Subekti mengatakan pelayanan air minum Indonesia terburuk se-ASEAN. Kalah jauh dibandingkan semua negara di Asia Tenggara. “Masyarakat kita mengkonsumsi air sangat tidak layak,” ujarnya.
Ia mengatakan dari tingkat pelayanan, akses air minum yang aman di Indonesia baru mencapai 68,8 persen di 2015 yang terdiri dari air minum perpipaan sebesar 25 persen dan nonperpipaan sebesar 43,8 persen. Nilai ini berada di bawah negara tetangga yang sudah mencapai 100 persen. “31,2 persen masyarakat mengkonsumsi air belum aman,” katanya.
Menurut Subekti, kendala utama yang dihadapi saat ini adalah persediaan air baku. Ia juga menilai komitmen dari kepala daerah untuk menyediakan air bersih masih kurang. Tak hanya itu, masalah listrik, utang, sumber daya manusia, kebocoran air, hingga pendanaan juga menjadi tantangan untuk memberikan pelayanan yang terbaik.
Selain itu, kata dia, tak adanya regulasi yang mengatur tentang air minum dan sanitasi juga menghambat pelayanan. Menurutnya, Indonesia membutuhkan badan regulator nasional khusus menangani air minum dan sanitasi.
Oxfam memprediksi pada 2025 sebanyak 321 juta jiwa penduduk Indonesia akan sulit mendapatkan air bersih. Naik sebesar 1,33 kali lipat dibandingkan penduduk yang kekurangan hari ini.
Sementara itu Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) Mustakim mengatakan sudah saatnya pemerintah membuat regulasi pengelolaan air yang lebih baik untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan air warga secara menyeluruh dan berkelanjutan. Karena, "Terpenuhinya akses terhadap air adalah hak asasi warga negara," katanya.
http://nasional.tempo.co/read/news/2...ang-krisis-air
2015, Krisis Air Bersih Ancam Empat Pulau di Indonesia
Krisis terjadi akibat tidak meratanya sebaran penduduk.
Senin, 24 November 2014 | 11:06 WIB
VIVAnews - Empat pulau besar di Indonesia, yakni Jawa, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara Timur, diprediksi akan mengalami krisis air pada 2015. Pesatnya pertumbuhan ekonomi dan tidak meratanya sebaran penduduk akibat urbanisasi menjadi pemicu utama terjadinya defisit air di empat pulau itu.
"Ketahanan air di Indonesia menghadapi ancaman. Di Pulau Jawa misalnya, sekitar 60 persen penduduk Indonesia tinggal di pulau ini. Akibatnya ketahanan air di pulau ini menjadi defisit," ujar Rektor Universitas Parahyangan, Robertus Wahyudi Triweko dalam acara Indonesia Water Learning Week di Hotel Sultan Jakarta, Senin 24 November 2014.
Robertus mengatakan sebagai negara kepulauan yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa dan di persimpangan antara dua samudera, Hindia dan Pasifik, serta dua benua yakni Asia dan Australia, potensi sumberdaya air Indonesia sebetulnya luar biasa. Hal itu terlihat dari tingginya curah hujan tahunan sebesar 2.500 milimiter yang hampir merata di seluruh wilayah Indonesia.
"Bahkan data DFID dan Bank Dunia pada tahun 2007, Indonesia tercatat mempunyai potensi listrik tenaga air hingga 76,7 GW, sedangkan yang sudah dikembangkan baru 4,2 GW," ujarnya.
Namun, seiring dengan maraknya pertumbuhan ekonomi dan penduduk, akhirnya mendesak perubahan tata guna lahan dan pemenuhan tingkat kebutuhan air secara keseluruhan.
Di Pulau Sumatera, dari ketersediaan air sebesar 111.178 juta Meter Kubik per tahun, maka pada tahun 2015 kebutuhan air akan menjadi 49.583 juta meter kubik/tahun, atau masih surplus sebdasar 61.494 juta meter kubik/tahun.
Di Pulau Jawa, dengan ketersediaan air sebesar 38.569 juta meter kubik/tahun, maka kebutuhan air pada tahun 2015 akan mencapai 164.672 juta meter kubik/tahun atau defisit sebesar 134.103 juta meter kubik/tahun.
Kemudian, di Sulawesi, dengan ketersediaan air sebesar 34.788 juta meter kubik/tahun, di tahun 2015 kebutuhan air akan menjadi 77.305 juta meter kubik/tahun atau defisit sebesar 42.518 juta meter kubik/tahun.
Di Pulau Bali, dengan ketersediaan air hanya sebesar 1.067 juta meter kubik/tahun, maka di tahun 2015 akan menjadi 28.719 juta meter kubik/tahun atau defisit hingga 27.652 juta meter kubik/tahun.
Begitupun di Nusa Tenggara Timur, dengan ketersediaan air sebesar 4.251 juta meter kubik/tahun, maka di tahun 2015 kebutuhan air akan menjadi 8.797 juta meter kubik/tahun atau defisit sebesar 4.546 juta meter kubik/tahun.
"Cuma di Papua yang surplus air mencapai 349.279 juta meter kubik/tahun. Tapi agaknya tidak mungkin memindahkan kelebihan air di Papua untuk Jawa. Karena itu dibutuhkan pemerataan penduduk guna pemerataan penggunaan air di Indonesia," katanya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, mengatakan secara keseluruhan ketersedian air di Indonesia mencapai 3.900 miliar kubik/tahun namun sebanyak 75 persennya masih terbuang percuma. Sementara angka kebutuhan air rata-rata per tahun penduduk Indonesia mencapai 111 miliar kubik/tahun.
"Karena itu untuk menjaga ketersediaan air, pemerintah hingga tahun 2019 telah menargetkan akan melakukan pembangunan waduk sebanyak 50 unit di seluruh Indonesia. Dengan begitu, ancaman krisis air dapat diantisipasi," ujar Basuki dalam sambutannya
http://nasional.news.viva.co.id/news...u-di-indonesia
Indonesia Masih Krisis Air Bersih
September 16, 2015
WOL – Krisis Air bersih selalu menjadi topik yang marak diperbincangkan di negara Indonesia. Bagaimana tidak, walapun laut (air) Indonesia lebih luas dari daratan namun rakyat tetap saja mengalami krisis air bersih.
Air bersih tentu sudah menjadi kebutuhan primer manusia. Kegunaannya pun banyak seperti konsumsi minum, memasak, sampai bahan wajib di industri. Air tidak akan terlepas dari kehidupan manusia. Itulah sebabnya PBB menetapkan hari air sedunia setiap tanggal 22 maret yang juga tertera di dalam Resolusi PBB Nomor 147/1993. Tujuannya supaya setiap orang di dunia diingatkan untuk menghargai ketersediaan air.
Indonesia sendiri masih terus mengalami persoalan dalam ketersediaan air bersih. Setiap tahunnya, Banyak daerah di seluruh nusantara mengeluh kelangkaan air bersih apalagi di musim kering. Pada saat kemarau, sumber air menjadi kering dan masyarakat akan resah.
Dua lembaga besar PBB UNICEF dan WHO melansir bahwa Indonesia termasuk dalam 10 negara yang sebagian penduduknya tidak memiliki akses untuk mendapatkan air bersih. Di peringkat pertama diduduki oleh negara Tiongkok dengan jumlah penduduk yang mengalami masalah dengan ketersediaan air bersih mencapai 108 juta jiwa. Kemudian India berada di posisi kedua yang mencapai 99 juta jiwa. Nigeria di posisi ketiga 63 juta jiwa, Ethiopia 43 juta jiwa, Indonesia 39 juta jiwa, Kongo 37 juta jiwa, Bangladesh 26 juta jiwa, Tanzania 22 juta jiwa, Kenya 16 juta jiwa dan terakhir Pakistan 16 juta jiwa.
Menyabet peringkat kelima tentu menjadi sebuah hal yang memalukan bagi negara yang kaya air ini.
Pengelolaan yang Baik
Hingga September 2015, ketercapaian Indonesia dalam memenuhi kebutuhan air bersih nasional tercatat kurang dari 40 persen. Angka ini belum memenuhi target Millenium Development Goals (MDGs) yang seharusnya mencapai 60 persen. Masalahnya terdapat pada tata kelolaaan yang kurang baik. Akibatnya terjadi privatisasi air di setiap daerah dimana pemilik industri atau perusahaan cenderung lebih banyak menikmati fasilitas air bersih dibandingkan masyarakat umum lainnya.
Untuk menghindari ketidakadilan sosial, pemerintah harus benar-benar memperhatikan dan mengawasi pemanfaatan air bersih nasional dengan melibatkan para kepala daerah sebagai penanggungjawab di setiap daerah masing-masing.
Di sisi lain, tanggungjawab ini tidak seutuhnya dibebankan kepada pemerintah tetapi juga masyarakat. Karena pada kenyataannya masyarakat ikut andil terhadap penurunan kualitas air di beberapa danau dan waduk di Indonesia. Contohnya, berlebihnya keramba apung di danau Toba, Sumatera Utara dan danau Maninjau, Sumatera Barat yang pada akhirnya sering memicu terjadinya “up willing” dan menyebabkan ribuan ikan mati.
Masyarakat harus benar-benar peduli akan kelestarian air di danau dan waduk dengan tidak mencemari air tersebut baik melalui keramba apung, menangkap ikan dengan menggunakan racun atau bom juga tidak membuang sampah dengan sembarangan.
Kemudian pemerintah juga perlu membangun infrastruktur penyaluran air khususnya di wilayah terpencil untuk mendekatkan sumber daya air ke masyarakat sehingga masyarakat tidak kekurangan dan kesulitan mendapatkan air bersih. Tidak ada salahnya pemerintah mengalokasikan dana yang besar untuk pembangungan infrastruktur tersebut agar daerah-daerah yang sering dilanda kemarau berkepanjangan dan dilanda kekeringan bisa menikmati air bersih yang memadai sebagaimana halnya perusahaan dan industri biasa nikmati.
Harapannya dengan perbaikan infrastruktur tersebut, akses air bisa dimiliki seluruh warga negara Indonesia untuk kebutuhan sehari-hari sehingga tidak ada lagi daerah yang mengalami krisis air. Hingga pada akhirnya, permasalahan air tidak akan terjadi lagi di Indonesia.
http://waspada.co.id/artikel-pembaca...is-air-bersih/
---------------------------
Pokoknya demi kesejahteraan rakyat kecil, khususnya 'wong cilik' ... kitak-kitak akan upayakan terus impor... termasuk daging sapi, daging ayam, telor, cabe, dan apa sajalah!
